Selasa, 15 Februari 2011

Cita-cita

"Susan,,,susan,,,susan,, kalau gede mau jadi apa?"
"Aku kepengen pinter,,, biar jadi dokter,,, "

Seingatku, kira-kira begitulah lirik lagu susan dan mba ria enes yang sangat populer disaat ku kecil dulu... Ya, menjadi dokter memang merupakan cita-cita hampir semua anak kecil, kecuali aku. Saat aku kecil dulu, cita-citaku sangat bercermin dari pekerjaan kedua orangtuaku. Ayah dan Ibuku adalah pegawai kantoran dan bagiku bekerja di kantor itu sangat keren. Duduk di meja, mengetik di komputer, menandatangani surat-surat, mengikuti rapat dengan bos dan yang paling aku suka adalah pergi berangkat dinas ke luar kota atau luar negeri.. Itu yang kuinginkan. Akhirnya aku memutuskan untuk menjadi insinyur sipil seperti ayahku.
Disaat aku duduk di bangku kelas 6, jumlah siswa di kelasku sebanyak 26 orang. Ketika itu, kami diberikan tugas untuk menuliskan cita-cita kami di selembar kertas dan membacakannya secara bergantian. Dari 26 anak, 23 diantaranya bercita-cita menjadi dokter. Sisa 3 orang, yaitu aku dan 2 orang temanku. Aku ingin menjadi insinyur, temanku yang satu ingin menjadi polisi dan yang satu lagi ingin menjadi guru. Saat itu, aku berpikir, kenapa hampir semua teman-temanku ingin menjadi seorang dokter? Kalau semua menjadi dokter, lalu siapa yang akan menjadi insinyur, polisi, guru dan pekerjaan lainnya??

Cita-citaku itu sempat berubah ketika aku masuk SMP karena aku baru menemukan pelajaran baru bernama fisika. Ya, pelajaran yang sangat sulit bagi aku dan teman-temanku. Entah bagaimana, saat SMP aku ingin menjadi fisikawan. Tapi, tentu saja, cita-cita itu hanya keinginan labil anak SMP yang langsung berubah ketika memasuki jenjang SMA, karena di SMA, aku semakin kesulitan menghadapi pelajaran yang satu ini. Yah, pelajaran inilah yang cukup sering membuatku harus remedial selain pelajaran Bahasa Arab.

Dunia SMA telah mengembalikan cita-citaku yang awal untuk menjadi seorang insinyur, walaupun saat itu, insinyur sudah berbeda maknanya dengan dulu. Kini, lebih dikenal dengan Sarjana Teknik. Ya, kampus impianku untuk mewujudkan cita-cita itu adalah ITB. Kampus yang sepertinya memang jago nya untuk belajar teknik dan menjadi insinyur. Cita-citaku untuk menjadi Sarjana Teknik lulusan ITB masih bertahan sampai datang waktunya USM ITB disaat aku sudah duduk di kelas 3. Di dalam kebimbanganku untuk mengikuti USM ITB itu, aku berkonsultasi dengan kakakku yang sudah berkuliah di FKG UI. Setelah perbincangan yang panjang dan perenungan yang cukup lama. Akhirnya USM ITB 1 kulewatkan begitu saja. Dan, setelahnya, aku mulai memiliki pemikiran lain untuk menjadi seorang dokter umum. Karena menurut kakakku, menjadi dokter berarti memiliki jam kerja sendiri, bebas menentukan, mau praktek jam berapa dan kapan saja. Itu sangat sesuai dengan tugasku sebagai seorang istri dan ibu nantinya. Akhirnya setelah berpikir panjang, cita-citaku bercabang menjadi dua : dokter dan sarjana teknik. Dengan pilihan kampus ITB atau UI.

Tes masuk mandiri perguruan tinggi semakin banyak dan teman-temanku pun semakin banyak yang mengikutinya. Aku pun kembali bingung, akhirnya aku kembali berkonsultasi dengan kakakku dan kembali merenungkan semuanya. Memperhitungkan jarak kampus dengan rumah, pertimbangan tinggal jauh dengan orangtua dan juga yang lainnya. Akhirnya, pilihanku jatuh pada tes SPMB dengan pilihan FK UI atau FKG UI.



Yah, perjalanan yang cukup panjang dalam sejarah cita-citaku. Kini, aku adalah seorang mahasiswa koas di FKG UI. Cita-citaku kini adalah menjadi dokter gigi yang dapat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia. Kalau kuingat lagi, cita-citaku saat kecil dulu, aku hanya bisa tersenyum dan pekerjaan dokter yang dulu aku pertanyakan kini telah menjadi pekerjaanku. Itulah misteri Ilahi..





5 komentar:

Unknown mengatakan...

aaaahh
sedih deh kenapa sih skrg ga disebut insinyur lagi, padahal keren :P

kalo dipikir2 cita2mu jelas ya ris, eh maksudnya masih inget gitu, kalo gw bahkan udah lupa pas sd pengen jadi apa, hmm

semangat klinik!
mari wujudkan cita2!

Aristyani DR mengatakan...

iya ju,, katanya kalo mau insinyur, ambil profesi lagi setaun...

hehe,, gw inget soalnya tidak sesuai dengan kondisi sekarang,,, :)

tapi, walopun begitu,, kudu semangat jadi dokter gigi sekarang! hidup klinik! hahaha,,, *tertawa miris

risyad mengatakan...

semoga berhasil kakak. bangun pagi pulang magrib dan tetesan keringat saat terkantuk-kantuk di bis DAMRI pasti akan membuahkan hasil yg sepadan, insyaAllah. semangat terus kak, dan jangan lupa doakan yg masih di meja kuliah ya.

Aristyani DR mengatakan...

terima kasih atas doanya dik risyad.. semangat terus kuliah,, lo harus lulus lebih dulu dari gw,, WAJIB!
*mana tulisan2 terbaru?

risyad mengatakan...

amin amin amin. rencananya akhir minggu ini. dan entah kenapa temanya bakal sama sama tulisan lo yg ini. udah 2x nih keduluan setelah sebelomnya ttg pak zul. awas lo fufufu