Kembali melahirkan dengan proses normal (tanpa operasi) sudah menjadi cita-cita saya sejak awal kehamilan ketiga ini. Walaupun belum pernah merasakan proses persalinan caesar tapi mendengar cerita dari beberapa kerabat, sepertinya kalau bisa memilih, saya tetap memilih untuk bisa melahirkan dengan normal. Alhamdulillah, Allah menganugerahi kami dengan dua janin kembar, namun ketika mengetahui hal ini, saya sempat harap-harap cemas karena kehamilan kembar lebih sering di akhiri dengan persalinan melalui operasi.
Sejak usia kehamilan 6 bulan, dokter mulai memperhatikan posisi kedua janin di dalam rahim saya. Seringkali posisi janin berubah-ubah bahkan hingga di akhir masa kehamilan. Akhirnya karena kedua janin malah memilih untuk berada pada posisi melintang, proses persalinan caesar pun menjadi satu-satunya jalan. Setelah beberapa persiapan dan pertimbangan, akhirnya tanggal pun ditentukan, yaitu di tanggal 25 november 2017 , tepat di saat si kembar berusia 36 minggu lebih 1 hari. Awalnya saya dan suami sempat mengkhawatirkan kondisi janin yang baru berusia 36 minggu. Apakah mereka sudah siap dilahirkan? Apakah berat badannya sudah cukup? Saya sempat meminta kepada dokter kandungan agar mengundur sampai 37 minggu saja. Namun dokter memiliki pendapat lain, menurutnya lebih baik di usia 36 minggu saja karena insya Allah kondisi bayi sudah cukup siap dan tidak perlu menunggu lebih lama agar rahim ibu pun tidak terus menerus membesar.
Menghadapi operasi yang sudah terencana memang memberikan perasaan yang cukup berbeda. Sekitar 4 tahun lalu, di akhir desember 2013, saya sudah pernah mengalami operasi kuretase dengan bius total karena keguguran. Saat itu, karena keputusan operasinya mendadak maka mau tidak mau saya harus siap dan pasrah menjalani operasi. Kali ini, saya harus menghadapi operasi yang bahkan rencananya sudah ada sejak beberapa minggu sebelumnya. Adanya jeda waktu antara perencanaan dengan pelaksanaan operasi inilah yang sempat membuat saya takut, cemas, khawatir dan beberapa perasaan negatif lainnya.
Katanya suntik spinal itu sakit. Katanya pasang kateter juga sakit. Katanya luka pasca operasi caesar juga butuh waktu cukup lama untuk penyembuhannya. Katanya dan katanya. Beberapa hal inilah yang sempat mengganggu pikiran saya dan akhirnya membuat saya kembali meminta dukungan moril dari teman-teman yang sudah pernah menjalani proses ini. Bismillah, saya selalu berkeyakinan bahwa jika Allah menakdirkan saya untuk menjalani operasi ini maka saya pasti mampu dan kuat melewatinya.
Akhirnya, hari operasi pun tiba. Jumat malam jam 9, saya mulai masuk rumah sakit untuk persiapan operasi yang direncanakan akan dilaksanakan besok pagi jam 7. Bismillah, semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar. Aamiin.
Hari sabtu, 25 november 2017, pagi-pagi jam 5 saya sudah mandi lalu sholat shubuh. Mandi memang disarankan oleh perawat untuk menjaga kebersihan badan sehingga mengurangi resiko infeksi. Jam 6, saya dites alergi untuk obat antibiotik yang akan dipakai nanti. Karena prosesnya melalui kulit, tes alergi ini disebut skin test. Dulu saat koas dan menjalani stase bedah mulut di RSUD Tangerang, saya sering sekali melakukan skin test kepada para pasien di ruang IGD. Dan jujur saat itu saya tidak tahu bagaimana rasanya skin test ini. Ternyata... rasanya periiiih sekali, jauh sekali dibandingkan rasa diinfus, disuntik obat biasa atau diambil darah. Wah, ternyata sesakit ini ya. Maaf ya para pasien IGD yang dulu saya skin test.^^
Setelah dilakukan pemeriksaan denyut jantung janin (djj) di ruang perawatan, sekitar jam 7 saya sudah dibawa ke ruang operasi untuk persiapan akhir. Sayang sekali, rumah sakit ini tidak memperbolehkan adanya pendamping yang masuk ke ruang operasi saat tindakan dilakukan, sehingga suami saya hanya bisa mengantar sampai pintu masuk saja, bersama dengan kakak saya.
