Senin, 30 Agustus 2010

Smoke, smoking n smoker

Topik mengenai rokok sudah menjadi pembicaraan yang tak pernah usai di kalangan masyarakat terutama di kalangan para praktisi kesehatan. Pro kontra mengenai undang-undang larangan merokok terus terjadi di antara pemerintah, masyarakat maupun industri rokok itu sendiri. Sebenarnya, apa yang menjadi dasar atas polemik berkepanjangan ini? Dan apa solusi yang bisa kita ambil sebagai masyarakat awam?

Informasi mengenai komposisi rokok sudah tersebar luas di masyarakat, begitu pula dengan bahaya yang ditimbulkannya. Bahkan hal ini tertera dengan jelas di bungkus rokok dan juga di iklan-iklan rokok media massa. Selain itu, masyarakat juga sudah memahami, bahwa bahaya rokok itu tidak hanya akan menjangkiti para perokok aktif tapi juga perokok pasif yang hidup di sekitar perokok aktif. Hal inilah yang membuat masyarakat mulai resah dengan keberadaan para perokok aktif yang dengan seenaknya merokok di mana saja.

Jumlah kematian yang tinggi akibat kanker paru-paru sepertinya sama sekali tidak membuat para perokok itu berpikir dua kali untuk melanjutkan kebiasaan merokoknya. Mereka menutup mata atas banyaknya penyakit yag disebabkan oleh rokok, misalnya kanker paru-paru, kanker mulut, impotensi , bahkan sampai gangguan janin bagi ibu hamil. Kenikmatan yang , menurut mereka, mereka dapatkan dari sebatang rokok itu ternyata telah mengalahkan akal sehat mereka untuk hidup lebih sehat. Bahkan, beberapa perokok yang sudah memiliki penyakit sistemik seperti diabetes melitus, hipertensi dan stroke ringan, tetap tidak mau untuk menghentikan kebiasaan merokoknya walaupun mereka tahu, kebiasaan itu akan membawa mereka menuju kematian yang lebih cepat.


Permasalahan rokok ini tentu tidak hanya mempengaruhi kesehatan tubuh seseorang, tapi juga kesehatan ekonominya. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, harga sebatang rokok itu tidaklah lebih murah dibandingkan dengan harga makanan pokok. Dan, sungguh memprihatinkan sekali bahwa jumlah perokok di kalangan menengah ke bawah cukup banyak. Mereka lebih memilih untuk membeli rokok setiap harinya, padahal uang yang digunakan untuk membeli rokok tersebut dapat mereka gunakan untuk memperbaiki kualitas hidup mereka, seperti menabung untuk biaya pendidikan, membeli makanan-makanan yang lebih bergizi , terutama untuk bayi dan anak-anak.


Banyaknya kerugian yang ditimbulkan dari rokok ( kesehatan dan ekonomi ) telah memancing suara masyarakat untuk berteriak pada pemerintah demi sebuah kebijakan. Kaum muda yang diwakili oleh mahasiswa mulai menyuarakan pendapatnya dengan mengadakan kampanye anti rokok dimana-mana. Begitu pula, dengan anak-anak SD sampai SMA yang ikut serta dalam kampanye anti rokok yang diadakan oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) anti rokok. Masyarakat sudah resah dengan asap-asap rokok yang mulai mengepul disekitarnya.

