Memasuki usia kehamilan 30 minggu, saya mulai kembali membaca buku-buku tentang melahirkan, menyusui dan mengurus bayi. 3 tahun memang belum bisa dikatakan cukup lama untuk membuat saya melupakan hal-hal tersebut, namun selain kondisi yang sedikit berbeda di kehamilan kali ini, tidak ada salahnya saya me refresh kembali ingatan saya mengenai hal ini.
Alhamdulillah, saat berusia 25 tahun, saya mendapatkan hadiah buku dengan judul Panduan Terlengkap Pasca Melahirkan karya penulis Nurul Chomaria, S.Psi yang diberikan oleh sahabat-sahabat terdekat saya dan di saat anak pertama saya berusia 2 bulan, saya juga mendapatkan sebuah buku dengan judul Buku pintar ASI dan Menyusui dari penulisnya langsung yaitu mba Fatimah Berliana Monika, seorang konselor ASI dengab sertifikat internasional yang di tahun 2015 silam mengisi materi bersama dengan suami saya mengenai 1000 hari pertama kehidupan di Masjid Salman ITB. Dua buku ini lah yang menjadi pedoman saya dalam memulai perjalanan baru sebagai ibu.
Kali ini saya akan sedikit berbagi apa-apa saja yang menjadi perhatian saya dalam mengurus bayi. Selain dari 2 buku ini, saya juga mendapatkan ilmu dari berbagai sumber lain seperti dari pengalaman orang terdekat, diskusi dengan teman-teman maupun sumber-sumber lain dari internet. So, here we goo..
1. Perah memerah ASI
Bagi semua ibu baru, ASI pasti menjadi perhatian utama. Terlebih lagi di masa sekarang kampanye mengenai ASI begitu marak dilakukan. Hampir semua ibu merasakan sedikit kekhawatiran mengenai ASI ini, begitu juga dengan saya. Namun alhamdulillah banyak dukungan di sekitar yang meyakinkan saya bahwa insya Allah, saya pasti bisa memberikan ASI eksklusif kepada anak saya.
Di hari persalinan, saya cukup menyesal karena lupa membawa pompa ASI ke rumah sakit, padahal walaupun ASI nya belum banyak yang keluar tapi dengan diperah, maka ASI tersebut akan terangsang untuk keluar. Prinsipnya adalah semakin sering diperah maka ASI akan semakin terangsang untuk keluar. Jadi sebisa mungkin sering seringlah memerah walaupun ASI yang dihasilkannya sedikit. Menurut mba Monik (konselor ASI), minimal memerah itu 15-20 menit dan usahakan tiap 2-3 jam sekali.
Karena selama 3 bulan pertama saya benar-benar di rumah saja mengurus si kecil, maka bayi saya lebih sering menyusu langsung sehingga kadang saya tidak berkesempatan untuk memerah. Padahal sebenarnya bisa saja lho memerah sambil menyusui langsung. Hal ini baru saya lakukan di bulan ke 3 pasca melahirkan. Kurangnya frekuensi saya memerah dan juga karena sering menyusui langsung, stok ASIP saya terhitung sangat sedikit sehingga ketika sudah mulai praktik dokter gigi dan harus meninggalkan bayi di rumah, stok ASIP saya benar-benar kejar tayang. Terlebih lagi, terkadang bayi saya masih merasa kurang setelah menyusu langsung sehingga biasanya walaupun ada saya di rumah, bayi kecil ini masih meminta ASIP.
Produksi ASI saya memang tidak banyak. Kalau sedang di rumah saja, karena sering menyusui langsung, kadang saya hanya bisa memerah sebanyak 60-70 ml. Oleh karena itulah, stok ASIP saya lebih banyak dalam takaran 60-70 ml per botolnya. Kalau saya pergi praktik selama kurang lebih 3 jam, maka saat pulang barulah ASI hasil perah saya bisa mencapai 100-120 ml. Hal inilah yang membuat kulkas freezer 1 pintu yang sudah ada di rumah hanya terisi penuh 1 kolom saja. ^^
Namun, alhamdulillah, dengan kondisi yang seperti itu, anak saya, Kenzie, berhasil melalui ASI eksklusifnya hingga usia 2 tahun 1 bulan. Jadi , jangan patah semangat!! Insya Allah kalau kita yakin, Allah pun akan ikut memberikan ridhoNya. Jangan lupa juga untuk selalu "happy", karena semakin stress si ibu saat ASI nya kurang maka produksi ASI nya pun akan menjadi semakin sedikit.
