Sabtu, 12 Mei 2018

Sectio Caesar

Kembali melahirkan dengan proses normal (tanpa operasi) sudah menjadi cita-cita saya sejak awal kehamilan ketiga ini. Walaupun belum pernah merasakan proses persalinan caesar tapi mendengar cerita dari beberapa kerabat, sepertinya kalau bisa memilih, saya tetap memilih untuk bisa melahirkan dengan normal. Alhamdulillah, Allah menganugerahi kami dengan dua janin kembar, namun ketika mengetahui hal ini, saya sempat harap-harap cemas karena kehamilan kembar lebih sering di akhiri dengan persalinan melalui operasi.

Sejak usia kehamilan 6 bulan, dokter mulai memperhatikan posisi kedua janin di dalam rahim saya. Seringkali posisi janin berubah-ubah bahkan hingga di akhir masa kehamilan. Akhirnya karena kedua janin malah memilih untuk berada pada posisi melintang, proses persalinan caesar pun menjadi satu-satunya jalan. Setelah beberapa persiapan dan pertimbangan, akhirnya tanggal pun ditentukan, yaitu di tanggal 25 november 2017 , tepat di saat si kembar berusia 36 minggu lebih 1 hari. Awalnya saya dan suami sempat mengkhawatirkan kondisi janin yang baru berusia 36 minggu. Apakah mereka sudah siap dilahirkan? Apakah berat badannya sudah cukup? Saya sempat meminta kepada dokter kandungan agar mengundur sampai 37 minggu saja. Namun dokter memiliki pendapat lain, menurutnya lebih baik di usia 36 minggu saja karena insya Allah kondisi bayi sudah cukup siap dan tidak perlu menunggu lebih lama agar rahim ibu pun tidak terus menerus membesar.

Menghadapi operasi yang sudah terencana memang memberikan perasaan yang cukup berbeda. Sekitar 4 tahun lalu, di akhir desember 2013, saya sudah pernah mengalami operasi kuretase dengan bius total karena keguguran. Saat itu, karena keputusan operasinya mendadak maka mau tidak mau saya harus siap dan pasrah menjalani operasi. Kali ini, saya harus menghadapi operasi yang bahkan rencananya sudah ada sejak beberapa minggu sebelumnya. Adanya jeda waktu antara perencanaan dengan pelaksanaan operasi inilah yang sempat membuat saya takut, cemas, khawatir dan beberapa perasaan negatif lainnya.

Katanya suntik spinal itu sakit. Katanya pasang kateter juga sakit. Katanya luka pasca operasi caesar juga butuh waktu cukup lama untuk penyembuhannya. Katanya dan katanya. Beberapa hal inilah yang sempat mengganggu pikiran saya dan akhirnya membuat saya kembali meminta dukungan moril dari teman-teman yang sudah pernah menjalani proses ini. Bismillah, saya selalu berkeyakinan bahwa jika Allah menakdirkan saya untuk menjalani operasi ini maka saya pasti mampu dan kuat melewatinya.

Akhirnya, hari operasi pun tiba. Jumat malam jam 9, saya mulai masuk rumah sakit untuk persiapan operasi yang direncanakan akan dilaksanakan besok pagi jam 7. Bismillah, semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar. Aamiin.

Hari sabtu, 25 november 2017, pagi-pagi jam 5 saya sudah mandi lalu sholat shubuh. Mandi memang disarankan oleh perawat untuk menjaga kebersihan badan sehingga mengurangi resiko infeksi. Jam 6, saya dites alergi untuk obat antibiotik yang akan dipakai nanti. Karena prosesnya melalui kulit, tes alergi ini disebut skin test. Dulu saat koas dan menjalani stase bedah mulut di RSUD Tangerang, saya sering sekali melakukan skin test kepada para pasien di ruang IGD. Dan jujur saat itu saya tidak tahu bagaimana rasanya skin test ini. Ternyata... rasanya periiiih sekali, jauh sekali dibandingkan rasa diinfus, disuntik obat biasa atau diambil darah. Wah, ternyata sesakit ini ya. Maaf ya para pasien IGD yang dulu saya skin test.^^

Setelah dilakukan pemeriksaan denyut jantung janin (djj) di ruang perawatan, sekitar jam 7 saya sudah dibawa ke ruang operasi untuk persiapan akhir. Sayang sekali, rumah sakit ini tidak memperbolehkan adanya pendamping yang masuk ke ruang operasi saat tindakan dilakukan, sehingga suami saya hanya bisa mengantar sampai pintu masuk saja, bersama dengan kakak saya.

