Siapa yang tidak tahu bahwa Jakarta
itu sangat identik dengan kemacetan. Berbagai usaha sudah dilakukan oleh pemda
Jakarta untuk mencoba menangani permasalahan ini, seperti peraturan 3 in 1 di
daerah sudirman-thamrin, pembuatan jalan bebas hambatan di hampir seluruh
wilayah kota Jakarta, pengadaan bus transjakarta dan commuter line. Tapi ternyata
usaha-usaha ini masih belum mampu menjadi solusi bagi masalah
kemacetan di Jakarta. Saya, sebagai pengguna rutin jalanan di jakarta,
mungkin sudah cukup memahami kondisi Jakarta yang seperti ini. Saat hari raya
idul fitri sajalah, Jakarta bisa terlihat lengang karena penduduknya banyak
yang mudik ke kampung halaman. Selain hari itu, maka hari-hari sisanya adalah
"tiada hari tanpa macet" di Jakarta.
Kemacetan yang biasa terjadi sudah menjadi pemakluman
tersendiri buat saya yang bertempat tinggal di kota sebelah, Tangerang , namun
beraktivitas di Jakarta. Dengan jarak kurang lebih 40 km, waktu yang saya
butuhkan dari Salemba ke rumah biasanya berkisar 1-1,5 jam. Namun beberapa hari
terakhir, yang saya alami bukanlah macet yang biasa, karena dilengkapi dengan
hujan yang mengguyur jalanan Jakarta. Hujan membuat para
pengendara motor berteduh hampir di bawah setiap jembatan, terowongan dan
fly over yang mengakibatkan jalur yang tadinya ada tiga menjadi tinggal dua.
Hujan juga membuat jalanan Jakarta tergenang dan mobil-mobil akan berjalan lebih
lambat dibanding biasanya.
Hari Selasa, 13 nov 2012, saya berencana
untuk pulang lebih sore dari kampus karena akan belajar bersama dengan
teman-teman di perpustakaan untuk mempersiapkan ujian komprehensif keesokan
harinya. Tiba-tiba, hujan deras mulai mengguyur jalanan Jakarta sejak ashar.
Saya masih berharap hujan akan reda disaat saya akan pulang kerumah. Tapi sampai
pukul 17.00, hujan belum juga berhenti. Akhirnya saya memutuskan untuk pulang
menggunakan taksi. Kemacetan mulai terjadi dimana-mana karena hujan deras yang
tidak kunjung reda. Alhamdulillah, akhirnya saya tiba di rumah tercinta pada
pukul 19.30. 2,5 jam perjalanan cukup membuat saya lelah walaupun hanya duduk
di dalam taksi. Mengingat besok akan ada ujian dengan 100 soal yang harus
diselesaikan dalam waktu 100 menit, maka saya pun segera beristirahat dan
mempersiapkan diri untuk ujian besoknya.
Ujian komprehensif dilakukan selama 2
hari, oleh karena itu, Senin, 19 nov 2012, saya kembali belajar
dengan teman-teman saya untuk persiapan ujian esok hari. Tapi, kali ini saya
dan teman-teman mencoba belajar dirumah teman saya di daerah Cikini. Lagi-lagi,
hujan mengguyur jalanan Jakarta sejak ashar. Rencananya, hari ini saya akan
pulang dengan ayah saya yang akan menunggu saya di kantornya di daerah Monas.
Setelah kegiatan belajar selesai dan melihat langit yang semakin gelap, saya
memutuskan untuk mulai beranjak ke kantor ayah saya dengan menggunakan taksi
dari arah Cikini sekitar Pukul 17.00. Biasanya, perjalanan cikini - monas akan
membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit. Tapi, sepertinya hujan di sore ini akan
membuat waktu perjalanan saya sedikit lebih lama.
Saya benar-benar tidak menyangka bahwa
pada pukul 18.00, saya masih berada di daerah Menteng yang mungkin hanya
berjarak sekitar 3 km dari tempat saya naik taksi pertama kali. Lampu lalu
lintas di daerah Menteng Huis menuju Tugu Tani sudah menunjukkan warna merah
dan hijau bergantian sebanyak 6 kali, namun taksi saya tidak menunjukkan adanya
pergerakan sedikitpun. Setelah menelpon ayah saya yang sudah menunggu
di kantornya sejak 1 jam yang lalu, akhirnya pada pukul 18.40 saya
memutuskan untuk belok ke arah masjid cut meutia dan bermaksud untuk melewati
kebon sirih. Tapi ternyata kondisinya tidak jauh berbeda, masih saja macet
tanpa ada pergerakan yang signifikan. Bapak supir taksi pun mulai menyerah.