2. Donor ASI?
Saat ini, donor ASI memang sudah sering ditemukan di tengah kehidupan para ibu-ibu muda, dengan pertimbangan bahwa ASI hasil donor itu lebih baik dibandingkan pemberian susu formula. Saya sendiri menerima donor ASI dari kakak saya yang di saat saya baru melahirkan, anaknya baru berusia 5 bulan. Alhamdulillah, produksi ASI kakak saya cukup melimpah sehingga masih bisa memberikan 16 botol ASIP nya untuk mendukung program ASI eksklusif keponakannya. Di awal2 masa menyusui memang banyak ibu yang mengeluhkan bahwa produksi ASInya masih sedikit, hal ini wajar saja karena proses stimulasi dari pompa ASI maupun dari sang bayi pun masih baru sedikit dilakukan. Oleh karena itulah, biasanya di awal masa kelahirannya, banyak bayi yang mengalami jaundice atau kuning yang ditandai dengan nilai bilirubin yang di atas 20 mg/dL untuk bayi di atas usia 3 hari. Hal ini bisa disebabkan salah satunya karena kurangnya asupan ASI. Alhamdulillah, anak pertama saya tidak mengalami fase ini karena mendapat donor ASI dari kakak saya.
Masalah donor ASI ini memang harus sangat diperhatikan terlebih bagi kaum muslim yang mengenal adanya saudara sepersusuan. Menurut saya, yang bisa menjadi ibu susu bagi anak saya kelak haruslah seseorang yang benar-benar saya kenal baik dan diketahui jelas identitasnya, bukan orang yang baru saya kenal. Saya sendiri pun memutuskan untuk menerima donor ASI karena sang ibu adalah kakak saya sendiri. Tapi hal ini dikembalikan lagi ke pribadi masing-masing ya.
3. Memberikan ASIP untuk pertama kalinya kepada si kecil
Untuk menghindari bingung puting, memang sebaiknya bayi tidak langsung diberikan ASIP melalui dot. Walaupun teknologi dot saat ini sudah banyak macamnya tapi tetap saja konsistensi dot yang terbuat plastik dengan yang dimiliki Ibu sungguh berbeda sehingga bisa membuat bayi merasa bingung puting.
Oleh karena itu, di awal-awal masa memberikan ASIP (pertama kalinya adalah saat saya harus kontrol 1 pekan pasca persalinan ke rumah sakit), ibu saya yang menjaga bayi di rumah menggunakan sendok untuk menyuapi ASIPnya. Bisa juga menggunakan pipet atau suntikan tanpa jarum. Memang agak sedikit kewalahan karena terkadang bayi menjadi sangat tidak sabaran ketika disuapi dengan sendok. Namun alhamdulillah lama-lama bayi mulai terbiasa. Setelah kurang lebih 1 bulan, di saat anak saya sudah semakin akrab dan kenal dengan menyusui langsung dari ibunya, barulah saya menggunakan dot untuk memberikan ASIP.
Sebenarnya, pemberian ASIP memang sebaiknya tidak menggunakan dot sama sekali, karena ada alat yang lebih baik yaitu cup feeder. Tapi saat itu, saya merasa selama bayi saya tidak bingung puting dan frekuensi pemberian ASIPnya juga tidak terlalu sering, maka saya tetap menggunakan dot. (Salah satu alasan lain tidak menggunakan cup feeder adalah karena penggunaannya lebih rumit menurut saya, hehehe)
4. Kualitas ASI
Yang harus diperhatikan dari ASI bukan hanya kuantitasnya yang mencukupi kebutuhan bayi, namun juga termasuk kualitasnya. Di saat bayi saya berusia 1 bulan dan kontrol ke dsa untuk sekalian vaksin, dokter mengatakan bahwa kenaikan BB bayi saya masih kurang padahal ASI saya dirasa cukup memenuhi kebutuhannya. Dokter mengatakan bahwa mungkin bukan di kuantitas ASI nya yang menjadi masalah, melainkan dari kualitasnya. Lalu apa yang mempengaruhi kualitas ASI ini? Tentu saja makanan yang dimakan oleh sang ibu. Saat itu, untuk meningkatkan kualitas ASI saya, dokter menganjurkan agar saya mengonsumsi telur ayam sebanyak 2 kali dalam satu hari. Hal ini juga masih dibarengi dengan sayur-sayuran hijau dan makanan bergizi lainnya.