Tapi, di lain sisi, industri rokok juga mulai menunjukkan kuasanya. Jumlah konsumen yang sangat besar di Indonesia membuat industri rokok menjadi industri besar dan memiliki pendapatan yang sangat besar pula. Dengan banyaknya pendapatan itu, industri rokok ini mulai menyisihkan sebagian pendapatannya untuk biaya publikasi & iklan maupun untuk bidang sosial. Dapat kita lihat bersama, industri rokok sangat merajai kompetisi-kompetisi olahraga di dalam negeri, begitu pula dengan penyiaran pertandingan sepakbola dari klub mancanegara. Tidak hanya bidang olahraga, acara-acara pentas seni maupun konser musik di Indonesia pun ikut didominasi oleh lambang, spanduk dan iklan dari industri rokok. Selain itu, iklan-iklan di media massa yang dibuat oleh industri rokok pun dapat didesain dengan sangat menarik sehingga sangat mudah diingat oleh masyarakat banyak walaupun di dalam iklan tersebut, tidak ada satu pun adegan yang menunjukkan batang rokok maupun orang yang sedang merokok. Industri rokok juga melebarkan sayapnya dalam bidang sosial. Sudah cukup banyak beasiswa-beasiswa yang diberikan oleh industri rokok kepada siswa-siswa sekolah maupun kepada mahasiswa. Tidak bisa dipungkiri, cukup banyak siswa dan mahasiswa yang kelanjutan studinya sangat dibantu oleh beasiswa dari industri rokok ini.

Namun, banyaknya usaha yang telah dilakukan oleh industri rokok untuk bidang sosial tidak dapat merubah teriakan masyarakat akan bahaya rokok yang ada di depan mereka. Masyarakat terus meminta pemerintah untuk dapat segera mengeluarkan kebijakan mengenai hal ini. Akhirnya, di tahun 2005, Pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 75 tahun 2005 tentang kawasan dilarang merokok. Di dalam peraturan itu, Pemerintah dengan tegas menjelaskan bahwa para perokok tidak diperbolehkan untuk merokok di tempat-tempat yang dinyatakan sebagai kawasan dilarang merokok, yaitu tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, tempat bermain anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Selain itu, pemerintah juga menjelaskan mengenai syarat-syarat kawasan merokok yaitu tempat yang memperbolehkan para perokok untuk melakukan kebiasaan merokoknya.

Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, masyarakat cukup merasa lega dan berharap besar akan adanya perubahan mengenai hal tersebut di lingkungan sekitar mereka. Tapi, pada kenyataannya, kawasan-kawasan dilarang merokok itu tidak terealisasi dengan baik, terlebih lagi dengan kawasan-kawasan merokok yang tidak memenuhi beberapa persyaratan seperti yang tercantum dalam peraturan pemerintah.

Para perokok masih belum mematuhi konsep kawasan dilarang merokok tersebut karena belum adanya sanksi yang jelas dan nyata bagi mereka yang melanggar. Begitu pula dengan penanggung jawab tempat-tempat umum yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya membuat kawasan khusus merokok demi menjaga kepentingan masyarakat banyak. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, maka peraturan pemerintah yang berkaitan dengan masalah rokok ini hanya akan menjadi wacana yang merupakan pemenuhan tanggung jawab pemerintah atas banyaknya desakan masyarakat yang meminta kebebasan untuk menghirup udara tanpa asap rokok.

Pro kontra masalah rokok ini memang sulit untuk diatasi, karena berkaitan dengan hak asasi para perokok untuk meneruskan kebiasaan merokoknya. Namun, hal yang pasti dapat kita lakukan untuk sedikit memperbaiki keadaan adalah membenahi diri sendiri dan lingkungan terdekat kita. Sosialisasi mengenai bahaya asap rokok bagi para perokok pasif harus lebih ditingkatkan lagi, sehingga penanggung jawab tempat-tempat umum tersebut dapat menyadari bahwa keputusannya untuk membuat kawasan dilarang merokok dan memisahkannya dengan kawasan merokok merupakan tindakan yang sangat tepat dalam pemenuhan hak masyarakat banyak akan udara bebas asap rokok. Begitu pula, dengan penjagaan anak-anak dari iklan-iklan rokok dan rokok itu sendiri, agar mereka tidak mudah terpapar dengan rokok dan akhirnya mencoba-coba untuk mulai mengkonsumsinya. Jika kita sudah melakukan hal-hal terkecil pada lingkungan sekitar kita, maka kita bisa menyuarakan kembali permasalahan rokok ini kepada pemerintah daerah, sehingga peaturan yang telah dibuat dapat dilengkapi dengan sanksi-sanksi yang lebih jelas. Hal ini tentu harus segera dilaksanakan karena menyangkut kepentingan masyarakat banyak dan menyangkut kepentingan para penerus bangsa. Jadi, haruskah merokok dilarang? Menurut saya, jawabannya ada di dalam hati kita masing-masing.

