Jumat, 25 Februari 2011

Rumah Tanpa Jendela


Film ini berkisah tentang seorang anak ( Rara ) yang sangat menginginkan jendela di rumahnya seperti rumah-rumah indah yang ada di khayalan anak-anak, jendela yang bisa digunakan untuk melihat bulan di malam hari dari dalam rumah. Tapi, Rara tidak memiliki jendela di rumahnya karena rumahnya berada di lingkungan kumuh yang hanya terbuat dari triplek-triplek tipis. Ayahnya hanya bekerja sebagai penjual ikan hias keliling. Memiliki jendela adalah impian terbesar Rara.

Karena sebuah kejadian kecelakaan, Rara bertemu dengan Aldo dan keluarganya. Aldo adalah seorang anak yang memiliki keterbatasan (autis). Akhirnya mereka berdua bersahabat dan dalam perjalanan persahabatan mereka yang melibatkan keluarga Rara maupun Aldo, terdapat banyak sekali pelajaran yang dapat diambil oleh kita sebagai penonton.

1. Selalu bersyukur atas segala yang dimiliki. Ayah Rara selalu mengingatkan Rara untuk bersyukur dengan keadaan rumahnya sekarang yang tanpa jendela. Namun, tidak berarti Ayah Rara tidak berusaha untuk memenuhi permintaan Rara. Ayah Rara sampai rela menukar semua dagangannya untuk sepasang jendela demi memenuhi permintaan anak yang dicintainya.

2. Ketidaksempurnaan seseorang dalam mental atau fisik pasti diimbangi dengan kesempurnaan hati. Itulah keadilan Allah. Aldo yang autis, memiliki hati yang sangat murni dan tulus. Dia mau menyumbang buku untuk teman2 Rara di lingkungan kumuh, mau bergaul dengan mereka, bahkan mengajak anak-anak jalanan itu ikut berenang bersamanya. Semuanya dilakukan dengan ikhlas dan tulus.

3. Arti keluarga bagi Aldo dan Rara sangatlah besar. Aldo sampai pergi dari rumah ketika mendengar kakaknya yang merasa sangat malu atas kondisi dirinya. Begitu pula Rara yang sangat sedih ketika harus kehilangan ayahnya.

Cerita yang disusun oleh penulis terkenal , Mba Asma Nadia, ini telah berhasil membuat saya dan penonton lainnya menitikkan air mata berkali-kali sepanjang film. Pemaparan kondisi masyarakat yang ada saat ini, ketidaksempurnaan Aldo, sulitnya kehidupan Rara dan seluruh hal yang berkaitan dengan keluarga , membuat saya kembali teringat akan kehidupan yang saya alami dan betapa kurangnya rasa syukur saya atas nikmat yang telah diberikanNya.


Rumah Tanpa Jendela
Film bermutu karya anak bangsa Indonesia.
Mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas tiap detik kehidupan kita.
Mendidik kita untuk selalu membuka jendela hati di tengah kemegahan duniawi.
Mengingatkan kita akan arti sebuah keluarga.
Menjelaskan pada kita bahwa ketidaksempurnaan fisik/mental terkadang membuat seseorang menjadi lebih sempurna jika dilihat dengan mata hati

HIGHLY RECOMMENDED
*siapkan tisunya yaa.. :p

#Makasih mba Asma Nadia.#

Selasa, 22 Februari 2011

Pria vs Wanita

Allah menciptakan pria dan wanita untuk saling melengkapi. Menurut ilmu yang pernah saya dapatkan dari seorang guru, ada 4 ciri khas yang sering ditemukan menjadi pembeda antara pria dan wanita selain dari ciri khas fisik yang nampak oleh mata.

1. Kemampuan spasial pria lebih baik dibandingkan wanita. Hal ini bisa dibuktikan dengan sulitnya para wanita untuk membaca peta, menghafal jalan, atau menentukan bentuk dari suatu benda, apakah kotak, persegi panjang atau segilima. Sedangkan pria akan lebih mudah untuk menentukan jalan mana yang akan dipilih untuk dilalui.

2. Wanita lebih kuat merekam memori dibandingkan pria, apalagi memori yang buruk. Bagi wanita, suatu kesalahan mungkin bisa dimaafkan tapi tidak untuk dilupakan. Wanita menyimpan memori buruk secara terpisah, berbeda dengan pria yang lebih mudah melupakan kesalahan yang sudah dimaafkannya. Oleh karena itu, wanita lebih sering mengingat lagi permasalahan yang sudah berlalu karena sulit bagi wanita untuk menghapus memori buruk secara keseluruhan.

