Selasa, 20 Maret 2012

Pahlawan masa kini

Ketika jam di ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Tangerang menunjukkan pukul 17.30, kami mendengar suara rintihan seorang anak yang menahan rasa sakit dan derap kaki yang terburu-buru, bergerak cepat memasuki ruang IGD. Pasien baru telah datang.

Setelah anak berbaju seragam putih merah itu dibaringkan diatas kasur IGD, seorang lelaki muda dengan usia mendekati 20 tahun , yang tadi telah menggendong anak kecil ini masuk , mulai berbicara kepada kami dan meminta pertolongan kami. Lelaki ini terlihat sedikit panik. Dia segera mengambil saputangan miliknya, lalu membasahinya dengan air dan berusaha untuk membersihkan darah yang ada di sekitar luka. Kami berpikir bahwa lelaki ini adalah keluarga atau kerabat dari pasien.

Kami pun bergegas memberi kabar kepada perawat bedah yang sedang bertugas di ruangan lain mengenai kehadiran pasien baru. Setelahnya, barulah kami mulai menanyakan kronologis kejadian yang dialami anak dengan luka robek pada kaki di bagian bawah lutut itu. Anak itu bercerita dengan panik karena melihat banyaknya darah yang keluar dari kakinya. Lukanya cukup besar, otot dalamnya pun terlihat dengan jelas. Akhirnya, kamipun bertanya kepada lelaki yang mengantarnya tadi yang kami yakini sebagai keluarganya. Tapi, ternyata, lelaki ini bukanlah keluarga ataupun kerabatnya. Dia hanyalah seorang lelaki yang tidak sengaja lewat di dekat lokasi kejadian dan melihat kondisi anak itu lalu segera membawanya ke Rumah Sakit. Dia pun tidak terlalu mengetahui kronologis kejadiannya apalagi identitas dari si anak. Yang dia ketahui hanyalah kondisi pasien yang harus segera diobati. Lelaki ini terus berdiri di samping kasur pasien sambil menunggu datangnya perawat dengan wajah penuh kekhawatiran dan iba. Tidak lama setelahnya, perawat pun datang dan segera memberikan pertolongan kepada pasien.

Memang sulit menemukan sosok pahlawan berhati mulia saat ini. Tapi, ketika aku melihat ketulusan dari seorang lelaki muda di ruangan IGD ini, aku pun menjadi percaya, bahwa hati yang mulia itu masih tersedia di bumi Indonesia walaupun sudah menjadi barang yang sangat langka. Lelaki itu mungkin bukan siapa-siapa, tapi dia adalah pahlawan bagi anak yang ditolongnya. Subhanallah.. Semoga Allah membalas semua kebaikannya, aamiin...


Sabtu, 03 Maret 2012

Anak-anak

Bekerja di stase anak memang memiliki pengalaman dan pelajaran yang sedikit berbeda jika dibandingkan dengan stase lainnya. Biasanya saya dan teman-teman lebih banyak mempelajari hal-hal baru dalam bidang medis yang saya lihat secara langsung di masyarakat seperti korban kecelakaan lalu lintas, penyakit kanker dan penyakit-penyakit menyeramkan lainnya. Di stase anak, saya memperlajari banyak hal baru yang membuat saya dan teman-teman semakin mensyukuri rahmat dan anugrah dari Yang Maha Kuasa.

Di stase anak, saya harus mencari pasien sendiri. Akhirnya, saya dan kelompok mulai berusaha menyusuri wilayah di sekitar Salemba untuk mencari anak-anak yang giginya bermasalah dan mau dirawat oleh kami. Kami mencari selama beberapa hari , menyusuri jalanan kecil Paseban, Salemba Tengah, Salemba Bluntas hingga ke daerah Percetakan Negara.

Inilah Jakarta. Begitu keluar dari kampus UI yang terkesan mewah karena gaya hidup dosen dan mahasiswanya, kami langsung dapat menemukan rumah yang hanya terdiri dari seng dan berukuran tidak lebih dari 3 m x 3 m. Itu adalah rumah dari anak yang menjadi pasien saya. Ibunya bekerja sebagai buruh cuci sedangkan ayahnya tidak bekerja. Pasien teman-teman saya pun bernasib sama. Rumah dengan ukuran sekitar 3 m x 5 m , dihuni oleh sekitar 10 orang. Cukup menyedihkan melihatnya. Setiap kami menjemput dan mengantar anak-anak itu pulang ke rumahnya, semakin kami merasa miris namun mensyukuri nikmat dari Allah.

Setelah beberapa minggu dirawat, akhirnya kami mengajak anak-anak itu untuk makan bersama di sebuah mal dekat kampus kami, Atrium Senen. Sebuah Mal yang mungkin dianggap tidak berkelas oleh sebagian orang. Jarak antara Mal Atrium Senen dengan rumah anak-anak ini cukup dekat, waktu tempuhnya tidak sampai 10 menit jika menggunakan kendaraan bermotor. Tapi, sejujurnya, saya dan teman-teman cukup terkejut ketika melihat reaksi anak-anak itu setelah masuk ke dalam Mal. Mereka sangat senang dan begitu excited saat melihat lift, menaiki escalator, melihat banyak manekin, bermain perosotan di Mcd dan melihat betapa tingginya gedung Mal yang terdiri dari 5 lantai.

Ternyata, adegan yang pernah saya lihat di film, benar-benar terjadi di depan mata. Mereka adalah anak-anak yang jarang sekali mendapatkan hiburan, padahal mereka tinggal di ibukota Jakarta. Senang sekali saat melihat senyum kelelahan di wajah mereka. Selama berada di Mall, mereka berlari-lari dan saling berebut untuk menaiki escalator, tapi mereka senang. Itulah yang membuat kami pun ikut senang.