Selasa, 25 September 2012

Apa yang salah dengan jilbab saya?

Penggunaan jilbab di masyarakat Indonesia memang mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam waktu 20 tahun terakhir ini. Yang saya ingat, di tahun 90an, penggunaan jilbab masih sering dipermasalahkan oleh berbagai kalangan. Beberapa sekolah negeri, melarang siswinya untuk mengenakan jilbab. Beberapa kantor juga melarang pegawainya mengenakan jilbab. Muslimah yang mengenakan jilbab di masa itu sering sekali diasosiasikan dengan teroris, penganut ajaran aneh, atau orang-orang keluaran pesantren yang kuno. Di masa itu, orangtua pun akan sangat bertanya-tanya ketika anaknya yang baru saja beranjak dewasa memutuskan untuk berjilbab, disangka mengikuti pengajian tertentu lah, atau prasangka buruk lainnya. Yang boleh menggunakan jilbab dimasa itu adalah ibu-ibu yang sudah tua dan sudah pergi haji. Seingat saya, itulah persepsi masyarakat Indonesia mengenai jilbab di tahun 90an.

Menginjak tahun 2000an, masyarakat Indonesia sudah bisa lebih membuka pikirannya mengenai perintah jilbab yang sudah jelas terdapat di kitab suci umat muslim, Al-Quran. Penggunaan jilbab di kalangan para muslimah pun semakin ramai, walaupun memang masih ada beberapa kantor yang melarang pegawainya berjilbab atau masih ada juga orangtua yang beranggapan bahwa jilbab adalah penghalang bagi anak putrinya untuk mendapatkan jodoh. Alhamdulillah, saya sudah mulai mengenakan jilbab sejak tahun 2002. Saat itu saya duduk di kelas 1 SMP, dan dari sekitar 40 siswa perempuan angkatan saya, hanya 4 orang siswa yang menggunakan jilbab. Saat itu, penggunaan jilbab memang sudah tidak menjadi hal yang aneh, tapi masih terhitung sedikit dan tidak seramai saat ini. Bahkan, saat saya mengikuti lomba di sekolah yang mayoritas siswanya adalah non muslim, jilbab saya cukup menarik perhatian mereka karena mereka belum pernah melihat orang berjilbab seperti saya. 

Sepuluh tahun kemudian, tahun 2010, alhamdulillah, semakin banyak masyarakat muslim di Indonesia yang memahami perintah wajib dari penggunaan jilbab ini. Bahkan pemikiran mengenai jilbab yang sangat sering dianggap tidak modis pun sudah berubah. Di tahun ini, makin banyak public figure yang akhirnya memutuskan untuk berjilbab dan semakin banyak pula desainer-desainer muda yang berusaha untuk menunjukkan kepada seluruh masyarakat bahwa penggunaan jilbab juga bisa tampil modis. Tren jilbab pun menjadi semakin ramai di kalangan muslimah Indonesia. Bahkan, ada beberapa orang yang akhirnya memutuskan berjilbab karena tren jilbab ini. Jilbab pun tidak lagi diasosiasikan dengan teroris dan ajaran sesat.

Penggunaan jilbab di negara yang mayoritas non muslim pun sudah mengalami banyak perkembangan. Walaupun di tahun 2001, kejadian teror di Amerika sempat membuat jilbab sangat ditentang oleh beberapa negara maju, saat ini, berdasarkan pengalaman teman-teman saya, jilbab sudah lebih dihargai dan toleransi mereka pun sangat baik terhadap kebebasan beragama. 

Tapi ternyata sampai saat ini,  di negara kita sendiri, Indonesia, masih ada beberapa pihak yang menganggap jilbab sebagai sesuatu yang aneh dan tidak pantas untuk dimasukkan ke dalam sebuah iklan televisi. Saya mengalaminya sendiri. Beberapa waktu yang lalu, saya dan teman saya diminta untuk mewakili kampus  dalam wawancara dengan sebuah perusahaan besar yang berkaitan dengan dunia kedokteran gigi mengenai program kerjasama yang sudah dilaksanakan selama beberapa kali. Disaat saya sudah siap untuk memulai sesi wawancara, tiba-tiba pihak dari perusahaan tersebut meminta teman saya untuk mencarikan lagi satu orang mahasiswa yang akan menggantikan saya karena saya tidak jadi di wawancara dengan alasan jilbab. Seumur hidup saya menggunakan jilbab, baru kali ini ada seseorang yang mempermasalahkan jilbab yang saya kenakan. Saat itu, saya cukup merasa terganggu dengan pernyataannya dan akhirnya saya pun pergi tanpa menanyakan alasannya. Ternyata, alasan mereka adalah karena sebenarnya yang akan dilakukan bukanlah wawancara melainkan pengambilan gambar untuk iklan produk mereka, dan oleh karena itu , untuk "branding" produk mereka, mereka meninginkan sesuatu yang netral dan tidak mewakili apapun. 

