Senin, 23 Desember 2013

6 hari menjadi calon ibu

Semua perempuan pasti ingin menjadi seorang ibu karena itulah yang membuat dirinya merasa menjadi perempuan seutuhnya, begitupun dengan saya. Sebelum menikah, sekitar 5 hari sebelum hari H, saya menjalani pemeriksaan TORCH (TOxoplasma, Rubella, CMV, HSV ) untuk mempersiapkan kondisi saya sebelum hamil kelak. Ternyata, salah satu virus telah berada di dalam tubuh saya saat tes itu dijalankan, nilai IgM CMV saya positif. Setelah berkonsultasi dengan dokter kandungan, saya harus menjalani pengobatan antivirus dan menunda kehamilan selama satu bulan. Sebuah perasaan khawatir pun sempat menghampiri saya tapi saya percaya Allah akan selalu memberikan yang terbaik kepada hambaNya. Dengan terus berprasangka baik terhadap rencanaNya, akhirnya setelah selama satu bulan menjalani pengobatan, alhamdulillah, hasil CMV saya pun sudah negatif dan saya sudah boleh hamil. Usia pernikahan kami memang baru menginjak dua bulan, tapi saya dan suami sudah berprogram untuk segera memiliki momongan. 

Minggu, 15 desember 2013 ( hari 1) 
Sejak beberapa hari yang lalu, saya mulai merasakan tanda2 yg aneh dari tubuh saya. Mudah lelah, kram perut dan beberapa tanda lain yang membuat saya kurang nyaman beraktivitas. Menstruasi bulanan pun sudah terlambat dua hari. Saya mulai berpikir, apakah saya hamil?, tapi saya tidak ingin terlalu berharap. Melihat kondisi saya yang sering kram perut, akhirnya suami saya memutuskan untuk segera mengecek kehamilan dengan testpack. Pagi-pagi sekali, setelah bangun tidur, saya pun menggunakan testpack yang sudah dibeli semalam. Alhamdulillah, ada dua garis yg muncul di testpack itu, walaupun garis yg satunya samar. Suami saya langsung mengonsultasikan kesamaran garis kedua itu kepada teman-teman sejawatnya sesama dokter. Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa saya positif hamil, walaupun ada baiknya untuk melakukan testpack lagi setelah 3 hari. Alhamdulillah akhirnya kabar bahagia itu pun datang juga. Saya langsung mengabari keluarga dan teman terdekat mengenai hasil testpack pagi ini sekalian meminta doa untuk kelancaran kehamilan saya. Alhamdulillah, ya Rabb, akhirnya Kau tunjukkan padaku kuasaMu, semoga kehamilan ini dapat berjalan dengan lancar sampai proses persalinan kelak, aamiin. 

Senin, 16 Desember 2013 ( hari 2 ) 
Sejak kemarin sore sampai saat ini, saya sudah mulai rajin mencari-cari informasi tentang kehamilan trimester pertama via internet. Saya juga mulai mencari dokter kandungan yang kira-kira sesuai dengan kebutuhan saya. Alhamdulillah, kakak kandung dan kakak ipar saya juga sedang hamil jadi saya pun bisa banyak bertanya-tanya kepada mereka mengenai kehamilan pertama saya ini. Saya juga banyak mengumpulkan informasi dari sahabat-sahabat saya yang sudah memiliki anak. Alhamdulillah,ternyata rasanya sungguh menyenangkan saat saya mempelajari semua hal mengenai kehamilan ini. Begitu banyak hal yang harus saya perhatikan saat ini, mulai dari makanan yang saya makan sampai aktivitas yang boleh saya lakukan. Ya Allah, sungguh luar biasa persiapan yang harus dilakukan seorang ibu dalam menyambut bayinya tercinta, terima kasih karena aku pun bisa merasakannya kini. 

Selasa, 17 Desember 2013 ( hari 3 ) 
Awalnya, suami saya merencanakan untuk memeriksakan kondisi kehamilan saya ke dokter kandungan hari ini, namun kakak saya menyarankan untuk menunggu sampai hari Jumat agar usia perkiraan kehamilan saya sudah cukup untuk dilihat kondisi kantung kehamilannya. Akhirnya, kami pun membatalkan rencana untuk ke dokter kandungan hari ini. Saya mulai mencoba untuk menyesuaikan aktivitas harian di rumah dengan kondisi kehamilan ini. Perlahan saya mulai memilah apa saja yang boleh saya lakukan dan boleh saya makan selama hamil. Sebenarnya sampai hari ini pun, saya masih sangat tidak menyangka bahwa Allah akan memberikan anugerah kepada kami secepat ini, tapi saya yakin, apapun yang sudah menjadi keputusanNya maka saya pasti mampu menjalaninya dan ini sudah pasti yang terbaik. Aamiin 

Rabu, 18 Desember 2013 ( hari 4 ) 
Tiba-tiba, saat saya baru bangun tidur, saya merasakan bagian di bawah kuping kanan saya terasa sangat sakit dan bengkak, apakah saya terkena flu? Atau radang tenggorokan?. Saya pun langsung menceritakan keluhan saya kepada suami. Setelah diperiksa olehnya, suami saya mengatakan bahwa kondisi tenggorokan saya baik-baik saja, tapi kemungkinan besar saya terkena virus parotitis. Ya Allah, saya terkena parotitis saat hamil muda. Saya cukup khawatir dan takut kalau parotitis ini akan membahayakan kehamilan saya. Tapi, setelah saya mencari informasi via internet, insya Allah, parotitis ini tidak membahayakan kehamilan. Siangnya, saat suami saya sedang bertugas di Puskesmas, saya merasa sangat lemas. Untuk makan pun rasanya sangat sulit karena bengkak di kelenjar parotis ini membuat bukaan mulut saya menjadi sangat kecil dan makanan menjadi sulit dikunyah. Tapi, demi kehamilan ini, saya berusaha sekuat tenaga untuk dapat tetap makan dengan baik. Setelah saya ingat-ingat lagi, kemungkinan penyakit parotitis ini ditularkan oleh pasien saya di klinik sekitar dua minggu yang lalu. Ya, sepertinya saat itu kondisi tubuh saya memang kurang sehat. Malam ini, demam pun menyerang saya. Suhu tubuh saya mencapai 38 derajat celsius. Saya pun meminum parasetamol yang paling aman untuk dikonsumsi ibu hamil. Tapi, demam saya tidak juga membaik. 

Kamis, 19 Desember 2013 ( hari 5) 
Sampai pagi ini, kondisi saya tidak juga membaik. Setiap efek obatnya habis, demam akan kembali menyerang tubuh saya. Kondisi saya pun melemah. Akhirnya, suami saya memutuskan untuk membawa saya ke dokter kandungan pagi ini juga. Suami saya pun ijin untuk tidak bertugas di puskesmas. Kami berangkat menuju Rumah Sakit Hasan Sadikin dengan harapan dapat menemui dokter kandungan yang kami inginkan. Sesampainya di sana, ternyata dokter kandungan yang kami inginkan tidak praktek. Alhamdulillah, masih ada dokter kandungan yang lain yang dapat kami temui siang itu. Saya diperiksa dengan menggunakan USG dan ternyata kantung kehamilan sudah terbentuk. Usianya tiga minggu. Alhamdulillah, Ya Allah, betapa bahagianya hatiku saat melihat kantung kehamilan itu. Saya benar-benar hamil. Dokter hanya menyarankan saya untuk meminum asam folat dan penguat rahim, sepertinya kandungan saya baik-baik saja. Untuk parotitis yang saya derita, dokter mengijinkan untuk meminum antibiotik yang paling aman untuk dikonsumsi ibu hamil. Alhamdulillah, akhirnya kami mendapat pencerahan mengenai hal ini. Saya pun pulang dari RSHS dengan perasaan yang sangat bahagia. Rasanya tidak sabar untuk bisa kontrol kembali bulan depan untuk mendengar detak jantung janin yang ada di dalam perutku. Namun, di perjalanan pulang, demam kembali menyerang. Kondisiku kembali melemah. Semoga saja, setelah aku meminum antibiotiknya nanti malam, kondisiku akan jauh lebih membaik. Aamiin. Terima kasih ya Allah, aku sangat bahagia dapat bertemu dengan calon bayiku hari ini. Alhamdulillah. 

Jum'at, 20 Desember 2013 ( hari 6 ) 
Semalam, kondisi saya sudah lebih membaik. Begitupun dengan pagi ini. Sepertinya puncak demam penyakit parotitis ini pun sudah lewat. Walaupun saya sudah tidak demam, tapi kondisi badan saya masih cukup lemas. Setelah sarapan, saya pun kembali tidur di kasur. Saya juga mulai merasakan kembali kram di perut saya. Kata dokter, ini adalah hal yang wajar karena rahim saya sedang membesar. Sekitar jam 10 saya terbangun dan masih merasakan kram di perut saya. Tidak lama kemudian, saya merasakan ada flek yang keluar. Saya mulai panik. Saya langsung bertanya kepada kakak ipar saya mengenai hal ini. Namun, menurutnya jika flek yang keluar tidak banyak, insya Allah tidak masalah. Akhirnya, saya pun mencoba untuk tidur lagi dan mengistirahatkan badan saya. Saya khawatir flek ini keluar karena saya kelelahan. Jam 12.30, ibu mertua saya membangunkan saya untuk makan siang, tiba-tiba saya merasakan kram perut yang belum juga hilang dan flek yang masih keluar. Saya kembali panik. Saya langsung menghubungi kakak saya dan menceritakan semuanya. Menurutnya, kalau flek saja tanpa kontraksi, itu tidak menjadi masalah. Tapi, kalau flek yang keluar disertai dengan kontraksi, lebih baik saya bedrest saja, tidak turun dari kasur sama sekali. Saya pun langsung menghubungi suami saya dan suami saya yang saat itu baru selesai shalat jumat, langsung berencana untuk pulang. Sambil beristirahat di atas kasur, saya mencoba untuk makan bubur karena saya harus minum obat siang ini. Sekitar jam 1 siang, tiba-tiba darah mulai keluar. Saya langsung memanggil ibu mertua saya dan mengatakan kalau sekarang bukan hanya flek tapi sudah darah. Saat itu pun saya langsung berpikir bahwa saya akan kehilangan calon bayi saya. Awalnya darah yang keluar hanya sedikit, tapi setelah saya mencoba memakai pembalut, darah semakin banyak mengalir dan gumpalan-gumpalan darah pun sudah keluar. Saya langsung menghubungi suami saya yang saat itu sedang di dalam perjalanan. Saya menceritakan semuanya. Entah bagaimana, saat itu Allah memberikan ketenangan dalam diri saya. Seketika saja, saya pun mengikhlaskan segalanya. Rasa sakit dari kontraksi perut ini masih terus menyertai pendarahan ini. Ibu mertua saya pun terlihat sangat khawatir dengan keadaan saya. Siang itu, saya sampai harus berganti pembalut sebanyak lima sampai enam kali. Pendarahan yang terjadi begitu hebat dan menguras tenaga saya. Saat masih berada di perjalanan, suami saya meminta saya untuk segera bersiap-siap karena setelah suami saya sampai di rumah, kami akan segera berangkat menuju RS Hermina Pasteur. Sekitar jam 3, suami saya sampai di rumah. Saat itu, saya pun masih berada di kamar mandi untuk mengganti pembalut yang ke sekian kalinya. Gumpalan darah yang keluar sudah semakin banyak. Setelah siap, saya pun dipapah suami saya menuju mobil dan kami langsung berangkat menuju Rumah Sakit bersama dengan ibu mertua saya. Sesampainya di RS Hermina Pasteur, saya langsung dibawa masuk ke ruang IGD dan diperiksa oleh dokter jaga di sana. Alhamdulillah, dokter yang kemarin baru saja kami temui di RSHS juga praktek di sini sore ini. Setelah beliau datang, saya pun dibawa ke dalam poli dan diperiksa kembali dengan menggunakan USG. Dokter mengatakan bahwa kantung kehamilan saya sudah kolaps, tidak bisa dipertahankan lagi. Sisa jaringan pun masih ada di dalam rahim saya sehingga dokter menyarankan untuk dilakukan kuretase. Akhirnya, operasi kuretase pun direncanakan akan dilakukan pada pukul 19.00. Dokter masih belum bisa memastikan apa penyebab dari keguguran yang saya alami karena ini adalah kehamilan pertama, keguguran pertama dan usia kehamilan pun masih sangat muda, 3 minggu. Banyak sekali kemungkinan yang bisa menjadi penyebab keguguran ini, bisa karena infeksi parotitis yang saya alami, bisa karena kelainan kromosom atau hal lainnya. Hasilnya mungkin akan bisa diketahui setelah jaringan di dalam rahim saya ini berhasil dikeluarkan dan diperiksa di bagian patologi anatomi. Alhamdulillah, kuretase di bawah anestesi umum pun berjalan dengan lancar. Rasa sakit yang saya rasakan sejak jam 1 siang hingga jam 7.30 malam pun akhirnya sudah berhenti. Ternyata keguguran itu rasanya sakit sekali. Saya belum pernah merasakan sakit sehebat itu. Malamnya, saya sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan untuk beristirahat. Ditemani oleh suami, ibu mertua dan ibu kandung saya, rasanya sungguh menenangkan. Saya yakin, Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hambaNya, termasuk bagi saya dan suami. Keguguran ini saya anggap sebagai sebuah ujian dari Allah sebagai bukti cintaNya. Saya dan suami pun bersyukur masih diberikan kesempatan untuk merasakan menjadi calon orangtua dalam waktu 6 hari. Allah ingin menunjukkan kepada kami, bahwa kami bisa menjadi orangtua namun sepertinya waktunya belum tepat sehingga Allah mengambil kembali calon janin yang sempat dititipkanNya di dalam rahim saya. Terima kasih ya Allah, terima kasih banyak atas segalanya, terima kasih karena Kau telah mengijinkan hamba untuk menjadi calon ibu selama 6 hari. Alhamdulillah. :")

Jumat, 20 September 2013

Rumah Bunda :")

"Bun, Fikri pulang agak malam ya, kerjaan di kampus belum selesai." 
" Ya sudah, hati-hati ya nak, jangan terlalu malam." 

Ku tutup telepon dari anak laki-lakiku, Fikri. Dia sudah berada di tingkat akhir kuliahnya sehingga dia lebih sering menghabiskan waktunya untuk berada di kampus. Biasanya, di saat matahari akan terbenam, Fikri sudah pulang dan mulai menemaniku di rumah yang sederhana ini. Dia akan menceritakan semua kegiatannya di kampus, tentang dosen pembimbing yang sangat dia takuti, tentang tugas kuliah yang tidak pernah ada habisnya, atau bahkan terkadang dia juga menceritakan tentang teman perempuan yang cukup menarik perhatiannya. 
Fikri, tidak terasa, kini kau sudah tumbuh besar menjadi seorang pemuda. 

Aku hanya tinggal berdua dengannya saat ini. Suamiku sudah meninggal karena kanker yang dideritanya setahun yang lalu. Anak perempuanku, Fiza, sudah menikah dan pindah bersama suaminya ke Maluku Utara. Rumahku ini terasa semakin sepi. Tapi di rumah inilah sejuta kenangan tentang keluarga kecilku tetap hadir menemani. Setelah pensiun dari pekerjaanku, kini kesibukanku hanyalah mengurus rumah, mengurus Fikri dan sedikit membaca buku-buku Islam. 

Tanpa terasa, sudah satu tahun suamiku pergi. Kalau dia masih ada di sini sore ini, di saat Fikri belum pulang, pasti dia akan mengajakku menonton acara favoritnya di televisi atau hanya sekedar memintaku untuk membuatkan teh hangat sebagai temannya membaca koran sore. Aku merindukan masa-masa itu. 
Ah, bi, andai kau masih ada disini. Sebentar lagi sudah mau bulan puasa. Aku merindukan kebersamaan kita dua tahun lalu, saat kau masih mengimami setiap shalat tarawih kita di rumah, saat Fiza dan Fikri masih bergantian membantuku menyiapkan makanan untuk berbuka. Aku merindukanmu, bi. Aku merindukan kehangatan suasana di rumah ini. 

Ah, sudahlah, daripada berangan-angan yang tidak ada manfaatnya, lebih baik aku ambil koran sore dan surat-surat yang belum ku ambil dari kemarin di depan rumah. Aku langkahkan kaki menuju halaman rumah dan saat aku buka kotak pos hitam di depan pagar rumah, aku temukan tiga surat. Ada surat tagihan telepon, undangan pernikahan keponakanku di Jakarta dan sebuah surat dengan amplop berwarna cokelat. Ini surat dari Fiza, Alhamdulillah. 

Ya, Fiza, anakku yang satu ini memang selalu ku rindukan. Setelah menikah dua tahun yang lalu, dia tinggal di sebuah desa yang cukup terpencil di Maluku Utara untuk menemani suaminya yang bekerja di sebuah perusahaan tambang nikel di sana. Di tempat tinggalnya, terkadang sinyal ponsel pun tidak ada. Kalau bukan untuk sesuatu yang sangat penting dan mendadak, dibandingkan dengan mengirim e-mail atau menelepon saat dia sedang berada di kota, dia lebih suka mengirimiku surat, katanya biar lebih seru. 

"Asslamualaykum, Bunda sayang, apa kabarnya di Bandung? Bunda sehat kan? Fikri bagaimana? Dia nggak nakal kan bun? Kalau dia bikin pusing bunda, kasih tau Fiza ya, biar nanti Fiza omelin. Hehe.. Oiya Bun, kemarin bang Dhika dimintain bantuan sama warga sekitar supaya aku bisa mengajar mengaji anak-anak di Masjid dekat sini. Alhamdulillah, Bun, akhirnya aku bisa mengajar lagi, walaupun gajinya memang masih sangat kecil. Di sini, walaupun mayoritas muslim, tapi mereka masih kekurangan tenaga untuk mengajar Al-Qur'an. Doakan aku berhasil di sini ya, bun. Aamiin.. " 

Alhamdulillah, akhirnya Fiza mendapatkan kegiatan baru yang disukainya. Beberapa waktu lalu, saat dia berkesempatan pulang ke rumah, dia sempat mengatakan kepadaku bahwa dia sangat rindu mengajar. Dulu, sebelum menikah, dia adalah seorang guru di SD dekat rumah kami. Dia sangat suka mengajar. Sejak lulus SMA, dia mengatakan kepadaku bahwa dia ingin menjadi guru. Berbeda dengan adiknya, Fikri, yang sangat mengidolakan Abi nya sehingga memilih masuk teknik. 

" Oiya, Bun, mungkin lebaran tahun ini, Fiza nggak bisa pulang karena bang Dhika diminta atasannya untuk tetap di sini sampai lebaran. Padahal, Fiza udah kangen banget sama Bunda, semoga Allah kasih jalan untuk bisa pulang ya Bun. Sampaikan salam kecup untuk Fikri, semoga skripsinya cepat selesai. Oiya, ada salam juga dari bang Dhika. Ya sudah, baik-baik di sana ya Bunda sayang, terimakasih untuk doa-doanya. Fiza sayang Bunda, Wassalamualaykum" 

Ya, lebaran tahun ini, Fiza tidak bisa pulang. Itu berarti hanya akan ada aku dan Fikri. Sepinya rumah ini. Ah, ya sudahlah, Fiza sudah punya kehidupan baru dengan suaminya, aku harus bisa mengikhlaskannya. Dia sedang berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya, seharusnya aku bisa mendukungnya. Ku lihat jam di dinding menunjukkan pukul 17.00, Fikri pasti masih lama akan tiba di rumah. 

*** 

"Allahu akbar, Allahu akbar " 
Adzan Maghrib membangunkanku. Ya Allah, aku tertidur setelah membaca surat dari Fiza tadi sore. Aku langsung bergerak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu dan bersiap shalat maghrib. Tiba-tiba bel pintu rumahku berbunyi..

 "Assalamualaykum, Bundaaa..". Itu suara Fikri. Aku kembali berjalan ke ruang tamu dan membukakan pintu untuknya. 

"Waalaykumussalam, lho, Fik, sudah pulang?" 

"Iya Bun, tadi tiba-tiba dosen pembimbing Fikri ada acara mendadak, jadi Fikri nggak jadi bimbingan sampai malam"

 "Oh, Alhamdulillah kalau begitu, ya sudah, ambil air wudhu sana, Shalat Maghrib yuk ". 

Suasana berjamaah kali ini memang tidak pernah sama dengan dulu. Sekarang aku hanya tinggal berdua. Tidak ada lagi mengaji berempat di mushola rumah ini. " Ya Allah, berkahilah kehidupan kami , sampaikanlah kami pada bulan penuh ampunanMu dan kumpulkanlah kami kembali di dalam surgaMu, Aamiin. Aku sangat merindukan anakku, ya Rabb". Ku panjatkan doa penuh harap kepada Sang Maha Kuasa seusai shalat. Tiba-tiba terdengar lagi suara bel pintu rumah kami. Fikri yang sudah selesai melipat sarung dan sajadahnya langsung bergerak menuju depan rumah dan membukakan pintu.

"Assalamualaykum, Bundaaa" 

Itu adalah suara Fiza. Alhamdulillah ya Rabb, terima kasih. Aku langsung memeluknya. 

"Waalaykumussalam, kok tiba-tiba pulang ke rumah bunda tanpa kasih kabar. Katanya kamu nggak bisa pulang sama Dhika" , menantuku pun mencium tanganku setelah kulepaskan pelukan Fiza. 

" Iya, Bun. Tadi pagi, tiba-tiba, atasan bang Dhika memberikan tugas mendadak. Senior bang Dhika yang harusnya dinas di Bandung, tiba-tiba masuk Rumah Sakit kemarin malam. Jadi, tadi pagi, bang Dhika diminta untuk menggantikannya dan dinas di sini selama dua bulan. Maaf Bun, tadi aku nggak sempat telepon Bunda" 

"Alhamdulillah, iya nggak apa-apa nak, ibu udah senang sekali kamu bisa pulang berdua dengan Dhika sebelum puasa" 

"Aku nggak cuma berdua Bun.."

 "Sama siapa lagi?" , aku melihat ke sekeliling dan tidak menemukan siapapun. 

" Ini, Bun ", Fiza memegang perutnya. 

"Aku bertiga, sama calon cucunya Bunda", Fiza melanjutkan bicaranya.

 "Alhamdulillah" Aku kembali memeluk Fiza dengan mata yang berkaca-kaca, lalu aku pegang perutnya yang sudah mengandung janin berusia empat minggu itu. 

Maghrib itu, aku kembali merasakan betapa besar anugerah yang diberikan olehNya. Walaupun di Ramadhan tahun ini, suamiku telah pergi meninggalkan kami semua, tapi kini ada anggota baru di dalam kehangatan rumahku. Rumahku kembali mendapatkan cahayanya.Terima kasih ya Allah. 

Rabu, 26 Juni 2013

A Dream Come True.. (part2)


Labbaik Allahuma Labbaik, Labbaika Laa Syarika Lakaa Labbaik, Innal Hamda Wan Ni'mata Laka Wal Mulka Laa Syariikalah..

Ya Allah, akhirnya aku memenuhi panggilanMu untuk melaksanakan umrah. Alhamdulillahirobbil'alamin. Lagi-lagi, Kau memberikanku hadiah berharga di tahun ini. Selama 4 jam perjalanan menuju Mekah, aku berusaha menyiapkan diriku untuk bertemu dengan Ka'bah. Bangunan yang telah dibangun oleh ayahanda Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail berabad-abad lalu. Sebuah pusat kegiatan muslim di dunia yang bahkan pancarannya terlihat dari luar angkasa.

Jam Hijau yang terlihat dari kejauhan
Setelah mengambil miqat di Masjid BirAli, aku sekeluarga sudah siap untuk menjalankan umrah malam ini. Setibanya di Mekah, sebuah jam besar begitu menarik perhatianku. Dia terlihat dari kejauhan karena ukurannya yang sangat besar, berwarna hijau dan ada asmaMu disana. Jam ini terletak di ujung zamzam tower yang berada di halaman Masjidil Haram. Hatiku mulai berdebar. Melihat kemegahan Masjidil Haram dan banyaknya umat muslim disana membuatku semakin mengagumi kebesaranMu, Ya Rabb.

Dengan namaMu Ya Allah, akan ku mulai ibadah umrah malam ini. Masuk ke dalam Masjidil Haram membawa kebahagiaan yang sangat berbeda dengan saat aku memasuki Masjid Nabawi di Madinah. Megah. Bersejarah. Istimewa. Setelah masuk lebih ke dalam lagi, akhirnya aku bertemu dengannya,  Ka'bah. Ya Allah, hati ini terasa hangat. Aku masih belum mempercayainya. Kini, Ka'bah yang besar itu ada di hadapanku. Sebuah bangunan bersejarah yang menjadi saksi perjuangan Rasulullah. Di Ka'bah inilah RasulMu melaksanakan ibadah haji. Ka'bah ini juga yang menjadi saksi atas perlawanan kaum Quraisy kepadanya dan juga saksi atas penaklukan Mekah. Ya Rabb, ku panjatkan doa penuh harap kepadaMu. Ampuni segala dosa dan masukkan kami ke dalam surgaMu. Aamiin. Ya Allah, rumahMu ini tidak pernah sepi. Setiap detiknya selalu ada ratusan hambaMu yang bertawaf dan memanjatkan doa kepadaMu, terkecuali saat shalat berjamaah sedang berlangsung.

Seusai melaksanakan tawaf, aku pun beranjak menuju bukit Safa untuk memulai ibadah sa'i. Berjalan menuju bukit Marwah sambil terus berdzikir dan berdoa kepadaMu mengingatkanku pada perjuangan Bunda Siti Hajar yang terus menerus berlari bolak balik dari bukit Safa ke Marwah sebanyak tujuh kali demi mencari air untuk anaknya tercinta, Nabi Ismail. Tidak terbayangkan betapa berat perjuangan beliau saat itu. Aku yang saat ini menjalani sa'i di dalam ruangan berpendingin, dengan lantai yang bersih dan tidak dalam keadaan menggendong seorang anak bayi saja cukup merasa kelelahan. Bagaimana dengan beliau? Ditinggal seorang diri oleh suami tercinta di gurun pasir yang sangat terik dan harus merawat anaknya yang masih bayi. Semoga Allah merahmatimu, Ya Bunda Siti Hajar. Aamiin. Ibadah kami ditutup dengan bertahalul di Bukit Marwah. Ya Allah, terima kasih atas kesempatan yang tak pernah kubayangkan akan Kau berikan secepat ini kepada hamba, kesempatan untuk melaksanakan umrah dengan keluarga tercinta. Terima Kasih Ya Allah..

Suasana Sa'i 

Allah Yang Maha Pengasih, aku masih memiliki waktu dua hari lagi di tanah haram ini. Aku akan memanfaatkan semaksimal mungkin untuk bisa beribadah di rumahMu. Masjidil Haram selalu dipenuhi oleh hambaMu tanpa henti. Terlebih lagi, ketika waktu Dzuhur dan Maghrib. Suasananya begitu menenteramkan hati. Kami semua memanfaatkan waktu untuk beribadah kepadaMu, memohon ampun kepadaMu, mendekatkan diri kepadaMu dan meminta keridhaanMu, Ya Rabb. Saat menengok ke kanan dan kiri, hanya ada pemandangan hamba-hambaMu yang sedang menjalankan shalat sunnah tahiyatul masjid, shalat sunnah rawatib, berdzikir, tilawah atau khusuk berdoa. Saat adzan berkumandang, semua langkah kaki bergerak menuju rumahMu. Toko-toko hanya ditutup sementara, bahkan beberapa penjual meninggalkan barang dagangannya di atas etalase begitu saja. Suasana yang tidak jauh berbeda dengan Madinah. Begitu pula dengan air zamzam yang mata airnya terletak sangat dekat dari sini, juga selalu tersedia di setiap pojok Masjidil Haram. Ya Rabbi, suara imam yang begitu merdu, banyaknya jamaah dan kemegahan bangunan rumahMu ini selalu membuatku ingin kembali melaksanakan shalat disini, semoga hamba bisa kembali lagi ke sini, Aamiin.

Masjidil Haram di siang dan malam hari

Mekah adalah kota kelahiran RasulMu dan tempat pertama kalinya wahyuMu diturunkan kepadanya. Aku dan keluarga mulai menyusuri titik-titik bersejarah di kota ini. Jabal Rahmah yang merupakan tempat bertemunya Bunda Hawa dengan Nabi Adam setelah diturunkan dari surga olehMu  menjadi tujuan pertama kami.  Di tempat ini, kami semua diingatkan kembali mengenai sejarah nenek moyang kami terdahulu dan bagaimana besarnya usaha yang dilakukan oleh Nabi Adam untuk bisa berkumpul lagi dengan Bunda Hawa. Setelahnya, kami beranjak ke tempat-tempat dilaksanakannya ibadah haji. Kami melihat padang Arafah yang menjadi tempat wukuf dan miniatur dari padang Mahsyar kelak, tenda-tenda di Mina dan juga tempat melemparnya jumrah. Ya Allah Yang Maha Mengabulkan Permohonan, ijinkanlah hamba dan keluarga hamba kelak untuk bisa menjalani rukun islam yang ke lima yaitu menunaikan ibadah haji di tanah haram ini, Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Jabal Rahmah

Ribuan tenda di Mina
Menyusuri kota Mekah membuatku kembali mengingat setiap jejak langkah perjuangan RasulMu. Jabal Nur dengan Gua Hira telah menjadi saksi atas sebuah peristiwa utama di saat usia Rasulullah mencapai empat puluh tahun. Malaikat Jibril mendatangi beliau dan menuntun Rasul yang buta huruf  untuk membaca, itulah saat pertama firmanMu turun ke bumi. Gua Tsur juga menjadi saksi atas mukjizatMu. Saat Rasulullah dan sahabatnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq , bersembunyi dari kejaran Quraisy, dengan sangat rapi, Kau perintahkan burung dan laba-laba untuk membuat sarang di pintu masuknya sehingga Rasulullah dan Abu Bakar dapat selamat dari kejaran kaum Quraisy yang menyangka bahwa gua tersebut tidak mungkin dimasuki seseorang. Maha Besar KuasaMu ya Rabb. 

Ya Allah, beberapa saat lagi, aku harus meninggalkan kota Mekah ini. Melakukan tawaf wada benar-benar membuatku hatiku sangat sedih. Tidak ingin berpisah. Tidak ingin pergi dari tanah haram penuh berkah ini.  Sungguh perpisahan yang sangat menyedihkan. Akhirnya, aku dan keluarga pun harus melanjutkan ibadah kami di tanah Indonesia dan meninggalkan tanah haram ini untuk sementara. Ya Rabb, ijinkan hamba untuk dapat kembali lagi ke tanah haram ini, ke Masjid ini , ke depan Ka'bah ini bersama keluarga hamba kelak. Kabulkanlah ya Rabb, Aamiin.

Terima kasih ya Rabb, untuk impian yang menjadi nyata. Alhamdulillah.. :")




Kamis, 20 Juni 2013

A Dream Come True...



Assalamualayka ya Rasulullah, ya Habiballah, ya Nabiyallah
Alhamdulillahirobbli'alamin.
Perasaanku sungguh campur aduk saat akhirnya aku menginjakkan kaki di bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Akhirnya aku bisa menghirup udara gurun pasir di Saudi Arabia, negara yang penuh dengan sejarah islam, negara yang menjadi saksi perjuanganmu. Walaupun masih harus menempuh waktu 4-5 jam menuju kotamu, aku sudah merasa sangat antusias dengan perjalanan di bus menuju Madinah malam itu. Sambil menyiapkan diri untuk bertemu dengan masjid Nabawi, sepertinya perjalanan udara selama 9 jam itu cukup memberikanku alasan untuk sedikit beristirahat di dalam bus ini.

Ya Rasulullah, tiba-tiba mataku dikejutkan dengan keindahan ciptaanNya. Masjid yang kau bangun di kota Madinah ini begitu memancarkan kecantikannya. Hatiku berdebar, tak sabar rasanya ingin segera masuk dan melaksanakan shalat disana. Alhamdulillah, Ya Habiballah, akhirnya aku dapat merasakan keindahan masjid Nabawi ini dengan lebih dekat, masjid yang menjadi tempat berjuangmu bersama para sahabat dulu. Begitu indah dan cantik. Aku tidak pernah membayangkan betapa luarbiasanya masjid ini. Air zam-zam yang tersedia di setiap pojok masjid ini membuatku tak ingin melewatkan kesempatan untuk selalu meminumnya seusai shalat. Suasana masjid ini begitu menyejukkan. Begitu banyak umatmu yang berbondong-bondong masuk ke dalam masjid saat adzan sudah dikumandangkan. Benar kata orang-orang, di tanah haram ini, saat adzan sudah berkumandang, maka semua akan berjalan menuju asal suara adzan itu. Semua bergerak secara bersama-sama, meninggalkan semua aktivitasnya, meninggalkan barang dagangannya tergeletak di jalanan tanpa ada yang menjaganya. Kami semua ingin memenuhi panggilanNya, kami semua saudara di tanah haram ini, saudara seiman. Betapa bahagia rasanya ketika melihat jamaah yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, seperti yang telah Allah firmankan dalam AlQur'an, kini berada di satu tempat menjalani shalat yang dipimpin oleh satu imam dengan satu bahasa dan gerakan yang sama. Ya Rasulullah, semakin kurasakan indahnya islam. Terlebih lagi, setiap shalat fardhu selesai dilaksanakan, kami akan melaksanakan shalat ghaib untuk seluruh muslimin dan muslimat yang berpulang kepadaNya di hari itu.

Kecantikan Masjid Nabawi

Kerinduanku padamu semakin memuncak ketika tiba waktunya untuk berziarah ke makammu. Assalamualayka Ya Rasulullah. Akhirnya aku bisa mengunjungi makammu, berada sedekat itu denganmu.  Ya Rasul, memasuki Raudhoh ini memang membutuhkan kesabaran, tapi tentu tidak akan sebanding dengan kesabaranmu dan para sahabat terdahulu. Sebuah taman surga yang terletak di antara rumahmu dan mimbarmu ini menjadi tempat yang dirindukan oleh seluruh umatmu. Kupanjatkan doa penuh harap kepadaNya dengan sepenuh hati. Kerinduan yang telah lama hadir kini terjawab dengan airmata. Berada begitu dekat denganmu membuat tubuhku bergetar dan hatiku tak hentinya merasakan karunia yang begitu besar. Aku ingin berada disini lebih lama. Ya Rasul, semoga aku bisa bertemu langsung denganmu di surgaNya nanti. Ya Allah, kabulkanlah, aamiin. 

Kerinduanku kepada para sahabatmu pun terbayar sudah di sini. Assalamualayka Ya Khalifatu Rasulillah, Abu Bakar Ash-Shiddiq. Assalamualayka Ya Amirul mukminin, Umar Bin Khattab. Seketika itu juga, aku teringat bagaimana perjuangan kedua sahabat dalam membantu perjuanganmu dulu Ya Rasul. Betapa besar kekuatan cinta seorang Abu Bakar kepadamu yang membuatnya mampu menahan rasa sakit akibat gigitan hewan di dalam gua Tsur saat masa awal hijrahmu. Betapa besarnya juga cinta Umar kepadamu sampai saat berita kematianmu menyebar, beliau tidak mampu menerimanya dan malah ingin membunuh siapapun yang mengatakan bahwa dirimu telah kembali kepadaNya. Sungguh bahagia hati ini karena akhirnya aku bisa mengunjungi makam kedua sahabat terbaikmu itu. Alhamdulillah.

Ya Rasulullah, Madinah adalah kota yang sangat menyenangkan. Tata kota yang rapi, keramahan penduduknya dan kehangatan suasananya membuatku betah berada disini. Aku tidak menemukan satupun keburukan di kota ini, semua warganya menjalani kehidupan yang begitu tenang. Kami saling menebar salam di mana pun kami berada, saat memasuki lift, bertemu di depan masjid atau di mana saja. Waktuku yang hanya dua hari di kota Madinah ini membuatku ingin memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan yang ada untuk melihat semua hal yang berhubungan dengan kehidupanmu dulu, Ya Rasul. Di dekat Masjid Nabawi, aku berkesempatan untuk berziarah ke Pemakaman Baqi, tempat dikuburnya semua keluargamu kecuali bunda Khadijah dan juga beberapa sahabat yang selalu menyertai perjuanganmu dulu. Assalamualaykum ya Ahlul Baqii. 

Pemakaman Baqi 
Alhamdulillah, aku juga sempat singgah sebentar di Masjid Quba, masjid pertama yang kau bangun di kota ini dan juga Masjid Qiblatain yang menjadi tempat berubahnya arah kiblat dari Masjidil Aqsa ke Masjidil Haram setelah kau mendapatkan perintahnya dari Allah. Perjalananku melihat gunung Uhud membuatku teringat akan pamanmu tercinta, Hamzah bin Abdul Muthalib. Sang singa padang pasir yang menyerahkan seluruh jiwa dan raganya untuk membelamu itu kini dimakamkan di dekat Bukit Uhud. Kematiannya di perang uhud adalah kehilangan besar seluruh umat muslim dan kesedihan mendalam bagimu. Assalamualayka ya Hamzah.
Masjid Quba
Jabal Uhud dan Makam Syuhada Uhud
 Ya Rasul Allah, sepertinya waktuku di kota ini tidak lama, karena aku harus beranjak ke kota kelahiranmu untuk melaksanakan tujuan utamaku. Aku mohon pamit dari kotamu ini, Ya Rasul. Berat rasanya meninggalkan kota ini. Kota yang telah membuatku merindukannya bahkan sebelum aku pernah berada disana. Sampai jumpa Madinah, semoga aku bisa kembali lagi ke kota ini untuk merasakan lagi ketenangan, keindahan, ketenteraman dan kebahagiaan yang pernah kudapatkan disini. Aamiin.

Terima kasih atas mimpi yang menjadi nyata ini Ya Allah.. :")

Senin, 22 April 2013

Lembaran Baru

"Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan 
terutama dalam bidang kesehatan. 
Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan 
martabat dan tradisi luhur jabatan Kedokteran Gigi.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya 
dan keilmuan saya sebagai Dokter Gigi.
Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan Kedokteran Gigi saya
 untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan.
Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh 
supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, 
politik kepartaian, atau kedudukan sosial.
Saya ikrarkan sumpah janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan."

Tepat dua hari yang lalu, dalam sebuah upacara yang khidmat, saya dan sekitar tiga puluhan orang dokter gigi baru lulusan FKG UI melafalkan sumpah dokter gigi ini dengan penuh kesungguhan. Akhirnya, kami resmi mengemban amanah baru sebagai seorang dokter gigi. Sebuah amanah baru untuk bisa menjadi insan kesehatan yang berguna bagi masyarakat Indonesia. Lafal sumpah ini terasa begitu dalam memasuki pikiran saya, terlebih lagi ketika diawali dengan lafazh "Demi Allah". Sebuah janji yang tidak main-main, yang harus dapat saya pertanggungjawabkan di akhirat nanti.

Upacara sumpah ini benar-benar mengingatkan saya bahwa 'lulus' bukanlah sebuah akhir, melainkan sebuah awal dari kehidupan baru saya sebagai seorang dokter gigi. Apapun pekerjaan saya kelak, apakah sebagai seorang klinisi atau seorang akademisi, ilmu yang telah saya dapatkan selama belajar kedokteran gigi haruslah dapat saya pergunakan dengan sebaik mungkin demi kepentingan masyarakat, karena saya sudah bersumpah untuk itu. 

Kelulusan ini bukanlah milik saya semata, karena dengan lulusnya saya dan teman-teman sebagai dokter gigi, maka Indonesia pun kini sudah memiliki tenaga dokter gigi baru yang masih sangat dibutuhkan di negeri ini. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pun akhirnya menambah daftar lulusannya. Dan yang paling penting, kedua orangtua saya akhirnya menyelesaikan amanahnya untuk menyekolahkan saya sampai selesai, Alhamdulillah. Perasaan bahagia dan haru menjadi satu saat akhirnya saya bisa mengucapkan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam sambil memberikan setangkai bunga mawar kepada kedua orangtua saya di acara kemarin. Setetes airmata kebahagiaan pun hadir tanpa diminta. Akhirnya, saya bisa mempersembahkan sebuah hadiah terbesar kepada mereka, walaupun ini tetap tidak dapat membalas begitu banyak pengorbanan yang telah mereka lakukan demi saya. 

Mengenang kembali betapa jatuh bangunnya kami dalam menjalani masa klinik membuat kebahagiaan itu semakin memuncak karena akhirnya kami bisa melewatinya dengan baik walaupun harus diiringi dengan banyak peluh dan airmata. Dan kini, sebuah misi baru telah menanti kami untuk dapat kami laksanakan dengan sungguh-sungguh. Mungkin, cobaannya akan lebih berat dibandingkan saat masih berada di masa klinik, namun saya yakin, semakin tinggi permasalahan yang Allah berikan, maka semakin besar juga kemampuan kita untuk melewatinya karena Allah Maha Adil, Maha Mengetahui yang terbaik bagi kita semua.

Semangat teman sejawat semua! Indonesia menanti pengabdian dan pelayanan kita sebagai seorang dokter gigi yang profesional. Lafal sumpah yang telah kita ucapkan bersama harus terus menjadi pengingat bagi kita bahwa kita semua sudah berjanji kepada Allah bahwa kita akan melakukan yang terbaik untuk profesi ini. Semangat!!

*teruntuk teman-teman yang masih berjuang, tetap semangat kawan! Sebuah perjuangan pasti berbuah manis pada akhirnya, percayalah kepada waktu terbaik yang telah ditetapkan olehNya. Semangat!

thanks for the picture, doc ^_^



Minggu, 17 Maret 2013

The Sweetest Thing

Februari 2011 adalah saat-saat pertama bagi saya untuk memulai kegiatan sebagai mahasiswa profesi (koas) di FKG UI. Masa pendidikan profesi yang katanya ditargetkan selesai dalam waktu 3 semester, pada kenyataannya, mungkin hanya 1% dari sebuah angkatan yang bisa mencapai target itu. Oleh karena hal itulah, sejak awal saya tidak terlalu "ngoyo" untuk mengejar kelulusan tepat waktu, walaupun saya tetap berusaha semaksimal mungkin. 

Kelulusan dalam pendidikan koas ini memang dipengaruhi oleh banyak sekali faktor. Untuk mahasiswa fakultas lain, mungkin faktor yang mempengaruhi kelulusan hanya berkisar di diri sendiri dan dosen. Berbeda dengan kondisi yang ada di dunia koas gigi, selain dipengaruhi oleh diri sendiri, baik segi materi maupun mental, kelulusan kami juga dipengaruhi oleh para supervisor klinik ( dosen ), jadwal kerja dengan dental unit, dan tentunya keberadaan pasien yang sangat besar andilnya dalam tercapainya gelar dokter gigi bagi kami. 

Setelah menjalani klinik selama 3 semester, alhamdulillah hanya 2 dari 74 orang , mahasiswa koas angkatan saya yang berhasil lulus tepat waktu, sedangkan saya bersama beberapa teman masih berjuang untuk memenuhi "sejibun" requirement yang belum selesai. Allah memang memberikan saya beberapa "istirahat" dalam masa koas ini, saya sempat sakit HFM selama 1 minggu saat berada di stase anak, saya juga pernah mengikuti baksos ke Palu selama 1 minggu dan acara munas PSMKGI di Bali selama 4 hari. Saya berpikir, masih ada kesempatan untuk mengejar kelulusan di Sumpah Dokter bulan November, seperti yang pernah saya targetkan dulu. Tapi ternyata Allah tidak menghendaki. Setelah Sumpah Dokter November pun terlewat begitu saja, akhirnya saya berusaha untuk mengejar Wisuda di bulan Februari 2013. Kalau saya bisa lulus di wisuda itu, berarti saya menyelesaikan pendidikan profesi saya persis 2 tahun lamanya. 

Lagi-lagi, Allah punya rencana lain untuk kelulusan saya. Satu requirement saya masih "buntu", karena belum adanya pasien yang disetujui oleh supervisor, yaitu pasien yang akan saya buatkan gigi tiruan jembatan (bridge). Sudah mencari calon pasien dari bulan Oktober dan menunjukkan kepada supervisor beberapa kali, saya belum  juga mendapatkan pasien ini. Mencari pasien memang harus yang benar-benar berjodoh dengan kita, karena ada saja halangannya. Perjuangan mendapatkan pasien ini sungguh pengalaman yang tak terlupakan untuk saya. Mencari ke kampung-kampung di daerah Salemba selama beberapa hari bahkan sampai mencari lewat media sosial (twitter) pun pernah saya lakukan demi pasien penutup ini.

Bahagia itu benar-benar hadir ketika akhirnya setelah 7 kali mencoba mengindikasikan pasien ke supervisor, pasien saya disetujui oleh supervisor di tgl 31 Januari. Alhamdulillah, Allah langsung memberikan jalan yang mulus buat saya untuk mengerjakan perawatan terakhir ini. Dalam waktu yang relatif cepat, walaupun sempat mengalami beberapa masalah , akhirnya saya berhasil menyelesaikan perawatan ini tanggal 7 Maret 2013. Hari itu, saya cukup bahagia karena pasien saya sudah bisa pulang dengan gigi tiruan baru di dalam mulutnya.  Bahagia itu kembali hadir di saat saya diijinkan untuk mendaftar ujian. Ujian terakhir di masa koas saya ! Tanggal 11 Maret, akhirnya saya mengumpulkan berkas ujian dan tiba-tiba diberitahukan oleh dosen bahwa saya akan ujian di tanggal 14 Maret 2013. ( whaaat???)

Bagaimana saya bisa mempersiapkan ujian yang bahannya sangat banyak dalam waktu 3 hari, padahal biasanya teman-teman saya mempersiapkan ujian ini dalam waktu lebih dari 1 minggu?. Lagi-lagi, Allah memang Maha Berkehendak. Beberapa hari sebelum ujian, saya diberitahu bahwa penguji saya adalah dosen yang termasuk baik dan mudah meluluskan mahasiswanya. Kembali lagi Allah memberikan kesempatan kepada saya untuk merasakan begitu banyak pertolonganNya. Alhamdulillah.

Dua hari efektif saya manfaatkan untuk belajar bersama dan mencoba latihan-latihan soal. Di saat itu pulalah saya berusaha menampung sebanyak-banyaknya doa dari orang-orang terdekat. Bahkan, dosen saya yang pernah bekerja sama di sebuah kepanitiaan tiba-tiba mengirim bbm kepada saya menanyakan perihal ujian saya dan mendoakan agar ujian dapat berjalan dengan lancar. Bahagia itu memang sederhana. Terima kasih dok. 

Hari ujian pun tiba, tidak mungkin saya tidak deg-deg an menghadapi ujian ini. Walaupun pengujinya adalah 2 dosen yang baik, saya tetap tidak tenang. Sungguh sangat berdebar, ditambah lagi, ini adalah ujian penutup saya di masa koas. Ini menentukan masa depan saya. Akhirnya, ujian berjalan dengan cukup lancar selama hampir 1 jam. Entah apa perasaan yang ada di hati saya setelah akhirnya kedua dosen ini menyatakan ujian saya sudah selesai. Saya bahagia karena akhirnya ujian ini selesai tapi masih belum tenang karena belum ada pengumuman. Alhamdulillah, Allah memberikan ketenangan kepada saya dan sebuah rasa optimis. Bahagia kembali hadir saat teman saya bercerita bahwa dia mendengar dosen penguji saya berkata " tuh Risty, udah jadi dokter gigi tuh", saat teman saya sedang belajar dengan beliau. Alhamdulillah. 

Beberapa hari lagi saya mengulang hari kelahiran saya, dan Allah sudah lebih dulu memberikan sebuah hadiah luar biasa untuk hidup saya. Sebuah kelulusan yang sudah saya nantikan sejak lama. Sebuah gelar dokter gigi yang walaupun belum "official", sudah bisa saya hadiahkan untuk kedua orangtua saya. Allah memang luar biasa. Allah selalu berhasil membuat saya tersenyum atas semua kebahagiaan dariNya. Dan, ini adalah hadiah terindah di usia saya yang hampir menginjak angka dua puluh empat. Terima kasih Ya Rabb. Atas segala cinta, anugerah, berkah dan kebahagiaan yang telah Engkau berikan kepada hamba. Berikanlah kesempatan dan kekuatan kepada hamba agar dapat selalu bersyukur dan bersyukur. Aamiin.. 

The Sweetest Thing in My Life. :")


Rabu, 20 Februari 2013

Saya rindu..

Sudah hampir 6 tahun saya berkenalan dengannya, cukup mendalaminya dan akhirnya jatuh cinta kepadanya. Pengabdian Masyarakat, saya rindu...

Tahun 2007 adalah saat pertama bagi saya untuk akhirnya mengenal lebih dalam arti dari kata pengabdian masyarakat. Saya yang semasa SMA lebih sering bermain di dunia seni budaya, akhirnya mencoba bidang baru di organisasi kampus. Waktu itu, saya masih seorang mahasiswa tingkat satu Fakultas Kedokteran Gigi yang mungkin mengartikan dunia "pengmas" dengan "sterilisasi alat baksos", karena setiap ada bakti sosial berupa pengobatan gigi gratis, mahasiswa tingkat satu memang hanya berurusan dengan air sterilisasi , sikat gigi dan alat-alat pengobatan gigi. 

Alhamdulillah, baksos pengobatan pertama saya di FKG, saya terpilih untuk masuk ke dalam tim pengobatan dan menjadi petugas sterilisasi, berbeda dengan teman-teman lain yang berada di tim penyuluhan. Bukannya saya merendahkan penyuluhan kesehatan gigi, tapi saya sudah pernah melakukannya semasa ospek di awal dulu. Di sesi pengobatan, walaupun tugas saya hanya mencuci alat yang kotor dan mengurus pengisian air kumur untuk pasien, tapi saya merasa sangat bersyukur karena bisa melihat langsung bagaimana senior-senior saya menghadapi pasiennya. Di sana jugalah saya mulai mempelajari alat-alat yang mungkin materi kuliahnya baru akan saya dapatkan di tingkat dua dan tiga. Mulai mengamati bagaimana menjadi dokter yang bisa melayani pasien dengan hati, bagaimana menangani pasien anak-anak yang hampir semuanya takut dengan dokter gigi dan bagaimana bekerjasama dalam sebuah tim pengobatan yang kompak. Baiklah, baksos kali ini sudah membuat hati saya terpaut dengan 'pengmas'.

Tahun -tahun selanjutnya, pengalaman pun makin bertambah. Jika di tingkat satu, saya hanya bisa berpartisipasi sebagai petugas sterilisasi , di tingkat dua, saya bisa menangani pasien langsung di bagian pemeriksaan. Tingkatan tugas pun makin meningkat ketika di tahun ketiga mulai menjadi asisten operator dan akhirnya di tahun ke empat, saat saya sudah masuk stase klinik, saya mulai berperan sebagai operator yang benar-benar langsung menangani pasien sendiri dengan segala peralatan yang seadanya. Tidak jarang, saya mendapatkan banyak "skill" baru dalam merawat pasien saat baksos ini. Praktek-praktek yang tidak pernah saya dapatkan di klinik kampus dengan fasilitas dental unit yang canggih , akhirnya bisa saya temukan di ruangan baksos pengobatan yang hanya bermodalkan bangku , meja sekolah dan senter. Pasien yang ditangani pun menjadi sangat beragam, mulai dari preman sampai pak RT di daerah itu. Kemampuan berkomunikasi juga menjadi hal yang cukup penting, bahkan terkadang, kami membutuhkan penerjemah ketika menghadapi pasien yang tidak bisa berbahasa Indonesia.  

Baksos di Palu, 2012
Baksos pengobatan telah menjadi kenangan yang paling indah buat saya selama berada di bidang pengabdian masyarakat ini. Alhamdulillah, pengalaman yang didapatkan dari baksos ini bukan hanya saat menjalani baksosnya saja, apalagi kalau baksos ini dilakukan di luar kota, bahkan di luar pulau. Lagi-lagi, saya bersyukur karena diberi kesempatan oleh Allah karena pernah merasakan baksos di tanah Kalimantan, Madura, Maluku dan Sulawesi. Pengalaman melalui perjalanan yang berjam-jam dengan jalanan seperti off road pun pernah saya alami. Menginap di rumah warga, mengobrol dengan bahasa daerah yang terkadang membuat saya harus bertanya apa artinya bahkan bermain voli bersama di saat kegiatan pengobatan telah selesai adalah kenangan yang membuat rasa lelah setelah menangani ratusan pasien pengobatan pun hilang seketika. 

Main voli dengan warga, kersos 2008 di Banjarmasin
Bahagia itu dirasakan saat melihat wajah pasien saya yang sudah tua tersenyum sambil mengucapkan terima kasih dengan bahasanya bahwa giginya sudah terasa lebih baik. Bahagia juga sangat terasa ketika berhasil merawat pasien anak yang tadinya menangis ketakutan menjadi sangat kooperatif menjalani perawatan giginya. Bahkan, terkadang rasa haru pun muncul ketika melihat seorang anak yang berusaha memberanikan dirinya untuk dicabut padahal sebenarnya dia sangat takut. Bahagia itu terus mengalir selama baksos itu berjalan.

Pengabdian masyarakat memang bukan hanya berkisar di baksos kesehatan gigi saja. Saya juga pernah merasakan tertular aura bahagia anak-anak panti asuhan yang pernah kami datangi untuk kegiatan taman bacaan. Di sana, kami memberikan buku bacaan untuk mereka dan mereka dengan manjanya meminta kami untuk membacakan ceritanya. Lain lagi ceritanya, saat berkunjung ke panti werdha. Nenek dan kakek yang ada di sana benar-benar sangat senang dengan kehadiran kami yang hanya datang untuk mendengarkan mereka bercerita dan memberikan sedikit makanan ringan untuk persediaan mereka. Pengabdian masyarakat ini benar-benar sudah membuat saya tertular berbagai perasaan bahagia. 

Saat ini, saya sudah berada di tingkat akhir menuju waktu kelulusan saya. Dunia koas memang sudah menyita banyak perhatian dan pikiran saya. Saya pun sudah tidak lagi berada di dalam organisasi kampus yang membuat saya semakin jauh dengan dunia pengabdian masyarakat ini. Baksos yang pernah saya ikuti semasa ini pun hanya sekitar tiga kali. Saya yakin, fase klinik yang harus saya jalani ini adalah bekal bagi saya untuk bisa mengabdikan diri lebih baik lagi nantinya di tengah masyarakat. Tapi, saya tidak memungkiri bahwa saya rindu dengan kegiatan sosial itu. Saya ingin merasakan lagi perasaan itu. Kebahagiaan dan kepuasan hati saat melihat orang yang kita rawat tersenyum dengan sangat puas. 

Saya rindu kegiatan itu dan semoga saya bisa kembali melaksanakannya dengan kemampuan yang lebih baik lagi nanti, Aamiin.. 




Rabu, 16 Januari 2013

Jakarta Banjir, lagi?

Ketika musim penghujan datang, masyarakat tidak hanya harus menyiapkan payung sebelum hujan, tapi juga bersiap untuk menghadapi luapan air hujan yang akan menyebabkan banjir dimana-mana. Jakarta memang sudah sering sekali dilanda musibah yang satu ini. Bahkan, beberapa daerah di Jakarta memang sudah dikatakan "langganan" dengan banjir ini.

Sebetulnya, kerugian pasca banjir ini tidaklah sedikit, tapi sepertinya masayarakat Jakarta masih lebih memilih untuk tetap menjadikan banjir ini sebagai sebuah tradisi. Perbaikan dan usaha untuk menanggulangi banjir sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah daerah Jakarta, tapi lagi-lagi sepertinya usaha ini belum maksimal dan belum didukung oleh seluruh masyarakat Jakarta itu sendiri. Kondisi pemukiman yang padat, pembagunan fisik yang terjadi di hampir seluruh wilayah dan kebiasaan buruk masyarakat dalam menjaga lingkungan seperti penebangan liar di daerah pegunungan dan membuang sampah ke sungai  menjadi beberapa penyebab terjadinya banjir rutin ini.

Saya sebagai warga kota sebelah, Tangerang, juga ikut merasakan tradisi banjir ini. Penyebabnya lagi-lagi karena tanah resapan air hujan yang semakin lama semakin berkurang. Pembangunan terus terjadi dimana-mana sedangkan saluran air juga semakin penuh dengan sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat sekitar. Beberapa kali, warga sudah sempat melakukan pembersihan dan perbaikan saluran air untuk mencegah terjadinya banjir. Alhamdulillah, usaha ini sudah cukup membuahkan hasil dan membuat daerah tempat tinggal saya "tidak terlalu rutin" terkena banjir. Tapi, sepertinya usaha ini masih kurang cukup karena tanah resapan air masih belum bertambah. Ketika hujan turun terus menerus, maka air akan mudah sekali untuk menggenang. 

Saat saya duduk di bangku SLTP, sekitar tahun 2002-2003, daerah tempat tinggal saya kebanjiran. Air masuk rumah walaupun hanya sekitar 2 cm di dalam rumah dan untuk berangkat ke sekolah, saya harus melewati genangan air setinggi paha orang dewasa sampai ke tempat yang kering karena disitulah mobil saya diparkir. Di tahun 2008 awal, saya kembali merasakan 'kebanjiran' dan menurut saya, banjir tahun ini merupakan yang paling parah. Air masuk ke dalam rumah setenggi betis orang dewasa dan tidak surut sampai 3 hari, akhirnya saya dan beberapa anggota keluarga harus mengungsi ke penginapan terdekat selama beberapa hari. Dan di tahun 2013 awal ini, banjir 5 tahunan kembali mampir ke rumah saya , air masuk ke dalam rumah setinggi 1-2 cm.. Ternyata, kondisi Jakarta di hari ini pun cukup parah. Titik-titik banjir menjadi bertambah, bahkan di daerah pemukiman mewah dan di pusat perkantoran Jakarta. 

Banjir di daerah Bundara HI ( merdeka.com )

Hujan adalah rahmat dan berkah dari Allah, bahkan saat hujan adalah saat yang mustajab untuk berdoa. Namun, jika kita tidak mampu mensyukuri nikmat Allah dengan menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan, maka banjir menjadi hal yang sulit untuk dihindari. Semoga banjir yang terjadi hari ini bisa cepat surut dan kita bisa lebih berusaha lagi untuk menjaga lingkungan sehingga banjir tidak lagi menjadi tradisi di Jakarta. Aamiin.