Jumat, 30 April 2010

pendidikan informal yang terlupakan

Perbincangan mengenai kualitas pendidikan terus bergulir seiring dengan terus bergantinya kebijakan pemerintah mengenai hal tersebut. Para pengamat pendidikan berlomba untuk mengeluarkan analisisnya mengenai kualitas pendidikan yang akan dihasilkan oleh perubahan pada kurikulum, standar kelulusan dan jumlah pelajaran yang akan diujikan dalam UN. Perdebatan pun terus terjadi demi mencapai sebuah sistem pendidikan yang ideal. Namun, hanya pendidikan formal yang menjadi sorotan semua pihak.

Dalam pembentukan generasi penerus bangsa yang berkualitas, seharusnya masyarakat tidak hanya terfokus pada satu aspek pendidikan, yaitu pendidikan formal yang didapatkan di bangku sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan formal memiliki andil yang lebih besar dalam penentuan kualitas penerus bangsa namun pendidikan informal yang didapatkan dari keluarga dan lingkungan sekitar juga mengambil peranan penting dalam kualitas generasi penerus bangsa.

Pendidikan informal mengajarkan seorang anak untuk memiliki moral dan budi pekerti yang baik dengan pembelajaran yang lebih mudah dipahami dibandingkan dengan pelajaran moral di sekolahnya karena pengajaran moral tersebut diberikan oleh keluarga dan lingkungan terdekat di sekitarnya. Namun pada kenyataannya, pendidikan informal ini telah dilupakan oleh sebagian besar masyarakat dan mereka telah menyerahkan seluruh masalah pendidikan kepada pihak pemerintah dan sekolah.

Teknologi yang semakin canggih memberikan banyak sekali dampak pada kehidupan sosial seorang anak. Fasilitas internet, permainan elektronik dan telepon genggam yang memiliki banyak fitur menarik telah mengambil perhatian banyak anak bangsa dan membuat mereka melupakan interaksi sosial yang seharusnya mereka lakukan demi mendapatkan pendidikan informal. Keluarga dan lingkungan sekitar juga telah melupakan peranannya untuk dapat memberikan pendidikan informal kepada seorang anak karena disibukkan oleh kepentingan bisnis dan profesi. Bahkan, perhatian yang diberikan oleh keluarga hanya terlihat ketika pengambilan nilai akhir yaitu hadiah untuk sang juara, dan protes kepada institusi pendidikan untuk kasus ketidaklulusan. Pada akhirnya, seorang anak yang hanya mendapatkan kualitas pendidikan formal yang baik tanpa diiringi oleh kualitas pendidikan informal yang memadai hanya akan menambah jumlah kasus korupsi di bangsa ini dan bukan membawa perubahan yang baik untuk bangsa Indonesia.

Pendidikan bukanlah tanggung jawab pemerintah dan institusi pendidikan semata melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat. Persepsi inilah yang harus ditanamkan sejak awal, sehingga kualitas pendidikan tidak hanya bergantung pada kualitas pendidikan formal namun juga kualitas pendidikan informal. Pendidikan dapat menjadi investasi untuk bangsa Indonesia jika pemerintah dan masyarakat dapat bergerak bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan tersebut.

6 komentar:

Unknown mengatakan...

lingkungan memiliki pengaruh 70 % terhadap kepribadian seseorang.. Lingkungan yang selalu baik akan mendidik seseorang menjadi baik.. pun halnya dengan lingkungan yg tidak baik

Aristyani DR mengatakan...

betul sekali ka,,
makanya lingkunganlah yang paling bertanggung jawab dalam proses pendidikan seorang anak...
dan sayangnya, hal ini sudah mulai dilupakan...

syukron untuk commentnya ka..

Anonim mengatakan...

syukron katsiron Azzahra.. Artikel yang sangat menarik^^ (it inspired me to write about this kind of topic)..

Kalau bisa saya mau bertanya:
1. jadi, solusinya adalah penanaman persepsi sejak awal..?kalau begitu, bagaimana sebenarnya cara menanamkan persepsi tentang hal seperti ini? Hal yang menurut saya cukup abstrak untuk diterangkan kepada masyarakat yang selalu mnuntut hal2 praktis.

2.Menurut saya wajar jika orang melupakan hal ini, karena memang pendidikan informal ini tidak ada "kurikulum"nya.. Dan toh walaupun misalnya persepsi telah ditanamkan, apa yang bisa mereka, masyarakat, perbuat selanjutnya? Pendidikan informal seperti apa?

Aristyani DR mengatakan...

afwan,,, namanya siapa ya? lebih enak kalo saya kenal,,
syukron untuk commentnya... insya Allah, akan coba menjawab semampu saya..

1. memang sulit untuk menanamkan persepsi seperti ini, saya pun belum menemukan metode yang tepat, tapi acara-acara seminar di tv ataupun di tempat kerja pada orangtua dapat mengangkat tema ini, atau saat penerimaan buku raport anaknya, ada himbauan dari sekolah, agar orangtua juga ikut berperan dalam pendidikan sang anak,,yah, walaupun hasilnya belum tentu maksimal, namun setidaknya sudah ada usaha untuk menyampaikan pentingnya pendidikan informal ini...

2. memang pendidikan ini tidak ada kurikulumnya dan sepertinya memang sulit jika harus dibuat kurikulumnya.. Namun, mnurut saya, inilah dasar dari permasalahan moral di Indonesia, karena anak2 hanya mendapatkan teori di sekolah tanpa menyaksikan secara langsung pelajaran2 hidup yang baik, nilai2 baik yg ada di masyarakat.. jika memang sangat sulit untuk menyadarkan masyarakat, mungkin pendidikan informal ini dapat berupa tayangan2 televisi yang mendidik anak-anak, seperti cerita upin ipin misalnya atau cerita-cerita lain yang mengajarkan nilai2 baik di masyarakat... dalam hal ini, seharusnya pemerintah dapat mengatur acara-acara televisi yang kini lebih didominasi oleh sinetron, gosip dan acara2 kurang mutu lainnya, sehingga pendidikan informal ini dapat disisipkan dalam acara televisi,,,

afwan jika kurang menjawab, insya Allah seperti itu...
Syukron...

Anonim mengatakan...

syukron jawabannya.. menjawab kok..

1. iya, saya sepakat dengan jwabannya.. mungkin sebaiknya memang dimulai dari orang tua.. Dan bagaimana cara penyampaiannya untuk dapat menarik perhatian mereka..hmm..mgkn itu masih mnjadi pertanyaan. tetapi saya pernah membaca kalau di luar negeri sudah mulai banyak parenting course.. dan sepertinya cukup berhasil menarik minat para orang tua..

2.Hmm.. tapi ntah kenapa saya berpikir sepertinya untuk hal seperti ini dibutuhkan suatu guideline yg jelas.. Mungkin untuk orang tua, dan untuk guru di sekolah terkait apa yang harus dilakukan trhdap anak/muridnya dan apa yang harus dicapai si anak/murid tsb.. Karena seperti biasanya, jika tidak ada kejelasan, biasanya suatu usaha jarang dapat berhasil.. Tetapi saya juga blm tahu guideline yg seperti apa yang dapat diterapkan.
Untuk yang televisi saya sepakat.. sepertinya tayangan televisi di Indonesia saat ini lebih banyak mudharat daripada manfaatnya.. Bahkan tayangan beritapun saya lihat sarat akan hal-hal kurang baik seperti provokasi, su'udzon, fitnah, dll.. Semoga saja televisi dapat dimanfaatkan dengan lebih baik untuk kebaikan bangsa ini.. (*saya malah blm pernah mnnton serial upin dan ipin tsb..^^)

Oh ya, nama saya audy.. afwan trllu bnyak berkomentar...
trima kasih sudah mau berbagi..jzkllh....

Anonim mengatakan...

menarik sekali artikelnya :)

kalo ada waktu jgn lupa berkunjung k blog saya yaa :)