Dua tahun yang lalu, saya berhasil menginjakkan kaki saya di tanah toraja, Sulawesi. Walaupun hanya transit di bandara Hasanuddin Makassar sebelum melanjutkan perjalanan ke Jakarta dari Ternate, saya cukup senang sudah pernah menghirup udara segar di pulau berbentuk huruf K ini. Alhamdulillah, beberapa hari yang lalu, saya lagi-lagi dianugerahi kesempatan untuk berkunjung bahkan menginap selama 7 hari di pulaunya Jong Celebes ini dalam kegiatan yang sama yaitu Kerja Sosial. Bagi saya, kersos tahun ini merupakan kersos yang ketiga setelah kersos 2008 di Banjarmasin dan kersos 2010 di Maluku Utara.
Keindahan alam Sulawesi benar-benar membuat saya dan teman-teman tidak merasa rugi meninggalkan kegiatan klinik kami selama seminggu demi kegiatan sosial ini. Sesampainya di kota Palu, kami langsung memanfaatkan kesempatan yang ada untuk berkeliling kota Palu, menikmati pisang goreng dengan saus khasnya di pinggir pantai Talise , durian parigi yang cukup membuat kami ketagihan dan megahnya jembatan Palu yang katanya adalah jembatan lengkung ketiga di dunia.
Jembatan Palu IV
Wilayah yang dijadikan sasaran dari kersos tahun ini adalah Sigi, Parigi Moutong, Donggala dan Poso. Dari keempat wilayah tersebut, yang sudah pernah saya dengar namanya sebelum kegiatan ini hanyalah Poso karena konflik yang pernah terjadi disana. Dan ternyata, saya ditempatkan di Poso bersama 3 orang teman seangkatan saya. Saya sempat mengkhawatirkan masalah keamanan disana jika mengingat kejadian konflik beberapa tahun yang lalu, tapi panitia sudah menyatakan bahwa saat ini, Poso sudah menjadi wilayah yang aman.
Setelah melalui perjalanan selama kurang lebih 6 jam, akhirnya saya dan teman-teman tiba di Poso. Begitu sampai di kecamatan, kami disambut dengan sangat baik oleh warga setempat. Sepertinya, Poso memang sudah menjadi wilayah yang aman. Desa yang menjadi pusat kegiatan kami adalah perkampungan kaum kristiani. Selama 4 hari disini, saya tidak bisa mendengar adzan sama sekali, karena tidak ada masjid. Tapi, walaupun begitu, masyarakat disini sangat menghargai kami yang mayoritas beragama islam. Kami benar- benar merasa dijamu, warga disini tidak ragu untuk memberikan bantuan kepada kami, sungguh berbeda dengan pembicaraan orang-orang diluar sana mengenai Poso. Jalan raya di desa yang saya tinggali ini hanya satu, yaitu jalan trans sulawesi yang selalu dilewati oleh truk-truk besar yang mengangkut muatannya dari ujung Sulawesi Selatan hingga Sulawesi Utara. Cuaca di desa ini pun tidak terlalu panas karena dekat dengan pegunungan. Sepertinya, kegiatan selama 4 hari di desa ini akan menjadi sangat menyenangkan.
Jalan Trans Sulawesi
Hari kedua di Poso, sebelum melaksanakan pengobatan, kami diundang oleh bupati untuk mengikuti apel rutin di kabupaten bersama seluruh perangkat pemerintahan. Dengan menggunakan jaket kuning kebanggaan, kami pun ikut apel di lapangan kantor kabupaten Poso. Buatku, apel pagi itu menjadi sebuah kenangan yang cukup lucu untuk dikenang, karena hal ini baru pertama kali terjadi selama 3 kali saya mengikuti kersos, apalagi dengan warna kuning mencolok dari jaket alamamater yang kami gunakan, kami berhasil menjadi pusat perhatian di apel pagi hari itu. Setelah apel pagi selesai, kami mulai melaksanakan kegiatan utama kami, yaitu pengobatan dan penyuluhan. Sorenya, kami memanfaatkan waktu yang ada untuk menikmati keindahan Danau Poso. Kata orang sini, belum ke Poso kalau belum melihat Danau Poso. Apa yang hebat dari danau ini? Ternyata, danau ini adalah danau terluas di Sulawesi dengan panjang 32 km dan lebar 16 km. Bahkan untuk melihat ujung dari danau ini, kami hanya bisa melihat gambaran pegunungan yang menjadi batas danau nun jauh disana. Sebenarnya, di dekat danau ini, ada wisata air terjun yang bertingkat-tingkat seperti niagara falls, namanya air terjun saloupa tapi karena lokasinya yang sangat jauh, kami tidak berhasil pergi kesana.