Operasi pun mulai dilakukan. Dokter anestesi memulai dengan suntik spinal. Alhamdulillah ternyata suntik ini tidak sesakit yang saya bayangkan, bahkan lebih perih skin test tadi. Tidak lama kemudian dari pinggang ke bawah mulai terasa kesemutan dan baal (kebas). Dokter obgyn pun memulai dengan doa dan bismillah, seluruh tim pun mulai fokus dengan operasi ini. Karena saya dihalangi oleh pembatas dan hanya ditemani oleh dokter anestesi dan perawat anestesi maka saya hanya bisa berdzikir saja terus menerus sambil mendengar sayup-sayup pembicaraan dokter obgyn dan asistennya.

Kondisi kembar memang cukup menyulitkan para dokter. Hal ini pun sempat terlontar dari mulut sang dokter. "Lewat operasi saja sudah cukup sulit apalagi kalau normal". Saya bisa sedikit merasakan ketika perut saya digoyang-goyang untuk mencari posisi bayi. Dan ketika bayi pertama akan dikeluarkan, tim dokter meminta ijin untuk sedikit mendorong perut saya dan proses ini memang akan sedikit sesak. Saya sudah pernah diinformasikan mengenai hal ini sebelumnya jadi saya sudah siap. Bismillah, setelah dokter obgyn, asisten dan bidan membantu mendorong perut saya, akhirnya suara tangis bayi pun terdengar cukup jelas. Saya pun bisa mengintip sedikit saat bayi pertama diserahkan kepada dokter dan perawat anak untuk diperiksa dan dibersihkan. Dokter anestesi dan perawat anestesi yang selalu berada di samping saya pun langsung memberi selamat. Tidak lama berselang, bayi kedua pun berhasil dikeluarkan tanpa perlu mendorong perut lagi. Alhamdulillah, kedua bayi sudah keluar dengan selamat.

Setelah kedua bayi selesai dibersihkan, perawat anak pun membawa mereka kepada saya untuk bisa saya lihat dan cium sebelum dibawa kembali ke ruang perawatan bayi untuk observasi. Selamat datang di bumi Allah anak-anakku tersayang.:")

Alhamdulillah, akhirnya proses operasi sudah sampai di tahap akhir yaitu penjahitan. Setelah selesai semuanya, saya pun diantar ke ruang pemulihan untuk observasi selama kurang lebih
4 jam sebelum bisa dipindahkan ke ruang perawatan.Alhamdulillah. Proses yang cukup saya khawatirkan akhirnya terlewati juga. Sampai detik itu, saya belum merasakan sakit yang berlebihan kecuali perihnya skin test. Proses pemulihan di ruang perawatanlah yang ternyata malah membuat saya benar-benar kapok menjalani proses operasi. Selama 12 jam pasca operasi, saya belum boleh duduk dan rasa nyeri di sekitar luka operasi masih beberapa kali saya rasakan hingga hari kedua, walaupun saya sudah diberikan obat anti nyeri. Namun, alhamdulillah di hari ketiga saya sudah bisa belajar jalan dengan lebih lancar dan rasa nyeri itu pun sudah berangsur hilang. Alhamdulillah.

Luar biasa memang perjuangan seorang ibu saat melahirkan buah hatinya. Melahirkan dengan normal maupun operasi sama-sama memberikan kenangan yang luar biasa tidak akan pernah saya lupakan. Semoga Allah menerima itu semua menjadi amalan saya sebagai seorang ibu juga sebagai hambaNya. Semua rasa nyeri dan rasa khawatir yang pernah hinggap di pikiran saya juga seketika hilang ketika melihat dua jagoan kembar yang kini sudah bisa saya peluk dan cium. Alhamdulillah, nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?

Sebuah kesimpulan akhir yang selalu saya ingat dari proses SC ini :
- ternyata skin test memberikan rasa perih yang lebih sakit dibanding suntik biasa, infus, ambil darah, dan bahkan suntik spinal
- pasang kateter itu tidak sakit karena saat dipasang saya sudah dibius. Sedangkan dilepasnya memberikan sedikit rasa linu
- proses pemulihan pasca SC memang butuh waktu yang lebih lama dibanding proses melahirkan normal namun yang penting kita sendiri harus yakin dan semangat bahwa semuanya akan bisa terlewati
- dokter anestesi dan perawatnya adalah teman yang setia mendampingi kita saat proses operasi karena merekalah yang bertanggungjawab atas kondisi kita, sedangkan dokter yang lain akan lebih fokus pada bayi. Makasih ya dok dan teteh perawat.

Terakhir.
Terimakasih jagoan-jagoan tersayang ( Abi, Kenzie, Raka, Rai) yang menjadi sumber kekuatan Ibu dalam menjalani proses ini. Terimakasih juga kepada seluruh keluarga besar dan sahabat yang ikut mendoakan bahkan ikut mendampingi di masa-masa sebelum dan sesudah operasi. Semoga keberkahan Allah selalu hadir dlm hidup kita. 