Operasi pun mulai dilakukan. Dokter anestesi memulai dengan suntik spinal. Alhamdulillah ternyata suntik ini tidak sesakit yang saya bayangkan, bahkan lebih perih skin test tadi. Tidak lama kemudian dari pinggang ke bawah mulai terasa kesemutan dan baal (kebas). Dokter obgyn pun memulai dengan doa dan bismillah, seluruh tim pun mulai fokus dengan operasi ini. Karena saya dihalangi oleh pembatas dan hanya ditemani oleh dokter anestesi dan perawat anestesi maka saya hanya bisa berdzikir saja terus menerus sambil mendengar sayup-sayup pembicaraan dokter obgyn dan asistennya.
Kondisi kembar memang cukup menyulitkan para dokter. Hal ini pun sempat terlontar dari mulut sang dokter. "Lewat operasi saja sudah cukup sulit apalagi kalau normal". Saya bisa sedikit merasakan ketika perut saya digoyang-goyang untuk mencari posisi bayi. Dan ketika bayi pertama akan dikeluarkan, tim dokter meminta ijin untuk sedikit mendorong perut saya dan proses ini memang akan sedikit sesak. Saya sudah pernah diinformasikan mengenai hal ini sebelumnya jadi saya sudah siap. Bismillah, setelah dokter obgyn, asisten dan bidan membantu mendorong perut saya, akhirnya suara tangis bayi pun terdengar cukup jelas. Saya pun bisa mengintip sedikit saat bayi pertama diserahkan kepada dokter dan perawat anak untuk diperiksa dan dibersihkan. Dokter anestesi dan perawat anestesi yang selalu berada di samping saya pun langsung memberi selamat. Tidak lama berselang, bayi kedua pun berhasil dikeluarkan tanpa perlu mendorong perut lagi. Alhamdulillah, kedua bayi sudah keluar dengan selamat.
Setelah kedua bayi selesai dibersihkan, perawat anak pun membawa mereka kepada saya untuk bisa saya lihat dan cium sebelum dibawa kembali ke ruang perawatan bayi untuk observasi. Selamat datang di bumi Allah anak-anakku tersayang.:")
Alhamdulillah, akhirnya proses operasi sudah sampai di tahap akhir yaitu penjahitan. Setelah selesai semuanya, saya pun diantar ke ruang pemulihan untuk observasi selama kurang lebih
4 jam sebelum bisa dipindahkan ke ruang perawatan.Alhamdulillah. Proses yang cukup saya khawatirkan akhirnya terlewati juga. Sampai detik itu, saya belum merasakan sakit yang berlebihan kecuali perihnya skin test. Proses pemulihan di ruang perawatanlah yang ternyata malah membuat saya benar-benar kapok menjalani proses operasi. Selama 12 jam pasca operasi, saya belum boleh duduk dan rasa nyeri di sekitar luka operasi masih beberapa kali saya rasakan hingga hari kedua, walaupun saya sudah diberikan obat anti nyeri. Namun, alhamdulillah di hari ketiga saya sudah bisa belajar jalan dengan lebih lancar dan rasa nyeri itu pun sudah berangsur hilang. Alhamdulillah.
Luar biasa memang perjuangan seorang ibu saat melahirkan buah hatinya. Melahirkan dengan normal maupun operasi sama-sama memberikan kenangan yang luar biasa tidak akan pernah saya lupakan. Semoga Allah menerima itu semua menjadi amalan saya sebagai seorang ibu juga sebagai hambaNya. Semua rasa nyeri dan rasa khawatir yang pernah hinggap di pikiran saya juga seketika hilang ketika melihat dua jagoan kembar yang kini sudah bisa saya peluk dan cium. Alhamdulillah, nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan?
Sebuah kesimpulan akhir yang selalu saya ingat dari proses SC ini :
- ternyata skin test memberikan rasa perih yang lebih sakit dibanding suntik biasa, infus, ambil darah, dan bahkan suntik spinal
- pasang kateter itu tidak sakit karena saat dipasang saya sudah dibius. Sedangkan dilepasnya memberikan sedikit rasa linu
- proses pemulihan pasca SC memang butuh waktu yang lebih lama dibanding proses melahirkan normal namun yang penting kita sendiri harus yakin dan semangat bahwa semuanya akan bisa terlewati
- dokter anestesi dan perawatnya adalah teman yang setia mendampingi kita saat proses operasi karena merekalah yang bertanggungjawab atas kondisi kita, sedangkan dokter yang lain akan lebih fokus pada bayi. Makasih ya dok dan teteh perawat.
Terakhir.
Terimakasih jagoan-jagoan tersayang ( Abi, Kenzie, Raka, Rai) yang menjadi sumber kekuatan Ibu dalam menjalani proses ini. Terimakasih juga kepada seluruh keluarga besar dan sahabat yang ikut mendoakan bahkan ikut mendampingi di masa-masa sebelum dan sesudah operasi. Semoga keberkahan Allah selalu hadir dlm hidup kita.
