Selasa, 16 Januari 2018

Siap menjadi orangtua

Menjadi orangtua memang mengajarkan banyak hal baru. Termasuk rasa memiliki yang sangat besar kepada anak. Perasaan ini memang sudah muncul bahkan sejak bayi masih berada di dalam rahim sang ibu. Saya, yang sempat mengalami keguguran di usia kehamilan 5 minggu saja sudah bisa merasakan kehilangan, padahal di usia 5 minggu itu janin dalam rahim saya masih berupa kantung kehamilan.
Rasa memiliki ini akan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Di saat bayi kecil kita sudah beranjak balita dan ada beberapa teman yang bercanda ingin menjodohkan balita kita di usia dewasanya kelak, kita mungkin langsung terbayang masa depan bahwa kelak bayi kecil kita pun akan pergi meninggalkan kita. Mulai dari SD, saat dia mulai mandiri dari kita, lalu SMP saat dia mulai lebih senang berkegiatan di luar rumah, SMA saat dia mungkin sudah punya teman dan sahabat baru yang menggantikan posisi kita untuk menampung curhatannya dan mungkin saat kelak dia akan pergi bersama belahan jiwanya.
Memang pemikiran ini terlalu jauh ke depan namun insya Allah suatu ketika nanti, jika Allah mengijinkan, kita akan menghadapi masa ini.
Lalu tiba-tiba saya berkaca pada diri sendiri sebagai seorang anak. Saya mulai memperhatikan bagaimana orangtua saya mendidik saya. Bisa dibilang, saat SD dan SMP saya begitu dimanjakan dengan banyaknya fasilitas yang diberikan orangtua termasuk supir yang mengantar saya ke sekolah ( ini karena sekolah saya berjarak 15-18 km dari rumah). Bahkan saya baru mulai belajar naik angkutan umum sendirian dari rumah ke sekolah di saat saya sudah mau lulus dari SMP.
Beranjak ke SMA, untuk membentuk jiwa mandiri, orangtua saya menyekolahkan kedua anak perempuannya di sekolah asrama. Alhamdulillah, menurut saya, keputusan orangtua saya ini sangat tepat dan masa di SMA inilah yang akhirnya membentuk pribadi saya hingga sekarang.
Saat kuliah, saya dan kakak saya memilih untuk tetap tinggal di rumah orangtua walaupun lokasi kampus kami berjarak sekitar 40 km dari rumah. Hal ini kami lakukan karena kami berdua berpikir bahwa kelak setelah lulus kuliah, mungkin kami akan mulai merencanakan untuk menikah dan sesuai ajaran orangtua kami, bahwa kelak ketika menjadi seorang istri maka kami harus patuh pada suami termasuk jika harus pindah ke luar kota dan meninggalkan orangtua.
Dan akhirnya hal itu pun menjadi nyata. Setelah lulus dan menikah, kakak saya sempat tinggal di Surabaya karena suaminya masih berdinas di sana namun sekarang kakak saya sudah kembali ke Jakarta dan tinggal di rumah dinas suaminya. Sedangkan saya, setelah menikah, langsung pindah ke Bandung, ikut suami saya yang memang berdomisili di Bandung.
Alhamdulillah sampai saat ini, tidak pernah ada satu pun keluhan yang dilontarkan oleh orangtua saya ketika melihat kedua anak perempuan yang begitu dijaganya saat kecil kini telah pergi meninggalkan rumah. Kami memang masih sering berkumpul di rumah orangtua minimal 1 bulan sekali. Apalagi dengan adanya cucu-cucu, rasanya kebahagiaan orangtua saya pun semakin bertambah, aamiin.
Satu hal luar biasa yang saya pelajari dari orangtua saya adalah kesiapan menjadi orangtua bukan hanya diperlukan saat di awal saja, yaitu ketika kita harus siap begadang tiap malam saat bayi kita menangis, siap menjadi pelindungnya setiap saat, siap menangani sakitnya di rumah, siap menghadapi susahnya balita kita untuk makan dan kesiapan lainnya di awal kehidupan anak kita. Namun kesiapan menjadi orangtua juga harus selalu ada sampai akhir, saat kita siap melepas kepergiannya dari rumah untuk membangun rumah tangganya sendiri.
Anak memang titipan Allah. Dan ini lah yang benar-benar harus diresapi oleh setiap orangtua. Bismillah, semoga kita semua, para orangtua baru, bisa amanah dalam menjaga titipan ini dan bisa selalu siap untuk menjadi orangtua. Aamiin
Terima kasih banyak untuk segalanya papa mama ♡♡

Pemindahan nilai manfaat


Tahu film toy's story? Buat para generasi 90an, film ini menemani dengan setia tumbuh kembang kita sejak SD hingga masa kuliah. Di saat tokoh utamanya berusia SD, kita juga sedang duduk di bangku SD, begitu pula saat tokoh utamanya akan masuk kuliah, kita juga sedang berada di masa-masa perkuliahan. Walaupun seri terakhirnya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu tapi bagi anak saya yang baru berusia 2 tahun, film ini adalah film yang baru untuk dia dan cukup pas menjadi tontonan favoritnya. 

