Halmahera Selatan
Tibalah waktu yang ditunggu-tunggu olehku dan Hendro, karena akhirnya kami berdua dipertemukan dengan Pak Camat dari Kayoa, salah satu wilayah di Halmahera Selatan, lokasi sasaran baksos kami. Sudah sekitar 5 hari, kami terkatung-katung tanpa kejelasan, karena pihak dinkes provinsi selalu bilang kalau untuk urusan Halsel sudah mereka urus dan kami tidak perlu khawatir, karena yang meminta kami untuk mengadakan baksos disana adalah Pak Gubernur. Wah, alhamdulillah sekali jika hal itu benar-benar terjadi dan bukan hanya omongan semata. Tapi, pada kenyataannya, warga desa Guruapin, Kecamatan kayoa itu baru mengetahui akan diadakan baksos di wilayahnya ketika aku tiba disana. Sabtu pagi, 24 Juli 2010, pukul 02.00 dini hari, aku baru menginjakkan kakiku di pulau Guruapin setelah menempuh kurang lebih 5 jam perjalanan laut menggunakan kapal motor. Subhanallah, ombak di malam hari itu membuatku cukup mabuk laut dan hanya mengijinkanku untuk makan malam sebentar sebelum akhirnya aku meminum antimo dan tertidur sampai kapal itu mencapai dermaga desa Guruapin.
Pagi-pagi sekali, akhirnya aku bertemu dengan pihak puskesmas desa setempat, Dr.Oskar yang ternyata adalah suaminya kk kelasku, Drg.Betty , lulusan UI thn 2002. ( Mereka berdua PTT disini, hmm,, inspiring,, ) Awalnya, Dr.Oskar cukup marah karena merasa kedatanganku dan hendro sangat tiba-tiba dan membuat pihak Puskesmas harus memundurkan jadwal Puskeslingnya. Namun, setelah kuceritakan penantianku di Ternate untuk bisa mencapai Halsel dan juga janji-janji yang diberikan dinkes Provinsi, akhirnya Dr.Oskar mau membantu kami. Sebenarnya aku dan Hendro belum pernah kenal langsung dengan K’Betty, karena jarak angkatan yang cukup jauh, namun K Betty dan Dr.Oskar ( yang ternyata anak FK unpad dan meminta dipanggil kang Oskar ) sangat membantu kami selama 2 hari persiapan disana. Ya, persiapan itu hanya 2 hari, dengan segala keterbatasan yang ada, akhirnya kami siap untuk menerima kedatangan rombongan esok harinya.
Bersama anak-anak Guruapin ( Heri, Rikal, Aga, dkk)
Desa Guruapin, Desa Bajo dan P.Lelei
Hari pertama, aku berada di sana, aku sudah disajikan dengan keindahan alam yang semakin luar biasa. Melihat ikan-ikan cantik cukup dari samping dermaga saja, terlebih lagi, ketika matahari terbit, subhanallah... Indahnya pulau ini. Disini, penduduknya 100 % muslim. Mereka semua ramah sekali, walaupun K Betty selalu mengingatkan kami untuk tidak berjalan sendirian selama disini. Namun, yang cukup mengejutkan adalah banyaknya jumlah anjing disini. Katanya, anjing-anjing itu memang dipelihara untuk melindungi warga dari babi hutan. Hari disaat aku menantikan rombongan dari Jakarta, aku dan Hendro ditemani oleh anak-anak asli desa ini, mereka begitu antusias melihat kedatanganku dan Hendro, dan kami dipanggil “Pakdok” atau “Budok” yang artinya adalah pak dokter dan bu dokter. Bahasa disini sudah berbeda dengan bahasa di Ternate, namun, Alhamdulillah, aku dan Hendro sudah terbiasa. Anak-anak ini menceritakan segala keunikan desa ini, mulai dari Pantai Watambi yang sangat indah dengan pasir putihnya, sampai cerita-cerita mistis khas desa sini. Kami banyak bercanda dengan mereka, walaupun terkadang aku dan Hendro terdiam karena tidak mengerti bahasa mereka. Mereka sangat lugu. Satu-satunya tempat mereka untuk rekreasi keluar pulau ini adalah Ternate. Disanalah mereka bisa berlibur dan mendapatkan hiburan, biasanya mereka pergi 1 minggu sekali. Mereka sangat terkejut melihat foto-foto Jakarta dengan kemacetannya di ponsel Hendro. Mereka ingin sekali bisa keluar Maluku Utara. Ingin rasanya, aku mengajak mereka berlibur ke Jakarta dan merasakan hiburan yang banyak untuk anak-anak. Cukup lama, kami mengobrol di halaman depan rumah pak Camat, dan tiba-tiba ada suara pukulan alat musik dan beberapa anak menari-nari dengan sangat lucu, ternyata itu adalah tarian soya-soya, tarian khas daerah sini. Anak-anak itu sedang mempersiapkan penampilan untuk menyambut kedatangan RI1 di provinsi ini. Lucu sekali..
Pantai Watambi di Pulau Guruapin
Di desa Bajo, terbagi lagi menjadi dua kumpulan warga yaitu Bajo darat dan Bajo Laut. Bajo Laut adalah warga suku Bajo yang tinggal di atas laut, rumahnya berada di atas laut, seperti rumah panggung. Indah sekali, melihat jejeran rumah-rumah itu. Subhanallah...
Rumah-rumah di atas laut milik suku Bajo
Lain halnya dengan Pulau Lelei, sebuah pulau kecil yang kelilingnya mungkin hanya sektar 3 km. Tidak ada mobil, karena hanya ada satu jalan kecil, yang cukup dilewati bentor ( becak motor ). Keindahan alam di Pulau ini sungguh membuat kami semua terpana. Bahkan, saat pengobatan pun, ada beberapa peserta yang malah kabur untuk foto-foto di pinggir pantai ( jarak pantai ke lokasi pengobatan hanya sekitar 5 m ). Pasirnya sangat halus, begitu pula dengan kejernihan airnya. Namun, di sekeliling pulau ini, banyak sekali ular laut yang salah satunya sudah menyambut kami. Akhirnya, kami tidak ada yang berani bermain air di sekitar pulau Lelei dan kita memilih untuk menyebrang ke pulau Guraici, yang bisa ditempuh dengan speed kecil dalam waktu kurang lebih 2 menit. Disitulah, kami puas bermain air, melihat ikan dan karang yang cantik tanpa harus berada di tengah laut. Subhanallah, indah sekali.
“ Gw g perlu ke maldives deh, kesini aja udah cukup “ ( Santi, 2005, mengungkapkan kekagumannya pada keindahan alam P.Guraici )
Gradasi air laut di sekeliling P. Lelei ( model : Adi, 2006 )Pulau Guraici, tak berpenghuni..
Rombongan Halsel : The survivor!
Kegiatan baksos dapat berjalan dengan cukup baik, walaupun banyak perubahan rencana kegiatan disana-sini. Untuk wilayah ini, setiap hari, lokasi pengobatan akan berpindah sesuai dengan arahan pemda setempat. Hari pertama di desa Guruapin, hari kedua di desa Bajo ( lokasinya masih 1 pulau , namun harus ditempuh jalan kaki sekitar 5-7 menit ) dan hari ketiga di desa Lelei , yang lokasinya berjarak 1 jam perjalanan laut. Awalnya, aku khawatir dengan kesiapan rombongan dengan rencana kegiatan dari pemda setempat. Namun, alhamdulillah, Allah memang tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kesanggupannya ( Al-baqarah : 286 ) Rombongan HalSel memang rombongan paling keren! Mereka semua bisa bertahan dengan kondisi nomaden. Packing setiap hari. Selain itu, karena Pulau Guruapin dan Pulau Lelei itu kecil, jadi untuk pergi kemana-mana semuanya bisa ditempuh dengan jalan kaki, walaupun ada yang cukup jauh dan memakan waktu hampir ½ jam (Pantai Watambi). Kami hanya disediakan 1 mobil ambulans yang dipinjamkan Kang Oskar untuk mengangkut barang-barang. Dan mereka semua mau untuk ikutan jalan kaki ( termasuk pak dekan, Prof.Bambang). Kondisi di Halsel, memang cukup mengkhawatirkan. Listrik hanya ada 12 jam ( dari pkl 18.30-06.30), air pun keruh kalau habis hujan, makanan yang ada hanya ikan, telur dan mi ( kalau mau makan ayam, harus beli ke Ternate ). Namun, kondisi ini tidak membuat kami merasa sulit dan menjadi mengeluh setiap harinya, karena keindahan alam dan keramahan warganya membuat kami terpesona dan bersyukur bisa melihat lukisan indahNya disini. Banyak sekali cobaan untuk rombongan HalSel, termasuk keterlambatan kapal Guraici yang menyebabkan perjalanan ke Lelei ditunda 1 malam. Selain itu, jumlah pasien disini tidak mencapai target, karena ternyata di HalSel, kesehatan itu gratis. Maklumlah, HalSel adalah kampung halaman Pak Gubernur ( see! KKN nya mantap disini ). Alhamdulillah, kami tidak terlau “ngoyo” untuk mengejar target pasien. Kami sudah berusaha maksimal untuk membantu mereka dan mereka sangat senang. Itu cukup untuk kami.
Halmahera Selatan, begitu banyak kenangan indah yang membuatku ingin kembali lagi kesana, bertemu dengan anak-anak, bermain air di pantai dan merasakan sulitnya hidup sehingga aku bisa lebih menghargai kehidupan yang kurasakan di Jakarta. Mereka menjalani hidup dengan bahagia walaupun berbagai keterbatasan harus dihadapinya. Mereka mengajarkanku untuk terus bersyukur atas segala nikmatNya dan mereka juga membuatku semangat untuk meningkatkan kemampuan lagi sehingga nantinya aku akan lebih mudah untuk memberi. Memberikan sedikit pengabdianku pada mereka. Aku ingin PTT disana. Semoga Allah memperkenankannya.. Amin..
Last, terima kasih banyak untuk rombongan HalSel atas semangat kalian selama KERSOS kemarin yang membuatku senang dan bahagia sebagai tim advance. Maafkan atas segala kekurangan yang ada, semoga kalian menikmatinya... Thanks all..