Saya masih tidak habis pikir dengan pola pemikiran mereka. Saya bukanlah orang pemasaran yang mengerti mengenai strategi pemasaran yang baik, tapi saya masih belum memahami letak kesalahan jilbab saya dalam iklan mereka. Kalau produk mereka adalah shampoo atau pewarna rambut, mungkin saya bisa memahami. Tapi, produk mereka adalah sesuatu yang berkaitan dengan kedokteran gigi. Ternyata, di tahun 2012 ini, masih saja ada beberapa orang yang mempermasalahkan jilbab. Semoga Allah segera memberi mereka hidayah, aamiin.




Kamis, 20 September 2012

HIV dan kedokteran gigi


Saat saya belum menjadi seorang mahasiswa kedokteran gigi, setiap mendengar kata HIV/AIDS, yang ada dalam pikiran saya adalah sebuah penyakit mematikan yang sangat menular dan biasanya diderita  para pecandu narkoba dan pelaku seks bebas. Memang menyedihkan pengetahuan yang saya miliki sebagai orang awam saat itu. Alhamdulillah, setelah menjadi seorang mahasiswa kedokteran gigi, saya memiliki kesempatan untuk mempelajari lebih banyak mengenai penyakit yang satu ini.

Setelah mempelajari teori mengenai penyakit virus ini di bagian penyakit mulut, saya berkesempatan untuk bertemu langsung dengan penderitanya saat saya bertugas di poli bedah mulut RSCM dan RSU Tangerang. Reaksi yang saya dapatkan dari teman-teman saya kurang lebih sama, yaitu kaget karena bisa bertemu dengan penderitanya secara langsung dan tidak berani sedikitpun untuk menangani pasien tersebut. Para dokter dan perawat yang sudah lebih sering bertemu dengan pasien ini memang bisa bersikap lebih biasa dan mereka pun sudah memahami prosedur yang harus dijalankan saat menangani pasien dengan penyakit ini, misalnya menggunakan alat yang sudah dipisahkan sendiri, menggunakan sarung tangan dan masker dua lapis serta menggunakan baju plastik pelindung dan kacamata saat akan melakukan pencabutan yang mungkin dapat terkena cipratan darah pasien. Saat itu, saya beranggapan bahwa penanganan pasien ini atau yang biasa disebut dengan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) harus dilakukan di rumah sakit dengan prosedur yang cukup rumit. Tapi ternyata saya memiliki pandangan yang salah.

Saya pernah mendapat cerita dari seorang teman bahwa ODHA sering mengeluhkan kesulitan mereka untuk mendapatkan perawatan di bidang kedokteran gigi karena mereka diminta untuk menyediakan alat sendiri. Selain itu, mereka juga sering merasa dibedakan oleh para praktisi kesehatan karena penyakit yang mereka derita. Saya sendiri pun masih kurang memahami hal ini dan akhirnya saya bertanya kepada seorang dosen di kampus saya yang memiliki perhatian dan pengetahuan lebih mengenai hal ini yaitu drg.Gus Permana, Ph.D, Sp.PM. Dari kuliah privat singkat yang saya dapatkan dari beliau, ada beberapa hal yang sangat penting untuk diketahui oleh calon dokter gigi seperti saya, yaitu:

1.  Untuk penanganan pasien HIV sebenarnya bisa dilakukan di klinik pribadi asalkan sang dokter memahami prinsip universal precaution dan kontrol infeksi yang sesuai dengan SOP. Universal precaution adalah prinsip yang menganggap semua pasien memiliki status penyakit yang sama sehingga penggunaan sarung tangan, masker, sterilisasi alat dan dental unit selalu dilakukan ke semua pasien tanpa terkecuali. Untuk penanganan di klinik pribadi, sebisa mungkin rekam medik pasien mengenai status HIV nya dapat diketahui, seperti hasil pemeriksaan darah lengkap mencakup jumlah leukosit, CD4, dsb. Hal ini dilakukan untuk mengetahui status penyakit pasien yang akan menentukan apakah tindakan invasif dapat dilakukan di klinik, atau harus dirujuk ke RS. Misalnya, ODHA dengan jumlah leukosit yang sangat rendah dan sudah berada di tahap AIDS sebaiknya dirawat di Rumah Sakit.