3. Sudut pandang wanita lebih besar dibandingkan pria. Bisa dikatakan, sudut pandang wanita sebesar 180 derajat, sedangkan pria tidak. Oleh karena itu, terkadang pria kesulitan untuk mencari barang di dalam sebuah lemari atau meja, sedangkan wanita akan lebih mudah menemukannya. Dan, pria lebih sering melirik / menengok untuk melihat sesuatu di sampingnya. Sedangkan bagi wanita, tanpa melirik / menengok pun, wanita sudah dapat melihat benda yang ada di sampingnya.

4. Wanita lebih 'multitasking' dalam bekerja, dibandingkan pria. Wanita bisa menonton televisi sambil memasak, atau mendengarkan orang berbicara sambil menulis. Sedangkan pria akan kesulitan untuk melakukan hal seperti itu.

Perbedaan ini tidak mutlak ada pada setiap pria maupun wanita. Ada beberapa wanita dan pria yang tidak sesuai dengan keterangan saya di atas. Karena memang setiap manusia itu unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing. Subhanallah.. Itulah kekuasaan Sang Maha Kuasa.

Dari pemaparan saya di atas, dapat dipahami, mengapa wanita memiliki tugas untuk mengurus rumah tangga dengan pekerjaan yang begitu banyak sedangkan pria memiliki tugas sebagai pemimpin yang akan menunjukkan jalan dari bahtera rumah tangga tersebut.

Setelah mengetahui perbedaan itu, maka siapkanlah diri kita masing-masing untuk dapat memahami karakter setiap orang karena kita akan selalu hidup berdampingan. Pria dan Wanita.


*thanks to mas Arief Munandar atas ilmunya

Selasa, 15 Februari 2011

Cita-cita

"Susan,,,susan,,,susan,, kalau gede mau jadi apa?"
"Aku kepengen pinter,,, biar jadi dokter,,, "

Seingatku, kira-kira begitulah lirik lagu susan dan mba ria enes yang sangat populer disaat ku kecil dulu... Ya, menjadi dokter memang merupakan cita-cita hampir semua anak kecil, kecuali aku. Saat aku kecil dulu, cita-citaku sangat bercermin dari pekerjaan kedua orangtuaku. Ayah dan Ibuku adalah pegawai kantoran dan bagiku bekerja di kantor itu sangat keren. Duduk di meja, mengetik di komputer, menandatangani surat-surat, mengikuti rapat dengan bos dan yang paling aku suka adalah pergi berangkat dinas ke luar kota atau luar negeri.. Itu yang kuinginkan. Akhirnya aku memutuskan untuk menjadi insinyur sipil seperti ayahku.
Disaat aku duduk di bangku kelas 6, jumlah siswa di kelasku sebanyak 26 orang. Ketika itu, kami diberikan tugas untuk menuliskan cita-cita kami di selembar kertas dan membacakannya secara bergantian. Dari 26 anak, 23 diantaranya bercita-cita menjadi dokter. Sisa 3 orang, yaitu aku dan 2 orang temanku. Aku ingin menjadi insinyur, temanku yang satu ingin menjadi polisi dan yang satu lagi ingin menjadi guru. Saat itu, aku berpikir, kenapa hampir semua teman-temanku ingin menjadi seorang dokter? Kalau semua menjadi dokter, lalu siapa yang akan menjadi insinyur, polisi, guru dan pekerjaan lainnya??

Cita-citaku itu sempat berubah ketika aku masuk SMP karena aku baru menemukan pelajaran baru bernama fisika. Ya, pelajaran yang sangat sulit bagi aku dan teman-temanku. Entah bagaimana, saat SMP aku ingin menjadi fisikawan. Tapi, tentu saja, cita-cita itu hanya keinginan labil anak SMP yang langsung berubah ketika memasuki jenjang SMA, karena di SMA, aku semakin kesulitan menghadapi pelajaran yang satu ini. Yah, pelajaran inilah yang cukup sering membuatku harus remedial selain pelajaran Bahasa Arab.

Dunia SMA telah mengembalikan cita-citaku yang awal untuk menjadi seorang insinyur, walaupun saat itu, insinyur sudah berbeda maknanya dengan dulu. Kini, lebih dikenal dengan Sarjana Teknik. Ya, kampus impianku untuk mewujudkan cita-cita itu adalah ITB. Kampus yang sepertinya memang jago nya untuk belajar teknik dan menjadi insinyur. Cita-citaku untuk menjadi Sarjana Teknik lulusan ITB masih bertahan sampai datang waktunya USM ITB disaat aku sudah duduk di kelas 3. Di dalam kebimbanganku untuk mengikuti USM ITB itu, aku berkonsultasi dengan kakakku yang sudah berkuliah di FKG UI. Setelah perbincangan yang panjang dan perenungan yang cukup lama. Akhirnya USM ITB 1 kulewatkan begitu saja. Dan, setelahnya, aku mulai memiliki pemikiran lain untuk menjadi seorang dokter umum. Karena menurut kakakku, menjadi dokter berarti memiliki jam kerja sendiri, bebas menentukan, mau praktek jam berapa dan kapan saja. Itu sangat sesuai dengan tugasku sebagai seorang istri dan ibu nantinya. Akhirnya setelah berpikir panjang, cita-citaku bercabang menjadi dua : dokter dan sarjana teknik. Dengan pilihan kampus ITB atau UI.