Selasa, 16 Januari 2018

Siap menjadi orangtua

Menjadi orangtua memang mengajarkan banyak hal baru. Termasuk rasa memiliki yang sangat besar kepada anak. Perasaan ini memang sudah muncul bahkan sejak bayi masih berada di dalam rahim sang ibu. Saya, yang sempat mengalami keguguran di usia kehamilan 5 minggu saja sudah bisa merasakan kehilangan, padahal di usia 5 minggu itu janin dalam rahim saya masih berupa kantung kehamilan.
Rasa memiliki ini akan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Di saat bayi kecil kita sudah beranjak balita dan ada beberapa teman yang bercanda ingin menjodohkan balita kita di usia dewasanya kelak, kita mungkin langsung terbayang masa depan bahwa kelak bayi kecil kita pun akan pergi meninggalkan kita. Mulai dari SD, saat dia mulai mandiri dari kita, lalu SMP saat dia mulai lebih senang berkegiatan di luar rumah, SMA saat dia mungkin sudah punya teman dan sahabat baru yang menggantikan posisi kita untuk menampung curhatannya dan mungkin saat kelak dia akan pergi bersama belahan jiwanya.
Memang pemikiran ini terlalu jauh ke depan namun insya Allah suatu ketika nanti, jika Allah mengijinkan, kita akan menghadapi masa ini.
Lalu tiba-tiba saya berkaca pada diri sendiri sebagai seorang anak. Saya mulai memperhatikan bagaimana orangtua saya mendidik saya. Bisa dibilang, saat SD dan SMP saya begitu dimanjakan dengan banyaknya fasilitas yang diberikan orangtua termasuk supir yang mengantar saya ke sekolah ( ini karena sekolah saya berjarak 15-18 km dari rumah). Bahkan saya baru mulai belajar naik angkutan umum sendirian dari rumah ke sekolah di saat saya sudah mau lulus dari SMP.
Beranjak ke SMA, untuk membentuk jiwa mandiri, orangtua saya menyekolahkan kedua anak perempuannya di sekolah asrama. Alhamdulillah, menurut saya, keputusan orangtua saya ini sangat tepat dan masa di SMA inilah yang akhirnya membentuk pribadi saya hingga sekarang.
Saat kuliah, saya dan kakak saya memilih untuk tetap tinggal di rumah orangtua walaupun lokasi kampus kami berjarak sekitar 40 km dari rumah. Hal ini kami lakukan karena kami berdua berpikir bahwa kelak setelah lulus kuliah, mungkin kami akan mulai merencanakan untuk menikah dan sesuai ajaran orangtua kami, bahwa kelak ketika menjadi seorang istri maka kami harus patuh pada suami termasuk jika harus pindah ke luar kota dan meninggalkan orangtua.
Dan akhirnya hal itu pun menjadi nyata. Setelah lulus dan menikah, kakak saya sempat tinggal di Surabaya karena suaminya masih berdinas di sana namun sekarang kakak saya sudah kembali ke Jakarta dan tinggal di rumah dinas suaminya. Sedangkan saya, setelah menikah, langsung pindah ke Bandung, ikut suami saya yang memang berdomisili di Bandung.
Alhamdulillah sampai saat ini, tidak pernah ada satu pun keluhan yang dilontarkan oleh orangtua saya ketika melihat kedua anak perempuan yang begitu dijaganya saat kecil kini telah pergi meninggalkan rumah. Kami memang masih sering berkumpul di rumah orangtua minimal 1 bulan sekali. Apalagi dengan adanya cucu-cucu, rasanya kebahagiaan orangtua saya pun semakin bertambah, aamiin.
Satu hal luar biasa yang saya pelajari dari orangtua saya adalah kesiapan menjadi orangtua bukan hanya diperlukan saat di awal saja, yaitu ketika kita harus siap begadang tiap malam saat bayi kita menangis, siap menjadi pelindungnya setiap saat, siap menangani sakitnya di rumah, siap menghadapi susahnya balita kita untuk makan dan kesiapan lainnya di awal kehidupan anak kita. Namun kesiapan menjadi orangtua juga harus selalu ada sampai akhir, saat kita siap melepas kepergiannya dari rumah untuk membangun rumah tangganya sendiri.
Anak memang titipan Allah. Dan ini lah yang benar-benar harus diresapi oleh setiap orangtua. Bismillah, semoga kita semua, para orangtua baru, bisa amanah dalam menjaga titipan ini dan bisa selalu siap untuk menjadi orangtua. Aamiin
Terima kasih banyak untuk segalanya papa mama ♡♡

Pemindahan nilai manfaat


Tahu film toy's story? Buat para generasi 90an, film ini menemani dengan setia tumbuh kembang kita sejak SD hingga masa kuliah. Di saat tokoh utamanya berusia SD, kita juga sedang duduk di bangku SD, begitu pula saat tokoh utamanya akan masuk kuliah, kita juga sedang berada di masa-masa perkuliahan. Walaupun seri terakhirnya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu tapi bagi anak saya yang baru berusia 2 tahun, film ini adalah film yang baru untuk dia dan cukup pas menjadi tontonan favoritnya. 