Danau Poso
Hari ketiga, kami masih ingin menikmati sore terakhir kami di Poso, karena besok siang, kami akan pulang kembali ke Palu setelah melakukan kegiatan pengobatan di pagi harinya. Akhirnya, kami pergi ke sebuah pantai yang ada di Poso ini, walaupun tidak terlalu besar, tapi kami cukup terhibur dengan hamparan pasir yang cukup indah dan menyegarkan. Refreshing di pantai sore itu sedikit melepas kelelahan kami setelah mengerjakan 100an pasien hari itu. Dan sebagai pelengkap, kami juga mencari makanan ringan untuk menutup jalan-jalan sore hari itu, Pisang goreng khas Sulawesi.
|
Pantai di Poso
Setelah selesai melaksanakan kegiatan di masing-masing wilayah, sekuruh rombongan kembalu berkumpul di Palu untum memulai penjelajahan kota Palu. Kami berkunjung ke museum SulTeng, Sou Raja ( rumah raja ) dan terakhir, kami bermain di pantai yang sangat indah di Donggala, yaitu pantai Tanjung Karang. Jalan-jalan di kota Palu ini memang sukses menjadi penghilang penat dan stres kami, para koas tingkat akhir, sweet escape !!
Pantai Tanjung Karang
Jika di tahun 2008 saya mengikuti kersos sebagai seorang peserta dan di tahun 2010 sebagai panitia advance, di tahun 2012 ini, saya memiliki peran yang lain. Tahun ini, saya berangkat dengan 130 orang rombongan Kersos FKG UI 2012 sebagai seorang mahasiswa klinik tingkat akhir yang bertugas menjadi operator. Dalam sebuah bakti sosial, menurut saya, tugas sebagai operator merupakan tugas yang paling utama karena langsung berhubungan dengan pasien. Hampir di setiap bakti sosial, kami, mahasiswa klinik, akan merasa 'sudah menjadi dokter gigi', karena kami dipanggil 'dok' dan kami harus bisa merawat pasien dari semua kalangan dengan peralatan dan bahan yang seadanya dengan kasus yang bermacam-macam. Begitupu dengan kerja sosial tahun ini. Pengalaman yang saya dapatkan selama kersos ini benar-benar merupakan pengalaman yang tidak ternilai. Saya harus menangani kasus pasien yang tidak pernah saya temukan di klinik kampus dan saya harus bisa saya menyelesaikan perawatannya sendiri. Disini jugalah, saya akhirnya menggunakan alat-alat bedah mulut yang tadinya tidak pernah saya gunakan selama di klinik kampus. It's such a great experience!!
Malam terakhir di Palu, panitia mengadakan sebuah acara penutupan yang dihadiri oleh seluruh rombongan kersos dan perangkat pemerintahan provinsi Sulawesi Tengah. Malam penutupan ini diisi oleh sambutan-sambutan dan juga hiburan yang salah satunya dipersembahkan oleh adik-adik angkatan 2010 dan 2011 sebagai peserta preklinik. Kepanitiaan kersos tahun ini dipegang oleh angkatan 2008 dan 2009, walaupun saya dan 3 orang teman dari angkatan 2007 juga masih menjadi bagian dari kepanitiaan ini sebagai steering committe. Buat saya, malam penutupan kersos 2012 telah menjadi malam yang cukup mengharukan. Saya mulai memutar kembali semua kenangan tentang kersos yang sudah pernah saya jalani sejak tahun 2008 dan saya akhirnya menyadari bahwa insya Allah ini adalah kersos terakhir saya sebagai mahasiswa. Saat saya melihat jaket kuning yang digunakan oleh seluruh panitia di malam ini, saya juga menyadari bahwa ini adalah kepanitiaan terakhir saya sebagai seorang mahasiswa. Ini adalah peran terakhir saya sebagai mahasiswa kepada masyarakat. Mungkin terkesan berlebihan, tapi emosi saya memuncak ketika melihat persembahan yang diberikan oleh adik-adik 2010 dan 2011 di atas panggung. Seketika itu juga, saya langsung mengingat masa-masa di saat saya dan rekan-rekan lainnya menyambut mereka di kampus dan memberikan pembinaan kepada mereka untuk bisa melanjutkan peran kemahasiswaan. Ya, lagi-lagi, saya terharu karena menyadari bahwa mereka, adik-adik yang dulu datang ke kampus dengan seragam hitam putih sudah akan menggantikan posisi rekan-rekan 2009 dalam menjalani organisasi kemahasiswaan. Saat persembahan mereka berakhir, saya benar-benar merasa sangat terharu. Kersos terakhir ini telah berhasil menutup kenangan kemahasiswaan saya dengan cukup baik. Semoga, segala yang telah saya dan angkatan saya berikan kepada dunia kemahasiswaan FKG UI termasuk kersos 2012 ini bisa bermanfaat untuk banyak orang.
Terima kasih Palu.
Terima kasih panitia kersos 2012 ( teman-teman 2008, 2009).
Terima kasih teman-teman 2010, 2011.
Terima kasih...