Minggu, 15 Agustus 2010

Lukisan-Nya di timur negeriku *part 2*


Halmahera Selatan
Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu olehku dan Hendro, karena akhirnya kami berdua dipertemukan dengan Pak Camat dari Kayoa, salah satu wilayah di Halmahera Selatan, lokasi sasaran baksos kami. Sudah sekitar 5 hari, kami terkatung-katung tanpa kejelasan, karena pihak dinkes provinsi selalu bilang kalau untuk urusan Halsel sudah mereka urus dan kami tidak perlu khawatir, karena yang meminta kami untuk mengadakan baksos disana adalah Pak Gubernur. Wah, alhamdulillah sekali jika hal itu benar-benar terjadi dan bukan hanya omongan semata. Tapi, pada kenyataannya, warga desa Guruapin, Kecamatan kayoa itu baru mengetahui akan diadakan baksos di wilayahnya ketika aku tiba disana. Sabtu pagi, 24 Juli 2010, pukul 02.00 dini hari, aku baru menginjakkan kakiku di pulau Guruapin setelah menempuh kurang lebih 5 jam perjalanan laut menggunakan kapal motor. Subhanallah, ombak di malam hari itu membuatku cukup mabuk laut dan hanya mengijinkanku untuk makan malam sebentar sebelum akhirnya aku meminum antimo dan tertidur sampai kapal itu mencapai dermaga desa Guruapin.
Pagi-pagi sekali, akhirnya aku bertemu dengan pihak puskesmas desa setempat, Dr.Oskar yang ternyata adalah suaminya kk kelasku, Drg.Betty , lulusan UI thn 2002. ( Mereka berdua PTT disini, hmm,, inspiring,, ) Awalnya, Dr.Oskar cukup marah karena merasa kedatanganku dan hendro sangat tiba-tiba dan membuat pihak Puskesmas harus memundurkan jadwal Puskeslingnya. Namun, setelah kuceritakan penantianku di Ternate untuk bisa mencapai Halsel dan juga janji-janji yang diberikan dinkes Provinsi, akhirnya Dr.Oskar mau membantu kami. Sebenarnya aku dan Hendro belum pernah kenal langsung dengan K’Betty, karena jarak angkatan yang cukup jauh, namun K Betty dan Dr.Oskar ( yang ternyata anak FK unpad dan meminta dipanggil kang Oskar ) sangat membantu kami selama 2 hari persiapan disana. Ya, persiapan itu hanya 2 hari, dengan segala keterbatasan yang ada, akhirnya kami siap untuk menerima kedatangan rombongan esok harinya.
Bersama anak-anak Guruapin ( Heri, Rikal, Aga, dkk)
Desa Guruapin, Desa Bajo dan P.Lelei
Hari pertama, aku berada di sana, aku sudah disajikan dengan keindahan alam yang semakin luar biasa. Melihat ikan-ikan cantik cukup dari samping dermaga saja, terlebih lagi, ketika matahari terbit, subhanallah... Indahnya pulau ini. Disini, penduduknya 100 % muslim. Mereka semua ramah sekali, walaupun K Betty selalu mengingatkan kami untuk tidak berjalan sendirian selama disini. Namun, yang cukup mengejutkan adalah banyaknya jumlah anjing disini. Katanya, anjing-anjing itu memang dipelihara untuk melindungi warga dari babi hutan. Hari disaat aku menantikan rombongan dari Jakarta, aku dan Hendro ditemani oleh anak-anak asli desa ini, mereka begitu antusias