Sempat terpikirkan oleh saya untuk turun dari taksi dan naik ojek, tapi hujan masih rintik dan kondisi yang
kurang aman di malam hari membuat saya membatalkan niat saya itu. Dari bapak
supir taksi, diketahui bahwa jalanan kebon sirih pun macet total dan tidak ada
jalan lain lagi selain lewat Thamrin. Bapak supir taksi memberi saran agar saya
turun saja di hotel Pullman di depan bundaran Hotel Indonesia, lalu menyambung
dengan taksi lain atau bus transjakarta menuju kantor ayah. Akhirnya,
setelah bertanya dengan ayah saya lewat telepon, saya pun menyetujui saran
bapak supir taksi.
Alhamdulillah, pukul 19.50 saya sudah
sampai di depan bundaran HI dan turun dari taksi yang argonya sudah mencapai
angka 85.000. Ya, 85.000 rupiah untuk perjalanan dari Cikini menuju HI dalam
waktu 3 jam. Sebenarnya saat itu, saya sedang berpuasa dan baru membatalkan
puasa saya dengan sebuah permen yang ada di tas saya. Tapi, dari depan hotel Pullman menuju jembatan penyebrangan, saya
tidak ingat lagi kebutuhan saya untuk membeli minum karena yang ada di otak
saya saat itu hanyalah 'bagaimana caranya saya bisa sampai di kantor ayah saya
secepatnya'. Ayah saya sudah dengan sabar menunggu saya di kantornya selama 3
jam.
Di atas jembatan penyebrangan, sambil melihat arus jalanan Thamrin di
bawahnya yang menuju Monas, saya mulai bingung untuk memilih antara naik bus
transjakarta atau naik taksi. Setalah bolak balik, akhinya saya memutuskan
untuk masuk ke dalam antrian para calon penumpang bus transjakarta. Antriannya cukup panjang sampai ke atas
jembatan karena loket ditutup sementara sampai kondisi di dalam halte tidak
terlalu penuh. Sambil menunggu, saya menelpon kakak saya dan menceritakan
kondisi yang saya alami, sambil bercanda, dia menyarankan saya untuk jalan kaki
saja ke kantor ayah. Sempat terpikir juga untuk mengikuti sarannya karena sekitar
2 tahun yang lalu, saya pernah mengikuti aksi gerakan anti rokok dan melakukan longmarch dari bundaran HI ke monas,
jadi saya sudah bisa membayangkan bagaimana kondisinya kalau saya harus jalan
kaki ke kantor ayah. Tapi, kondisi yang sudah malam dan kelelahan setelah duduk
di taksi selama 3 jam membuat saya bertahan untuk tetap berada di antrian itu. Setelah
beberapa menit menunggu bus transjakarta yang datangnya cukup jarang dan
kondisi jalanan thamrin yang tiba-tiba kosong membuat saya menjadi bimbang.
Tetap mengantri dengan sabar atau menyerah dan mencoba mencari taksi di
sebrang?
Pukul 20.15, saya tidak juga masuk ke
dalam halte karena loket masih ditutup, akhirnya saya memutuskan untuk keluar
dari antrian lalu bergerak menuju depan Plaza Indonesia (sebrangnya Hotel
Pullman). Alhamdulillah, hujan sudah berhenti, tapi jalanan di depan saya cukup becek dan menyebabkan saya harus beberapa kali tersiram air genangan karena mobil-mobil yang bergerak cepat di jalanan. Saya terus berusaha untuk memberhentikan taksi
yang melewati jalanan di depan saya, tapi taksi-taksi yang lewat terus
menolak. Akhirnya pukul 20.30, saya memutuskan untuk berjalan kaki saja sambil
terus berusaha untuk menghentikan taksi yang lewat.
