Minggu, 13 Mei 2012

Tragedi Sukhoi dan identifikasi gigi


Tragedi Sukhoi yang mengejutkan seluruh warga Indonesia beberapa waktu lalu juga masih membuat saya kembali merinding ketika mengingat bahwa ayah saya sempat berada di dalam pesawaat naas itu di penerbangan uji coba yang pertama. Alhamdulillah, Allah masih memberikan berkah dan pertolongannya kepada keluarga saya.

Pesawat Sukhoi super jet 100 buatan Rusia yang terjatuh di tebing Gunung Salak memang telah memberikan luka yang sangat dalam bagi keluarga para korban yang sampai saat ini masih dalam proses evakuasi dan identifikasi. Berita di televisi yang membicarkan kerja tim DVI ( Disaster Victim Identification ) membuat saya teringat kepada beberapa dosen di kampus saya yang tergabung dalam tim elit tersebut. Tim DVI merupakan tim yang terdiri dari banyak elemen, diantaranya adalah polisi, dokter umum, dokter gigi dan elemen penting lainnya. DVI juga mengingatkan saya kepada sebuah karya tulis yang saya susun di tahun 2010 mengenai gigi sebagai alat Identifikasi korban bencana.

Untuk beberapa orang, data gigi mungkin bukanlah suatu hal yang penting. Tapi, dalam dunia forensik, gigi merupakan salah satu dari 3 data primer yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban selain dengan DNA dan sidik jari. Metode sidik jari akan sangat sulit dilakukan jika kondisi tangan korban sudah dalam keadaan yang hancur, misalnya pada korban ledakan bom, kecelakaan pesawat, atau tenggelam di lautan. Sedangkan, metode DNA membutuhkan waktu dan biaya yang lebih banyak. Oleh karena itu, metode identifikasi dengan gigi cukup sering digunakan oleh tim DVI  (termasuk dalam kasus tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi ) karena beberapa hal, yaitu :
1.   Gigi setiap orang berbeda. Dalam satu mulut, normalnya ada 32 gigi dengan masing-masing gigi memiliki   5 permukaan. Kondisi dan posisi dari ke 32 gigi tersebut pasti berbeda diantara satu orang dengan orang lainnya, baik itu sudah pernah ada tambalan, atau  sudah hilang. Seorang peneliti menyatakan bahwa kemungkinan kesamaan bentuk gigi antar individu adalah 1 berbanding 2 milyar
2.    Gigi sangat kuat. Gigi melekat erat pada tulang rahang, tahan terhadap proses pembusukan, tahan panas hingga 900° C dan tahan asam. 
3.       Gigi dapat memberikan informasi mengenai jenis kelamin, ras, usia dan bahkan bentuk wajah korban.

Kehebatan gigi ini sempat membuat saya tertarik pada dunia forensik sekaligus bersyukur menjadi mahasiswa kedokteran gigi.  Mungkin, suatu saat nanti, jika memang diijinkan, saya ingin mempelajari ilmu forensik lebih dalam lagi.

Semoga proses identifikasi korban Sukhoi dapat berjalan dengan lancar dan seluruh keluarga korban dapat diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah. Semoga kejadian ini memberikan banyak pelajaran bagi kita semua. Aamiin... 

2 komentar:

Rahmi Aulina mengatakan...

*Brb daftar DVI*

Aristyani DR mengatakan...

*brb ngikut di belakang*