Tes masuk mandiri perguruan tinggi semakin banyak dan teman-temanku pun semakin banyak yang mengikutinya. Aku pun kembali bingung, akhirnya aku kembali berkonsultasi dengan kakakku dan kembali merenungkan semuanya. Memperhitungkan jarak kampus dengan rumah, pertimbangan tinggal jauh dengan orangtua dan juga yang lainnya. Akhirnya, pilihanku jatuh pada tes SPMB dengan pilihan FK UI atau FKG UI.



Yah, perjalanan yang cukup panjang dalam sejarah cita-citaku. Kini, aku adalah seorang mahasiswa koas di FKG UI. Cita-citaku kini adalah menjadi dokter gigi yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Kalau kuingat lagi, cita-citaku saat kecil dulu, aku hanya bisa tersenyum dan pekerjaan dokter yang dulu aku pertanyakan kini telah menjadi pekerjaanku. Itulah misteri Ilahi..





Sabtu, 05 Februari 2011

Graduation is just the beginning

WISUDA...

Sebuah proses yang mengantarkan banyak mahasiswa menuju gerbang baru dalam kehidupannya. Dari seorang mahasiswa menjadi sarjana. Pelantikan yang diberikan oleh pimpinan kampus telah memberikan amanah dan tanggung jawab baru bagi para sarjana dalam fase kehidupan selanjutnya. Dengan gelar sarjana yang telah disematkan, pemikiran dan segala tingkah laku wisudawan pun diharuskan menjadi lebih dewasa.

Bagi para mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, wisuda untuk meraih gelar S1 sering dikatakan sebagai wisuda semu, karena kami masih harus melanjutkan proses pembelajaran baru untuk meraih gelar dokter gigi. Sabtu kemarin kami diwisuda, Senin besok kami sudah kembali ke kampus dengan status baru sebagai koas, dengan memakai atribut baru dan juga tanggung jawab baru sebagai dokter gigi muda.

Awalnya, aku pun menganggap bahwa wisuda S1 ini benar-benar wisuda semu, karena ini bukanlah akhir dari pertemuanku dengan teman-teman di kampus, bukan juga akhir dari masa belajarku di kampus. Namun, setelah kemarin aku merasakan sendiri upacara wisuda itu dengan sekhidmat mungkin, tanpa terasa pikiranku dibawa pada pemikiran serius oleh alunan lagu-lagu khas wisuda ( Hymne UI, gaudeamus, dll )

Aku semakin bersyukur kepada Sang Maha Kuasa atas segala rahmat dan berkahNya sehingga aku dan teman-teman dapat menyelesaikan fase pertama dalam pencapaian cita-cita kami. Suasana khidmat itu membawaku kembali pada masa-masa kuliahku dulu dan mengingatkanku bahwa status sarjana yang kumiliki sekarang benar-benar harus kupertanggungjawabkan dengan baik. Walaupun kami belum terjun secara mandiri ke masyarakat, tapi bagi masyarakat umum, kami adalah dokter gigi muda yang harus bisa memenuhi kebutuhan mereka, dan harus bisa membantu mereka untuk menghilangkan rasa sakit yang dideritanya.

Kita sudah sarjana kawan, tidak ada lagi perilaku anak-anak yang masih bertengger dalam diri. Kita sudah sarjana kawan, Indonesia sudah menunggu pelayanan terbaik dari kita.
Kita sudah sarjana kawan, semangat kita harus terus terpacu untuk mencapai tujuan akhir kita
Kita sudah sarjana rekan-rekan 2007 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Semangat!!

Semoga semua masalah yang ada sebelum kita memasuki klinik tidak akan membuat semangat kita menjadi turun tapi malah meningkatkan tekad kita untuk dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Semangat 2007! Saat kita bersama-sama menghadapi semuanya, kita pasti bisa..
Buatlah orangtua kita semakin bangga pada wisuda 1,5 tahun lagi dengan gelar dokter gigi yang berhasil kita capai.. Amin...

I love you full, 2007!!