Alhamdulillah, setelah menerapkan anjuran dokter, BB bayi saya pun naik dengan baik dan sesuai dengan standar BB per usia dari WHO. Jadi, bagi para ibu-ibu menyusui, selalu perhatikan asupan makanannya ya, karena ASI masih menjadi satu-satunya sumber nutrisi bagi bayi kita.
5. Popok kain, pospak atau cloth diaper?
Jika ada yang menanyakan hal di atas, maka jawaban saya adalah ketiga-tiganya. Di awal kelahiran, saya menggunakan popok kain agar bisa memantau kondisi kecukupan ASI dari frekuensi BAB dan BAK si kecil, selain itu , saat tali pusarnya belum lepas, rasanya lebih aman menggunakan popok kain.
Setelah berusia 1 bulan, barulah saya mulai mengganti popok kain ini dengan kombinasi cloth diaper dan pospak (popok sekali pakai). Kombinasi ini saya lakukan karena dengan menggunakan cloth diaper, selain mengirit biaya pospak, saya melatih dan membiasakan diri saya sendiri untuk mengecek kondisi bayi dan mengganti cloth diapernya setiap 4 jam sekali karena biasanya jika sudah lebih dari 4 jam, cloth diaper ini akan mulai bocor. Kalau menggunakan pospak seharian, saya bisa lupa mengecek atau mengganti per 4 jam karena biasanya pospak bisa menahan air pipis bayi hingga 8 jam, sedangkan memang sebaiknya untuk bayi baru lahir, popok harus diganti per 4 jam untuk menghindari ruam popok. Saat sudah mulai malam dan sudah waktunya tidur, barulah saya ganti menggunakan pospak hingga pagi agar tidak mengganggu tidur bayi. Selain itu, frekuensi BAK bayi saat tidur pun lebih sedikit.
Saya bertahan menggunakan kombinasi ini hingga anak saya berusia 6 bulan. Setelah 6 bulan, saya hanya menggunakan pospak saja karena pup bayi yang mulai padat karena sudah mulai makan akan cukup menyulitkan saat harus mencuci cloth diapernya.
6. Bedak bayi & minyak telon perlukah?
Sejak sebelum melahirkan, saya memang pernah membaca bahwa penggunaan bedak bayi sebenarnya tidak disarankan karena dapat terhirup bayi dan menimbulkan gangguan di paru-parunya. Kakak saya juga memberitahu saya mengenai hal ini sehingga saya memang tidak pernah menggunakan bedak bayi kepada anak saya kecuali saat anak saya terkena penyakit roseola dan diresepkan bedak oleh dokternya di usia 1 tahun. Namun untuk minyak telon, saya masih menggunakannya bahkan hingga anak saya berusia 2 tahun. Kondisi cuaca yang cukup dingin di Bandung menjadi alasan utama saya untuk memberikan minyak telon kepada bayi.
Namun ternyata, menurut mba Monika, penggunaan bedak bayi, minyak telon dan krim atau lotion lain untuk bayi tidaklah diperlukan. Satu-satunya yang bisa diberikan kepada bayi adalah krim ruam popok yang mengandung zinc dan hanya diberikan ketika bayi mulai ruam popok. Memang terkadang, para ibu tergoda dengan iklan di televisi dengan adanya bedak, minyak telon, baby lotion, baby oil, cologne dan bahkan hair lotion yang seolah memang dibutuhkan oleh bayi. Pada kenyataannya, kosmetik-kosmetik tersebut tidak diperlukan, bahkan penggunaannya dapat menyebabkan dermatitis pada kulit bayi yang masih sangat sensitif. Untuk memberikan kehangatan kepada bayi bisa dengan memakaikan baju panjang saja. Jadi ternyata memang lebih baik untuk membiarkan bayi kita apa adanya saja tanpa diberikan krim dan bedak disana sini kecuali memang ada instruksi khusus dari dokter anak.