melihat kedatanganku dan Hendro, dan kami dipanggil “Pakdok” atau “Budok” yang artinya adalah pak dokter dan bu dokter. Bahasa disini sudah berbeda dengan bahasa di Ternate, namun, Alhamdulillah, aku dan Hendro sudah terbiasa. Anak-anak ini menceritakan segala keunikan desa ini, mulai dari Pantai Watambi yang sangat indah dengan pasir putihnya, sampai cerita-cerita mistis khas desa sini. Kami banyak bercanda dengan mereka, walaupun terkadang aku dan Hendro terdiam karena tidak mengerti bahasa mereka. Mereka sangat lugu. Satu-satunya tempat mereka untuk rekreasi keluar pulau ini adalah Ternate. Disanalah mereka bisa berlibur dan mendapatkan hiburan, biasanya mereka pergi 1 minggu sekali. Mereka sangat terkejut melihat foto-foto Jakarta dengan kemacetannya di ponsel Hendro. Mereka ingin sekali bisa keluar Maluku Utara. Ingin rasanya, aku mengajak mereka berlibur ke Jakarta dan merasakan hiburan yang banyak untuk anak-anak. Cukup lama, kami mengobrol di halaman depan rumah pak Camat, dan tiba-tiba ada suara pukulan alat musik dan beberapa anak menari-nari dengan sangat lucu, ternyata itu adalah tarian soya-soya, tarian khas daerah sini. Anak-anak itu sedang mempersiapkan penampilan untuk menyambut kedatangan RI1 di provinsi ini. Lucu sekali..
Pantai Watambi di Pulau Guruapin
Di desa Bajo, terbagi lagi menjadi dua kumpulan warga yaitu Bajo darat dan Bajo Laut. Bajo Laut adalah warga suku Bajo yang tinggal di atas laut, rumahnya berada di atas laut, seperti rumah panggung. Indah sekali, melihat jejeran rumah-rumah itu. Subhanallah...
Rumah-rumah di atas laut milik suku Bajo
Lain halnya dengan Pulau Lelei, sebuah pulau kecil yang kelilingnya mungkin hanya sektar 3 km. Tidak ada mobil, karena hanya ada satu jalan kecil, yang cukup dilewati bentor ( becak motor ). Keindahan alam di Pulau ini sungguh membuat kami semua terpana. Bahkan, saat pengobatan pun, ada beberapa peserta yang malah kabur untuk foto-foto di pinggir pantai ( jarak pantai ke lokasi pengobatan hanya sekitar 5 m ). Pasirnya sangat halus, begitu pula dengan kejernihan airnya. Namun, di sekeliling pulau ini, banyak sekali ular laut yang salah satunya sudah menyambut kami. Akhirnya, kami tidak ada yang berani bermain air di sekitar pulau Lelei dan kita memilih untuk menyebrang ke pulau Guraici, yang bisa ditempuh dengan speed kecil dalam waktu kurang lebih 2 menit. Disitulah, kami puas bermain air, melihat ikan dan karang yang cantik tanpa harus berada di tengah laut. Subhanallah, indah sekali.
“ Gw g perlu ke maldives deh, kesini aja udah cukup “ ( Santi, 2005, mengungkapkan kekagumannya pada keindahan alam P.Guraici )
Gradasi air laut di sekeliling P. Lelei ( model : Adi, 2006 )Pulau Guraici, tak berpenghuni..
Rombongan Halsel : The survivor!