2. Terkait dengan alat-alat yang digunakan untuk perawatan gigi dan mulut , sebenarnya selama alat tersebut sudah disterilisasi dengan prosedur yang sesuai, maka tidak perlu ada pembedaan alat untuk pasien dengan HIV, terutama alat-alat bedah yang tidak tersedia dalam bentuk disposable. Namun, alat-alat pemeriksaan yang tersedia dalam bentuk disposable tetap disarankan untuk digunakan jika kesulitan dalam proses sterilisasi. Dalam penggunaan alat-alat ini, proses sterilisasi harus benar-benar diperhatikan dengan baik. Misalnya, penggunaan autoklaf dan larutan sterilisator yang sesuai.

3. Penularan HIV hanya bisa terjadi melalui cairan tubuh ( darah, sperma, ASI, dll), bahkan pada kondisi awal, saat aktivitas virus berada di titik bawah, kemungkinan terjadinya penularan cukup rendah. Menurut drg.Gus Permana, Ph.D, Sp.PM , penularan hepatitis dirasa lebih mudah untuk terjadi dibandingkan penularan HIV. Oleh karena itu, kekhawatiran yang dirasakan para praktisi kesehatan terhadap pasien dengan HIV dianggap terlalu berlebihan.

Berdasarkan pemaparan yang telah disampaikan oleh drg.Gus Permana, Ph.D, Sp.PM, dapat disimpulkan bahwa perlakuan berbeda yang dirasakan oleh ODHA dari para praktisi kesehatan dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka mengenai cara penanganan pasien HIV, oleh karena itu sebagai seorang calon dokter gigi, pengetahuan mengenai kontrol infeksi dan status penyakit sistemik pasien  serta cara penanganannya harus menjadi perhatian utama.

Maksimalkan potensi kita sebagai calon praktisi kesehatan sehingga kelak kita dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada seluruh masyarakat tanpa ada pengecualian. Semangat teman sejawat!! 

Senin, 03 September 2012

OMAR


Membaca buku dan menonton film tentang sejarah islam membuat saya kembali merindukan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Dari sinilah, saya bisa lebih mendalami kisah perjuangan islam pada masa awal  dan mengenali lebih dalam sosok Rasulullah dan para sahabatnya. Sebelumnya, saya sudah pernah menulis tentang kesempurnaan Rasulullah sebagai seorang manusia utusan Allah. Dan kali ini, saya ingin menceritakan seorang sahabat Rasul yang terkenal keras dan tegas tapi juga bisa bersikap lembut. Dialah yang dikenal dengan sebutan amirul mukminin, Umar bin Khattab.

Dalam buku yang saya baca dan film berjudul 'OMAR' yang baru saja saya tonton di bulan Ramadhan lalu, sosok Umar bin Khattab digambarkan sebagi seorang muslim yang luar biasa. Perjuangannya bersama Rasulullah dan kepemimpinannya saat beliau sudah menjadi khalifah benar-benar menunjukkan pribadinya yang tegas, bersahaja, keras tapi juga bisa bersikap sangat lembut dan ramah.


Hal yang paling diingat dari seorang Umar adalah sifatnya yang keras. Beliau lah yang pernah menghunuskan pedangnya untuk membunuh Rasulullah disaat beliau belum masuk islam. Tapi, beliau jugalah yang pernah mengancam akan memotong anggota tubuh siapapun yang mengatakan bahwa Rasulullah telah meninggal saat berita wafatnya Rasulullah menyebar di umat muslim karena ketidakpercayaannya pada berita tersebut. Sesaat setelah beliau diangkat menjadi khalifah, beliau mengumpulkan anak-anaknya dan mengatakan kepada mereka bahwa siapapun dari anaknya yang melanggar hukum Allah, maka beliau akan menghukumnya sampai anak tersebut akan berkata 'seandainya aku bukan anak seorang amirul mukminin,maka aku akan bebas melakukan apa saja'. Beliau juga pernah memarahi anaknya, Abdullah bin Umar, saat kembali dari perang di yamamah. Saat itu, sang amirul mukminin menanyakan soal keberadaan adiknya, Zaid bin Khattab, yang lebih dulu masuk islam.
'Dimana zaid?', tanya Umar kepada anaknya.
'Zaid telah syahid di Yamamah', jawab anaknya.
'Zaid syahid dan kau hidup, dan kau tidak malu kepadaku?!'
Begitulah sifat keras dan 'galak' seorang Umar yang pernah membuat umat muslim meragukannya untuk menjadi khalifah pengganti Abu Bakar As-Shiddiq yang terkenal dengan kelembutannya.