Sebenarnya ada sedikit rasa takut saat
harus menyusuri jalanan Thamrin di malam itu, tapi alhamdulillah, dari ujung
Plaza Indonesia sampai depan kantor ayah saya, selalu ada orang lain yang juga
berjalan di depan saya atau di belakang saya. Sambil terus berdzikir meminta
perlindungan Allah, akhirnya saya pun menyusuri jalanan Thamrin bersama
beberapa mas dan mbak kantoran yang juga berjalan menuju arah yang sama. Dengan
kondisi baju yang basah karena sisa hujan dan keringat, perut yang mulai
kelaparan, mulut yang mulai kehausan dan kaki yang kelelahan , alhamdulillah,
akhirnya saya sampai di kantor ayah saya pukul 20.55. Begitu masuk ke dalam
mobil, alhamdulillah , ayah saya sudah membelikan saya seporsi nasi goreng dan sebotol
air putih untuk saya berbuka puasa. Alhamdulillah, setelah itu perjalanan ke
rumah tidak terlalu macet karena lewat tol bandara. Saya tiba di rumah pukul
22.00 dan langsung beristirahat tanpa sempat membuka lagi bahan ujian untuk
esok harinya.
Dulu saya pernah mengalami perjalanan
antar kota yang paling lama, yaitu saat saya ada acara di Depok menggunakan
angkutan umum selama 3 jam 45 menit . Dan sekarang sudah ada pengalaman baru, saya menjalani 5 jam perjalanan dari
Cikini ke rumah saya. Alhamdulillah, selama perjalanan itu, saya malah
sering tertawa mengingat betapa lucunya pengalaman perjalanan saya kali ini. Mulai dari menghindari daerah Tugu Tani tapi malah kena macet yang sama di Menteng sampai kebingungan saya antara
naik bus transjakarta atau taksi yang akhirnya malah berujung dengan jalan kaki
di malam hari. Terima kasih Jakarta untuk pengalaman yang tidak terlupakan.
Semoga Jakarta bisa lebih baik lagi dalam penataan transportasinya. Semoga kata
kemacetan tidak lagi identik dengan kota Jakarta, Aamiin...
6 komentar:
akhirnya keinginan menulis dari beberapa hari yg lalu tentang ini terwujud juga, hehe.
rekornya gk usah dipecahin lagi ya ris, udah cukup, pertahanin yg ini aja jadi perjalanan terlama nya. :D
Iya, akhirnya tertuang juga semuanya,, hehe..
Aamiin,, smoga g bakal mecahin rekor utk hal yg ini deh,,, ga mau, cape... hehe
Gue yang pecahin, Ris, rekornya. Haha, pernah mengalami yang lebih lama.. Jadi pengen segera beres 'urusan' di Jakarta, biar nggak usah bolak-balik lagi ke sana, kecuali ada urusan tertentu atau ngambil spesialis. Itu juga kalo rejeki. :))
Haha,, mantaplah mi kalo kamu yg pecahin rekornya... jgn dipecahin lagi tapi ya rekormu itu,, hehe.. iya nih, mari kita berjuang menuntaskan urusan kita di kotanya pak jokowi, hehe.. :D
Salam kenal Aristya! Saya Faris temennya Tizar. Waktu itu kita kenalan di nikahan Intan (/Kokom).
Thanks udah di approve sebagai friends facebook. Dan iseng- iseng baca blog kamu. Bukan kepo. Tapi udah otomatis. Coz saya emang hobi baca blog orang. hehe
Kemacetan JKT memang menyushakan. Makanya saya lbh prefer kerja di kota non- jakarta. Biar punya 8 jam bwt kerja, 8 jam buat hidup, dan 8 jam buat main. Mgkin klo di Jakarta kita hanya akan punya 16 jam kerja dan 8 jam tidur aja.
Ngomong- ngogmong masalah macet. Mestinya JKT sdh mulai memprioritaskan angkutan umum. Ngebangun flyover hanya akan mengalihkan kemacetan sementara aja.
Mgkin klo ibarat sakit gigi, macet jakarta udh kyk gigi yang berlubang. Mungkin harus dicabut sekalian giginya. Alias reformasi total, =),,
Hehe, makasih untuk komentarnya ya... iya sih, kemacetan di jakarta emang rumit bgt penyelesaiannya, ya smoga aja pemimpin baru yang skrng bisa memberikan lebih banyak solusi nyata lagi untuk masalah yg satu ini...
Posting Komentar