7. Sarung tangan kaki dan bedong
Saat membeli perlengkapan kebutuhan bayi di usia kehamilan 7 bulan ke atas, biasanya sarung tangan dan sarung kaki menjadi satu hal yang dimasukkan ke dalam list kebutuhan bayi yang diperlukan. Saya pun membeli sekitar 3 pasang saat hamil anak pertama dulu. Dari rumah sakit pun, selama 2 hari dirawat di sana pasca persalinan, bayi kecil saya pun selalu dipakaikan sarung tangan.
Setelah sampai rumah, selama beberapa hari awal, saya masih sering memakaikan sarung tangan ini sedangkan sarung kaki sangat jarang karena biasanya kaki bayi sudah tertutup bedong. Namun ternyata sebenarnya lebih baik agar tangan bayi lebih sering dibiarkan bebas tanpa tertutup sarung tangan sehingga tangannya bisa bebas bereksplorasi. Penggunaan sarung tangan bisa saja diperlukan jika khawatir bayi akan mencakar wajahnya sendiri tapi selama kukunya dipotong dengan rutin, hal ini bisa dicegah tanpa harus bergantung pada penggunaan sarung tangan. Oleh karena itulah, di kehamilan kedua ini saya tidak terlalu mementingkan untuk membeli sarung tangan dan kaki ini.
Lalu soal bedong membedong, sepertinya sudah cukup banyak artikel yang menjelaskan mengenai bahayanya membedong bayi dengan ikatan yang terlalu kencang seperti yang sering dilakukan orang-orang terdahulu. Dengan alasan agar kakinya lurus maka pemakaian bedong bayi seperti menjadi keharusan di awal masa kelahiran. Saya sendiri pun membedong anak pertama saya selama kurang lebih di 3 minggu awal.
Di beberapa hari awal, bedongnya menutupi sampai tangan tapi lama kelamaan hanya untuk menutupi bagian kaki saja agar tangannya bisa bergerak bebas. Namun ternyata penggunaan bedong ini tidak terlalu diperlukan. Saat ada kunjungan pasca persalinan dari bidan rumah sakit ke rumah saya, bu bidan sedikit menegur saya karena saat itu saya masih membedong anak saya yang sudah berusia 3 minggu. Menurutnya hal itu membatasi gerak anak dan kalau mau memberikan kehangatan, cukup pakaikan saja celana panjang dan kaus kaki. Jadi, sepertinya kalau memang mau membedong anak di awal masa kelahirannya, mungkin cukup di 1 minggu pertama saja, hanya untuk proses adaptasi awal sang ibu saat menggendong bayi yang baru lahir dan juga untuk proses adaptasi awal si kecil dengan dunia di luar rahim. Tapi jangan lupa dilonggarkan ya bedongnya ^^
8. Tidur tengkurap dan SIDS
Di awal masa kelahirannya, saat tidur, anak saya selalu diposisikan tidur telentang menggunakan bantal peang dan dikelilingi oleh guling kecil dan selimutnya. Selama kurang lebih 1 minggu awal, posisi tidur anak saya akan selalu seperti ini, baik tidur siang maupun malam. Ketika menjelang hari akikah, alhamdulillah, saya dan si kecil mendapat kunjungan dari rekan-rekan di klinik tempat saya bekerja. Saat itulah, dokter pemilik klinik menyarankan saya untuk menidurkan bayi dalam posisi tengkurap, insya Allah bayi akan lebih nyenyak. Hal ini disebabkan karena saat bayi mengalami refleks moro ( refleks seperti terkejut dan mengangkat kedua tangannya ), jika tidur tengkurap, bayi akan tetap merasa nyaman karena dadanya seperti masih di dalam pelukan ibu, berbeda jika tidur telentang.
Cara menidurkan tengkurap adalah setelah bayi tertidur, letakkan di tempat tidurnya lalu perlahan miringkan badan bayi dan ubah posisinya menjadi tengkurap dengan terlebih dulu menjaga tangannya agar tidak sampai terlipat. Karena saat tidur tengkurap jika bayi pipis maka pipisnya bisa menyebar sampai ke perut jika menggunakan popok kain, maka untuk mengakalinya bisa menggunakan popok kain tambahan yang dilipat menyerupai pembalut dan diletakkan di dalam popok kain yang dipakai sehingga pipisnya akan terserap ke bagian itu, atau kalau memang sudah pakai cloth diaper atau pospak, insya Allah lebih aman.