Tapi, Umar bin Khattab juga seorang yang berhati sangat lembut, terlebih ketika beliau sudah menjadi seorang amirul mukminin. Dalam pidato pertamanya sebagai seorang khalifah, beliu mengatakan bahwa beliau akan bersikap keras kepada siapapun yang melanggar hukum Allah dan sunnah Rasulullah, namun beliau juga akan bersikap sangat lembut kepada siapapun yang menaati hukum Allah dan sunnah Rasulullah, beliau akan menjadi orang yang paling lembut bagi mereka. Hampir setiap malam, Umar memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan dan kegagalannya dalam memimpin umat sambil berlinang airmata. Beliau pun selalu merenung penuh kekhawatiran setelah memutuskan suatu keputusan untuk umat muslim. Beliau juga pernah membantu memasakkan makanan untuk sebuah keluarga kecil yang  kelaparan dan melindungi seorang anak kecil dari gangguan teman-temannya. Bahkan, pada saat terjadi kemarau panjang yang menyulitkan umat, Sang Amirul mukminin pernah menyuapi seorang anak yang tidak mau makan dan beliau juga berjanji untuk tidak makan apapun kecuali air dan gandum untuk ikut merasakan penderitaan umatnya. Inilah kelembutan yang terkadang tidak terlihat dari pribadi Umar.

Beliau juga sangat tegas dalam menjalankan ajaran Islam. Beliau pernah menghukum seseorang yang membiarkan tiga budaknya kelaparan sampai mereka harus mencuri dan memakan unta orang lain dengan cara, pemilik budak ketiga budak itu harus membayar ganti rugi kepada pemilik unta. Amirul mukminin juga pernah menegur seseorang dengan perut yang gendut karena hal itu dapat menjadikannya sulit bergerak dan malas beribadah serta menunjukkan hal yang berlebihan dalam makan. Beliau pun sangat marah ketika ada seorang pedagang susu yang mencampur susunya dengan air sebelum dijual di pasar. Ketegasannya dalam memimpin umat benar-benar menjadi hal yang sangat langka untuk kita temui saat ini.

Namun, walaupun Umar adalah sesosok khalifah yang sangat keras, tegas dan disegani, beliau tidak pernah menggunakan jabatannya tersebut untuk kesenangan duniawi. Beliau adalah orang yang sangat bersahaja. Setelah menjabat menjadi seorang khalifah, beliau meninggalkan kegiatan berniaganya, namun beliau tidak mengambil gajinya sebagai seorang khalifah dari baitul mal, sampai-sampai istrinya harus mengingatkan dirinya bahwa keluarganya sudah kelaparan. Saat beliau memanggul sekarung tepung untuk keluarga kecil yang kelaparan, beliau sama sekali tidak ingin dibantu oleh siapapun karena menurutnya itu adalah kewajibannya sebagai amirul mukminin. Bahkan, kesederhanaan beliau dalam berpakaian telah mengecoh seorang utusan perang yang ingin mengabarkan kemenangan. Saat itu, seorang utusan datang ke kota untuk membawa kabar dari medan perang. Mendekati Madinah, seorang kakek di pinggir jalan dengan pakaian bertambal-tambal bertanya kepada sang utusan mengenai kabar yang dibawanya, tapi utusan tersebut menolak untuk memberitahukan berita tersebut dengan rinci karena dia harus segera bertemu dengan khalifah. Kakek itu terus mengikuti utusan sampai ke kota dan sesampainya di kota, dengan gagahnya, di tengah kerumunan, utusan itu berkata, 'aku ingin bertemu khalifah Umar'. Para penonton pun tertawa dan mengatakan, 'itu dia tepat di belakangmu'. Sungguh bersahaja kehidupan seorang khalifah Umar bin Khattab. Kesederhanaan yang mencontoh kehidupan Rasulullah.

Semakin mengenal sosoknya, semakin membuat saya merindukannya. Kerinduan akan seorang pemimpin umat yang luar biasa. Saya sempat berpikir, jika Rasulullah hidup di zaman sekarang, mungkin beliau akan sangat sedih melihat kondisi umat yang dicintainya , sedangkan jika Umar hidup di zaman sekarang ini, bukan hanya sedih tapi mungkin beliau akan sangat marah atas segala kekacauan yang diperbuat umat muslim saat ini.

Ya Allah, sampaikanlah salawat dan salam kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasalam bersama para sahabatnya dan berikanlah kesempatan kepada kami untuk bertemu dengn mereka di surgaMu, aamiin...