Kegiatan baksos dapat berjalan dengan cukup baik, walaupun banyak perubahan rencana kegiatan disana-sini. Untuk wilayah ini, setiap hari, lokasi pengobatan akan berpindah sesuai dengan arahan pemda setempat. Hari pertama di desa Guruapin, hari kedua di desa Bajo ( lokasinya masih 1 pulau , namun harus ditempuh jalan kaki sekitar 5-7 menit ) dan hari ketiga di desa Lelei , yang lokasinya berjarak 1 jam perjalanan laut. Awalnya, aku khawatir dengan kesiapan rombongan dengan rencana kegiatan dari pemda setempat. Namun, alhamdulillah, Allah memang tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya ( Al-baqarah : 286 ) Rombongan HalSel memang rombongan paling keren! Mereka semua bisa bertahan dengan kondisi nomaden. Packing setiap hari. Selain itu, karena Pulau Guruapin dan Pulau Lelei itu kecil, jadi untuk pergi kemana-mana semuanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, walaupun ada yang cukup jauh dan memakan waktu hampir ½ jam (Pantai Watambi). Kami hanya disediakan 1 mobil ambulans yang dipinjamkan Kang Oskar untuk mengangkut barang-barang. Dan mereka semua mau untuk ikutan jalan kaki ( termasuk pak dekan, Prof.Bambang). Kondisi di Halsel, memang cukup mengkhawatirkan. Listrik hanya ada 12 jam ( dari pkl 18.30-06.30), air pun keruh kalau habis hujan, makanan yang ada hanya ikan, telur dan mi ( kalau mau makan ayam, harus beli ke Ternate ). Namun, kondisi ini tidak membuat kami merasa sulit dan menjadi mengeluh setiap harinya, karena keindahan alam dan keramahan warganya membuat kami terpesona dan bersyukur bisa melihat lukisan indahNya disini. Banyak sekali cobaan untuk rombongan HalSel, termasuk keterlambatan kapal Guraici yang menyebabkan perjalanan ke Lelei ditunda 1 malam. Selain itu, jumlah pasien disini tidak mencapai target, karena ternyata di HalSel, kesehatan itu gratis. Maklumlah, HalSel adalah kampung halaman Pak Gubernur ( see! KKN nya mantap disini ). Alhamdulillah, kami tidak terlau “ngoyo” untuk mengejar target pasien. Kami sudah berusaha maksimal untuk membantu mereka dan mereka sangat senang. Itu cukup untuk kami.
Halmahera Selatan, begitu banyak kenangan indah yang membuatku ingin kembali lagi kesana, bertemu dengan anak-anak, bermain air di pantai dan merasakan sulitnya hidup sehingga aku bisa lebih menghargai kehidupan yang kurasakan di Jakarta. Mereka menjalani hidup dengan bahagia walaupun berbagai keterbatasan harus dihadapinya. Mereka mengajarkanku untuk terus bersyukur atas segala nikmatNya dan mereka juga membuatku semangat untuk meningkatkan kemampuan lagi sehingga nantinya aku akan lebih mudah untuk memberi. Memberikan sedikit pengabdianku pada mereka. Aku ingin PTT disana. Semoga Allah memperkenankannya.. Amin..
Last, terima kasih banyak untuk rombongan HalSel atas semangat kalian selama KERSOS kemarin yang membuatku senang dan bahagia sebagai tim advance. Maafkan atas segala kekurangan yang ada, semoga kalian menikmatinya... Thanks all..

Selasa, 10 Agustus 2010

Lukisan-Nya di timur negeriku *part 1*

Berawal dari sebuah kepanitiaan besar yang secara rutin diadakan di kampusku tercinta, KERSOS, aku mulai mengenal daerah ini. Sebuah daerah bagian Indonesia Timur yang sangat erat dengan kata keras, panas dan menyeramkan. Tugasku di kepanitiaan telah mengantarkanku pada sebuah perjalanan tak terlupakan ke daerah indah ini.
Tim Survey
Akhirnya, aku pun pergi bersama 3 orang rekan untuk mencoba melihat daerah Timur ini, melihat kondisi alamnya, kondisi masyarakatnya dan mulai menyusun rencana-rencana ke depan untuk kegiatan kampusku. 5 hari aku tinggal di Ternate, sudah menyebrang ke Sofifi ( pusat pemerintahan provinsi Maluku Utara yang letaknya di pulau Halmahera ) dan bahkan aku pun sempat menginjakkan kakiku di daerah Halmahera Utara ( Desa Gorua, Tobelo Utara ) yang mengharuskanku menempuh waktu 4 jam perjalanan darat yang dikelilingi oleh hutan dan kemungkinan besar kehilangan signal ponsel. Saat menyebrang dari ternate ke sofifi, tentu saja aku mencoba menggunakan speed boat berkapasitas 15-20 orang yang menyajikan perjalanan laut dengan keindahan alam yang luar biasa, terkadang ada lumba-lumba yang mengiringi speedboat dan pandangan ke kanan kiri hanyalah hamparan laut yang luas dan hijaunya gunung-gunung di pulau-pulau lain sekitar pulau ternate. Indah sekali ! Subhanallah.. ciptaan Maha Indah, tentu saja indah….
"Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk-Nya " ( QS : Ar-Rahman : 10 )
Kondisi alam sudah membuat aku dan rekan-rekan terpesona. Inginku rasanya menikmati lebih lama lagi keindahan alam itu satu persatu, namun daftar pekerjaanku masih banyak sedangkan waktuku di daerah ini pun terbatas. Sedikit-sedikit, aku dan rekanku mulai menuliskan fakta-fakta unik yang ada di daerah ini seperti bahasa dan kebiasaan warga sekitar. Namun, ternyata itu semua baru sebagian kecil dari semua kekayaan daerah ini. Sedikit kenangan mulai terpatri dalam ingatanku mengenai Maluku Utara. Terlebih lagi,Maluku Utara telah meninggalkan bekas dalam diriku, bekas yang nyata, yaitu bentol-bentol gatal yang muncul di hari terakhir aku disana dan tidak hilang sampai 1 minggu setelah aku di Jakarta. Ternyata aku digigit oleh kutu kasur selama di ternate. Yah, pelajaran baru mulai bertambah di kepalaku. ^_^
Tim Advance
Kesempatan kembali menghampiriku untuk mengenal lebih jauh mengenai daerah Timur ini. Tibalah waktunya bagiku dan 7 rekan lainnya untuk berangkat lebih awal demi mempersiapkan segalanya di lokasi acara. Rencana memang tidak selalu sejalan dengan pelaksanaan. Seharusnya, di hari ke 2, kami semua sudah berpencar ke wilayah masing-masing untuk menetap dan mempersiapkan segalanya disana . Pada kenyataannya, Tim Tidore menyelesaikan tugasnya dengan bolak balik Ternate, HalTeng baru bisa ke wilayah di hari ke3, HalUt di hari ke4 dan bahkan HalSel di hari ke 5 malam. Selama di Ternate, kami tidak sempat berjalan-jalan untuk menikmati kecantikan alamnya selain melihat tanpa sengaja ketika dalam perjalanan namun kami disambut dengan keindahan budi pekerti orang-orang disana, terutama orang-orang yang membantu kami dengan segala keramahan mereka, Drg.Rustan dkk yang memberikan kami tempat menginap selama advance ( Apotek Makassar ), Pak Kasman yang memberikan kami tempat menginap untuk rombongan ( UMMU ), Supir-supir bus dan pickup , Ibu penjaga internet yang ternyata adalah orang Bogor dan Bapak penjual nasi goreng di pantai swering yang ternyata orang Jawa. Tanpa kehadiran dan keramahan mereka, tentu kami akan mendapati banyak kesulitan selama masa advance ini.
Warga Ternate pun baik-baik, tidak seperti berita yang selalu ada di kepalaku sebelumnya bahwa wilayah Timur adalah wilayah dengan sikap warga yang cukup keras. Disini, aku masih menemukan motor-motor yang berhenti di belakang garis putih saat lampu merah, angkot yang tetap berhenti karena lampu merah di tengah malam saat jalanan pun sudah sangat sepi dan banyak fakta lain yang membuatku kagum akan sikap warganya. Namun, untuk masalah KKN ( Korupsi, Kolusi, Nepotisme ) di daerah ini cukup besar jumlahnya. Bahkan , untuk menjalankan acara di ternate ini, kami lebih banyak mencari segalanya sendiri, dengan sedikiiit sekali bantuan Pemda karena ada faktor ini dan itu. Alhamdulillah, Allah memberikan banyak jalan pertolongan, sehingga kami masih dapat melaksanakan acara ini dengan segala kekurangannya.
" Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan" ( QS: Al Insyirah : 6 )
Setelah itu, aku pun pergi ke wilayah Halmahera Selatan , banyak sekali pelajaran yang kudapat disana. Dan, Allah pun semakin menunjukkan kebesaran-Nya...
-to be continued -

Rabu, 04 Agustus 2010

Masihkah mereka mendengar kita?

Sebuah tugas berat telah disandang oleh sekitar 500 orang terpilih untuk duduk di dalam sebuah gedung megah di pusat Jakarta. Tugas untuk menjadi wakil dari berjuta manusia di bumi Indonesia ini. Namun, sungguh ironi melihat perbandingan antara kehidupan sang "wakil" dengan kehidupan "yang diwakilinya." Seperti yang biasa ditemukan di tengah masyarakat, tingkat seorang wakil dengan yang diwakilinya tentu akan lebih rendah, misalnya wakil ketua dan ketua. Dalam hal ini, tentunya ketua akan memiliki hak dan kekuasaan yang lebih besar dibandingkan dengan wakil ketua. Namun, mengapa fenomena ini tidak terlihat pada kehidupan wakil rakyat dan rakyat itu sendiri.

Dipilih dengan sebuah “pesta” bertemakan demokrasi, wakil-wakil rakyat ini pun menjual berbagai macam janji dan perubahan. Rakyat seperti dibodohi dan diperintahkan untuk memilih mereka hanya dengan modal pembagian sembako gratis dan hadiah-hadiah gratis lainnya. Setelah mereka duduk di posisi sebagai wakil, sepertinya mereka malah melupakan hak-hak sang rakyat. Teriakan rakyat diluar pagar tentu hanya akan menjadi pantomim belaka bagi mereka yang duduk nyaman di dalam ruangan ber-AC gedung hijau itu.

Fakta demi fakta pun mulai muncul ke permukaan, undang-undang ini dan itu yang tiba-tiba dibuat tanpa pertimbangan lebih dalam , musibah-musibah buatan manusia yang mulai menyerang kehidupan sang rakyat pun masih menghiasi . Namun, wakil mereka seperti menutup mata dari persoalan gas elpiji 3 kg di tengah masyarakat, begitu pula dengan masalah pornografi yang tak kunjung usai meresahkan sang rakyat. Lalu, kemanakah wakil rakyat itu?

Apakah mereka sangat lelah karena terlalu sering tertidur dalam rapat-rapat dewan?. Sepertinya, mereka tidak lagi memiliki waktu untuk memikirkan hak sang rakyat sehingga untuk hadir dalam sidang paripurna saja mereka tidak mampu. Sepertinya wakil-wakil rakyat ini sudah lupa akan tugas mereka sebagai penyambung lidah sang rakyat, yang diwakilinya. Mereka pun lupa akan beribu janji manis yang diucapkan semasa kampanye. Yang mereka ingat hanyalah jumlah uang yang harus didapatkan lagi untuk mengganti dana kampanyenya dulu.

Apakah mereka mendengarkan kita? Apakah mereka melihat semua permasalahan kita? Apakah mereka mampu merasakan apa yang kita rasakan? Sepertinya tidak. Maka, kita harus membuat mereka dapat merasakannya, kita harus membuat mereka dapat mendengarkan kita, kita harus membuat mereka melihat semua permasalahan kita. Karena kita adalah rakyat dan mereka adalah wakil kita. Wakil rakyat Indonesia.