Sepulangnya rombongan klinik dari rumah, saya langsung mempraktikkan anjuran dari dokter ini. Alhamdulillah, tidur anak saya memang menjadi lebih nyenyak dan saya terus memakai cara ini hingga si kecil sudah bisa berguling-guling sendiri saat tidur. Namun, ada yang harus diwaspadai orangtua jika menggunakan cara ini yaitu Sudden Infant Death Syndrome (SIDS). SIDS ini adalah kondisi saat bayi tiba-tiba meninggal tanpa penyebab yang jelas di usia kurang dari 1 tahun. Biasanya terjadi saat tidur dan sering dikaitkan dengan kondisi bayi saat tidur seperti tidur tengkurap, terkena asap rokok, kepanasan, tertutup selimut ataupun bantal tidurnya, dan lainnya. Untuk mencegah hal ini, ada baiknya, ibu selalu mengecek kondisi bayi saat tidur tengkurap setiap 2 jam. Walaupun ini mengganggu tidur sang ibu tapi setidaknya si kecil bisa lebih nyenyak.
9. Bouncer dan car seat
Saat hamil anak pertama, saya memang tidak mempersiapkan untuk membeli bouncer karena di klinik tempat saya praktik ada sebuah poster yang menjelaskan bahwa penggunaan bouncer dan carseat di usia kurang dari 4 bulan ternyata kurang baik untuk pertumbuhan tulang belakang bayi. Menurut poster tersebut, bentuk bouncer dan carseat akan membuat bayi berada pada posisi duduk dan membuat berat badannya tertumpu pada salah satu sisi saja sehingga tulang punggungnya bisa bengkok. Oleh karena itu, menurut penjelasan di poster, paling cepat menggunakan bouncer atau carseat adalah saat bayi sudah bisa bertumpu pada dua lengannya.
Walaupun tidak membeli bouncer sendiri, ternyata saya mendapatkan hadiah bouncer dari beberapa teman. Pada akhirnya bouncer ini tidak saya gunakan di awal kelahiran. Kira-kira di usia 3 bulan, saya mencoba memakai bouncer ini untuk mengajak si kecil bermain tapi ternyata dia tidak betah berada di atas bouncer ini dan akhirnya bouncer ini pun tidak saya gunakan lagi. Kalau untuk carseat, saya pernah mencoba menggunakannya saat si kecil berusia 4-5 bulan namun lagi-lagi bayi kecil saya tidak betah.
Untuk penggunaan carseat dan bouncer memang sebaiknya lebih diperhatikan lagi kebutuhannya bagi setiap orangtua. Jika memang akan menggunakan, maka jangan lupa perhatikan jenis dudukan bouncer atau carseat yang sesuai dengan usia bayi. Dan jangan lupa untuk selalu memperhatikan kondisi bayi saat sedang di dudukkan di carseat atau bouncer.
10. Hobi "makan tangan"
Sejak usia 3-4 bulan, bayi akan mulai sering memasukkan tangannya ke dalam mulutnya sendiri. Banyak orangtua yang akhirnya sering melarang bayi melakukan hal ini karena alasan kebersihan. Namun ternyata, dalam sebuah artikel pernah dijelaskan bahwa hal tersebut adalah hal yang normal bagi bayi karena dia sedang mengeksplorasi segala sesuatu di sekitarnya menggunakan tangannya termasuk mulutnya sendiri. Selain itu, hal ini juga akan membiasakan mulut bayi untuk dimasuki sesuatu benda asing sehingga kelak saat waktu MPASI tiba, mulut bayi akan menjadi lebih siap. Salah satu contohnya adalah bayi menjadi tidak mudah muntah saat dalam fase MPASI.
Setelah membaca artikel tersebut, saya pun mencoba untuk membiarkan bayi saya memasukkan tangan ke dalam mulutnya, yang penting kondisi tangannya bersih dan tidak habis memegang sesuatu yang kotor. Alhamdulillah, saat memasuki fase MPASI, anak saya tidak pernah tiba-tiba muntah saat disuapi makanan. Jadi, yang penting perhatikan saja kebersihan tangan bayi setiap saat. ^^
Kira-kira itulah 10 hal sederhana mengenai asuh mengasuh si kecil yang ingin saya bagikan di tulisan ini. Semoga bermanfaat :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar