26 Juni 2011, itulah hari terakhir aku bertemu dengannya. Bersama beberapa teman aku kembali mengunjunginya di daerah Senen. Saat itu, Bapak sudah tidak lagi tidur di atas kasur di atas lantai, tapi seorang senior membantu Bapak dengan memberikan tempat tidur rumah sakit. Saat itu, Bapak terlihat lebih segar dari sebelumnya. Matanya pun tidak lagi terpejam, walaupun terkadang tatapan matanya masih terlihat kosong. Tapi, senyum Bapak belum kembali. Kami terus mengajak Bapak mengobrol, bercerita tentang segalanya. Ditemani Ibu Yuli, kami menikmati perbincangan hangat di siang itu. Alhamdulillah, di hari itu, kami kembali mendengarkan suara Bapak. Bapak menjawab "ya" dan "tidak" atas pertanyaan yang kami tanyakan. Tidak kusangka, itu adalah kata-kata terakhir yang kudengar dari seorang pendidik yang sangat kami sayangi itu.
Hari ini, 29 Ramadhan 1432 H, 29 Agustus 2011. Aku dikejutkan dengan berita duka dari temanku. Ya, Bapak sudah pulang. Kembali ke Allah, mendahului kami. Rasa sedih ini tidak bisa lagi kubendung, baru saja aku berniat untuk menanyakan kabar Bapak ke Ibu Yuli. Sebetulnya, rencana ini sudah ada di benakku sejak awal Ramadhan. Ada harapan dalam hatiku, bahwa Ramadhan akan meningkatkan kondisi kesehatannya. Namun, ternyata Bapak lebih dulu memberikan kabar kepergiannya kepadaku.
Menurut cerita Ibu, kondisi Bapak terus drop sejak 1 minggu sebelum Ramadhan. Dan tadi pagi, Bapak sedikit membuka matanya dan menatap Ibu sejenak seperti ingin berpamitan. Pukul 05.55, Bapak meninggal. Berita duka begitu cepat tersebar di kalangan alumni. Pukul 09.00, aku tiba di rumah duka. Bersalaman dengan Ibu dan melihat Bapak yang terbaring dengan wajah pucatnya membuatku ingin menangis. Beberapa menit kemudian, teman-temanku yang lain datang. Kami sungguh merasa kehilangan sosok Bapak dan kami sudah tidak bisa lagi menahan rasa sedih ini. Ibu Yuli sangat senang melihat kedatangan kami dan tidak menyangka bahwa berita kepergian Bapak sudah tersebar begitu cepat. Ibu Yuli memang wanita luar biasa, beliau terlihat begitu sabar dan tabah menghadapi keputusan Allah ini. Guru-guru dan alumni Insan Cendekia lainnya pun terus berdatangan, hingga tiba waktunya bagi kami untuk menshalati Bapak. Ya Allah, ampuni segala dosanya, terima semua amalannya, dan tempatkan Bapak di tempat terindah di sisiMu, Ya Rabb.. Aamiin..
Sekitar pukul 13.00, proses pemakaman pun dilangsungkan. Semakin banyak alumni yang berdatangan untuk melihat proses tersebut. Bahkan, di pemakaman itulah, aku bisa bertemu dengan beberapa senior yang sudah tidak pernah kutemui lagi sejak 5-6 tahun yang lalu. Kehadiran kami menunjukkan betapa sayangnya kami kepada beliau dan betapa hebatnya Pak Zul di mata kami.
"Pak Zul yang kami sayangi. Kami adalah anak-anak Bapak yang insya Allah akan selalu mendoakan Bapak. Semoga doa kami termasuk amalan yang tidak terputus walaupun Bapak sudah pergi, begitupun dengan ilmu bermanfaat yang telah Bapak ajarkan kepada kami sehingga dapat mengantarkan kami kepada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan membuat kami menjadi seperti ini. Selamat Jalan, Pak Zulhiswan. Walaupun raga Bapak sudah tak bisa kami lihat lagi, namun kenangan dan semua pelajaran hidup yang Bapak ajarkan kepada kami akan tetap hidup di hati kami. "