Saat pertama menonton film ini mungkin saya tidak terlalu menyadari bahwa ternyata ada sebuah pelajaran penting dari film ini, namun karena sering menemani si kecil menonton ulang film ini, akhirnya saya menangkap sebuah pesan penting yaitu tentang memindahkan nilai manfaat. Saat tokoh utamanya (Andi) harus mengikhlaskan mainan kesayangannya (woody dkk) untuk diberikan kepada seorang anak kecil yang juga sangat sayang kepada mainan-mainannya maka di situlah ada sebuah pelajaran bahwa di satu titik waktu tertentu, ada kalanya kita harus bijak memindahkan nilai manfaat sebuah barang yang mungkin sudah tidak kita gunakan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Keputusan ini memang terkadang terasa begitu berat, bahkan di film ini pun digambarkan bahwa sang tokoh utama sempat galau saat akan menyerahkan mainan kesayangannya namun akhirnya dia menyadari bahwa keputusan tersebut adalah yang terbaik baginya juga bagi mainannya. 

Nilai penting dari film ini sangat bisa diaplikasikan di kehidupan kita sehari-hari. Saya sendiri juga pernah memiliki koleksi donal bebek yang begitu saya sayangi. Saya mengoleksi banyak pernak pernik ini sejak duduk di bangku SD. Saat kuliah bahkan boneka-bonekanya masih menemani saya saat tidur. Ketika saya akan menikah, barulah saya mulai memilah kembali apa saja yang masih akan saya simpan dan apa saja yang akan saya berikan kepada orang lain. Akhirnya saat ini tinggal tersisa satu kotak kecil koleksi donal bebek yang kini sudah dijadikan mainan oleh anak pertama saya dan sisanya sudah saya berikan kepada saudara terdekat saya yang masih kecil. 

Sebenarnya, pemindahan nilai manfaat ini sudah diajarkan oleh orangtua saya sejak kecil. Saat ada barang yang sudah tidak akan dipakai maka sebaiknya diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Prinsip ini berlaku untuk banyak hal, bisa baju, tas, sepatu bahkan buku pelajaran atau buku kuliah. Begitu pula dengan kondisi di saat akan membeli sebuah barang baru. Dengan adanya barang baru maka kemungkinan akan ada barang lama yang menjadi jarang dipakai atau bahkan tidak digunakan lagi. Prinsipnya adalah saat ada barang yang baru dibeli maka harus ada barang yang diberikan kepada orang lain. 1 in 1 out.

Hal ini sebenarnya terlihat sangat sederhana namun jika ingin direnungkan lagi lebih dalam, pemindahan nilai manfaat ini sungguh bisa memberikan kepuasan sendiri dalam hati kita. Selain menjaga agar jumlah barang (harta) kita tidak terus menerus bertambah, di sisi lain, mungkin kita juga bisa memenuhi kebutuhan orang lain terhadap suatu barang. Biasanya saya memberikan barang-barang yang sudah tidak saya pakai ke saudara terdekat atau ART di rumah, bisa saat hari raya atau kapanpun saat ada waktunya. Untuk buku pelajaran atau kuliah, saya juga terkadang memberikannya kepada adik kelas saya di kampus atau saudara terdekat yang membutuhkan. Percayalah, saat melihat barang yang kita berikan itu dipakai oleh orang lain, maka di situlah saya merasa senang karena bisa memindahkan nilai manfaat barang tersebut dari saya kepada orang tersebut. 

Jika melihat dari sisi barang yang kita berikan itu, seperti mainan yang ada di dalam film toy's story, saya yakin mereka pun lebih merasa senang saat dirinya bisa dipakai walaupun harus berganti pemilik dibandingkan hanya diletakkan di gudang tanpa bisa memberikan nilai manfaat. Jadi, yuk beres-beres lemari kita dan pilah kembali barang-barang mana yang masih akan dipakai dan mana yang sudah tidak akan dipakai lagi. Berbagilah ! karena dengan berbagi, kita justru akan semakin bahagia.