Saat pertama menonton film ini mungkin saya tidak terlalu menyadari bahwa ternyata ada sebuah pelajaran penting dari film ini, namun karena sering menemani si kecil menonton ulang film ini, akhirnya saya menangkap sebuah pesan penting yaitu tentang memindahkan nilai manfaat. Saat tokoh utamanya (Andi) harus mengikhlaskan mainan kesayangannya (woody dkk) untuk diberikan kepada seorang anak kecil yang juga sangat sayang kepada mainan-mainannya maka di situlah ada sebuah pelajaran bahwa di satu titik waktu tertentu, ada kalanya kita harus bijak memindahkan nilai manfaat sebuah barang yang mungkin sudah tidak kita gunakan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Keputusan ini memang terkadang terasa begitu berat, bahkan di film ini pun digambarkan bahwa sang tokoh utama sempat galau saat akan menyerahkan mainan kesayangannya namun akhirnya dia menyadari bahwa keputusan tersebut adalah yang terbaik baginya juga bagi mainannya. 

Nilai penting dari film ini sangat bisa diaplikasikan di kehidupan kita sehari-hari. Saya sendiri juga pernah memiliki koleksi donal bebek yang begitu saya sayangi. Saya mengoleksi banyak pernak pernik ini sejak duduk di bangku SD. Saat kuliah bahkan boneka-bonekanya masih menemani saya saat tidur. Ketika saya akan menikah, barulah saya mulai memilah kembali apa saja yang masih akan saya simpan dan apa saja yang akan saya berikan kepada orang lain. Akhirnya saat ini tinggal tersisa satu kotak kecil koleksi donal bebek yang kini sudah dijadikan mainan oleh anak pertama saya dan sisanya sudah saya berikan kepada saudara terdekat saya yang masih kecil. 

Sebenarnya, pemindahan nilai manfaat ini sudah diajarkan oleh orangtua saya sejak kecil. Saat ada barang yang sudah tidak akan dipakai maka sebaiknya diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Prinsip ini berlaku untuk banyak hal, bisa baju, tas, sepatu bahkan buku pelajaran atau buku kuliah. Begitu pula dengan kondisi di saat akan membeli sebuah barang baru. Dengan adanya barang baru maka kemungkinan akan ada barang lama yang menjadi jarang dipakai atau bahkan tidak digunakan lagi. Prinsipnya adalah saat ada barang yang baru dibeli maka harus ada barang yang diberikan kepada orang lain. 1 in 1 out.

Hal ini sebenarnya terlihat sangat sederhana namun jika ingin direnungkan lagi lebih dalam, pemindahan nilai manfaat ini sungguh bisa memberikan kepuasan sendiri dalam hati kita. Selain menjaga agar jumlah barang (harta) kita tidak terus menerus bertambah, di sisi lain, mungkin kita juga bisa memenuhi kebutuhan orang lain terhadap suatu barang. Biasanya saya memberikan barang-barang yang sudah tidak saya pakai ke saudara terdekat atau ART di rumah, bisa saat hari raya atau kapanpun saat ada waktunya. Untuk buku pelajaran atau kuliah, saya juga terkadang memberikannya kepada adik kelas saya di kampus atau saudara terdekat yang membutuhkan. Percayalah, saat melihat barang yang kita berikan itu dipakai oleh orang lain, maka di situlah saya merasa senang karena bisa memindahkan nilai manfaat barang tersebut dari saya kepada orang tersebut. 

Jika melihat dari sisi barang yang kita berikan itu, seperti mainan yang ada di dalam film toy's story, saya yakin mereka pun lebih merasa senang saat dirinya bisa dipakai walaupun harus berganti pemilik dibandingkan hanya diletakkan di gudang tanpa bisa memberikan nilai manfaat. Jadi, yuk beres-beres lemari kita dan pilah kembali barang-barang mana yang masih akan dipakai dan mana yang sudah tidak akan dipakai lagi. Berbagilah ! karena dengan berbagi, kita justru akan semakin bahagia.