Tragedi Sukhoi yang mengejutkan seluruh warga Indonesia
beberapa waktu lalu juga masih membuat saya kembali merinding ketika mengingat
bahwa ayah saya sempat berada di dalam pesawaat naas itu di penerbangan uji
coba yang pertama. Alhamdulillah, Allah masih memberikan berkah dan
pertolongannya kepada keluarga saya.
Pesawat Sukhoi super jet 100 buatan Rusia yang terjatuh di
tebing Gunung Salak memang telah memberikan luka yang sangat dalam bagi keluarga para
korban yang sampai saat ini masih dalam proses evakuasi dan identifikasi. Berita di televisi yang membicarkan kerja tim DVI ( Disaster Victim
Identification ) membuat saya teringat kepada beberapa dosen di kampus saya
yang tergabung dalam tim elit tersebut. Tim DVI merupakan tim yang terdiri dari
banyak elemen, diantaranya adalah polisi, dokter umum, dokter gigi dan elemen
penting lainnya. DVI juga mengingatkan saya kepada sebuah karya tulis yang saya
susun di tahun 2010 mengenai gigi sebagai alat Identifikasi korban bencana.
Untuk beberapa orang, data gigi mungkin bukanlah suatu hal
yang penting. Tapi, dalam dunia forensik, gigi merupakan salah satu dari 3 data
primer yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban selain dengan DNA dan
sidik jari. Metode sidik jari akan sangat sulit dilakukan jika kondisi tangan
korban sudah dalam keadaan yang hancur, misalnya pada korban ledakan bom,
kecelakaan pesawat, atau tenggelam di lautan. Sedangkan, metode DNA membutuhkan
waktu dan biaya yang lebih banyak. Oleh karena itu, metode identifikasi dengan
gigi cukup sering digunakan oleh tim DVI (termasuk dalam kasus tragedi jatuhnya pesawat
Sukhoi ) karena beberapa hal, yaitu :
1. Gigi
setiap orang berbeda. Dalam satu mulut, normalnya ada 32 gigi dengan
masing-masing gigi memiliki 5 permukaan. Kondisi dan posisi dari ke 32 gigi
tersebut pasti berbeda diantara satu orang dengan orang lainnya, baik itu sudah
pernah ada tambalan, atau sudah hilang.
Seorang peneliti menyatakan bahwa kemungkinan kesamaan bentuk gigi antar individu
adalah 1 berbanding 2 milyar
2. Gigi sangat kuat. Gigi melekat erat pada tulang rahang, tahan terhadap proses pembusukan, tahan panas hingga 900° C dan tahan asam.
2. Gigi sangat kuat. Gigi melekat erat pada tulang rahang, tahan terhadap proses pembusukan, tahan panas hingga 900° C dan tahan asam.
3. Gigi
dapat memberikan informasi mengenai jenis kelamin, ras, usia dan bahkan bentuk
wajah korban.
Kehebatan gigi ini sempat membuat saya tertarik pada dunia forensik sekaligus bersyukur menjadi mahasiswa kedokteran gigi. Mungkin, suatu saat nanti, jika memang diijinkan, saya ingin mempelajari ilmu
forensik lebih dalam lagi.
Semoga proses identifikasi korban Sukhoi dapat berjalan
dengan lancar dan seluruh keluarga korban dapat diberikan ketabahan dan
kesabaran oleh Allah. Semoga kejadian ini memberikan banyak pelajaran bagi kita
semua. Aamiin...
2 komentar:
*Brb daftar DVI*
*brb ngikut di belakang*
Posting Komentar