Untaian kata dalam perenungan bermakna
Sabtu, 12 Mei 2018
Selasa, 16 Januari 2018
Siap menjadi orangtua
Menjadi orangtua memang mengajarkan banyak hal baru. Termasuk rasa memiliki yang sangat besar kepada anak. Perasaan ini memang sudah muncul bahkan sejak bayi masih berada di dalam rahim sang ibu. Saya, yang sempat mengalami keguguran di usia kehamilan 5 minggu saja sudah bisa merasakan kehilangan, padahal di usia 5 minggu itu janin dalam rahim saya masih berupa kantung kehamilan.
Rasa memiliki ini akan terus bertumbuh seiring berjalannya waktu. Di saat bayi kecil kita sudah beranjak balita dan ada beberapa teman yang bercanda ingin menjodohkan balita kita di usia dewasanya kelak, kita mungkin langsung terbayang masa depan bahwa kelak bayi kecil kita pun akan pergi meninggalkan kita. Mulai dari SD, saat dia mulai mandiri dari kita, lalu SMP saat dia mulai lebih senang berkegiatan di luar rumah, SMA saat dia mungkin sudah punya teman dan sahabat baru yang menggantikan posisi kita untuk menampung curhatannya dan mungkin saat kelak dia akan pergi bersama belahan jiwanya.
Memang pemikiran ini terlalu jauh ke depan namun insya Allah suatu ketika nanti, jika Allah mengijinkan, kita akan menghadapi masa ini.
Lalu tiba-tiba saya berkaca pada diri sendiri sebagai seorang anak. Saya mulai memperhatikan bagaimana orangtua saya mendidik saya. Bisa dibilang, saat SD dan SMP saya begitu dimanjakan dengan banyaknya fasilitas yang diberikan orangtua termasuk supir yang mengantar saya ke sekolah ( ini karena sekolah saya berjarak 15-18 km dari rumah). Bahkan saya baru mulai belajar naik angkutan umum sendirian dari rumah ke sekolah di saat saya sudah mau lulus dari SMP.
Beranjak ke SMA, untuk membentuk jiwa mandiri, orangtua saya menyekolahkan kedua anak perempuannya di sekolah asrama. Alhamdulillah, menurut saya, keputusan orangtua saya ini sangat tepat dan masa di SMA inilah yang akhirnya membentuk pribadi saya hingga sekarang.
Saat kuliah, saya dan kakak saya memilih untuk tetap tinggal di rumah orangtua walaupun lokasi kampus kami berjarak sekitar 40 km dari rumah. Hal ini kami lakukan karena kami berdua berpikir bahwa kelak setelah lulus kuliah, mungkin kami akan mulai merencanakan untuk menikah dan sesuai ajaran orangtua kami, bahwa kelak ketika menjadi seorang istri maka kami harus patuh pada suami termasuk jika harus pindah ke luar kota dan meninggalkan orangtua.
Dan akhirnya hal itu pun menjadi nyata. Setelah lulus dan menikah, kakak saya sempat tinggal di Surabaya karena suaminya masih berdinas di sana namun sekarang kakak saya sudah kembali ke Jakarta dan tinggal di rumah dinas suaminya. Sedangkan saya, setelah menikah, langsung pindah ke Bandung, ikut suami saya yang memang berdomisili di Bandung.
Alhamdulillah sampai saat ini, tidak pernah ada satu pun keluhan yang dilontarkan oleh orangtua saya ketika melihat kedua anak perempuan yang begitu dijaganya saat kecil kini telah pergi meninggalkan rumah. Kami memang masih sering berkumpul di rumah orangtua minimal 1 bulan sekali. Apalagi dengan adanya cucu-cucu, rasanya kebahagiaan orangtua saya pun semakin bertambah, aamiin.
Satu hal luar biasa yang saya pelajari dari orangtua saya adalah kesiapan menjadi orangtua bukan hanya diperlukan saat di awal saja, yaitu ketika kita harus siap begadang tiap malam saat bayi kita menangis, siap menjadi pelindungnya setiap saat, siap menangani sakitnya di rumah, siap menghadapi susahnya balita kita untuk makan dan kesiapan lainnya di awal kehidupan anak kita. Namun kesiapan menjadi orangtua juga harus selalu ada sampai akhir, saat kita siap melepas kepergiannya dari rumah untuk membangun rumah tangganya sendiri.
Anak memang titipan Allah. Dan ini lah yang benar-benar harus diresapi oleh setiap orangtua. Bismillah, semoga kita semua, para orangtua baru, bisa amanah dalam menjaga titipan ini dan bisa selalu siap untuk menjadi orangtua. Aamiin
Terima kasih banyak untuk segalanya papa mama ♡♡
Pemindahan nilai manfaat
Tahu film toy's story? Buat para generasi 90an, film ini menemani dengan setia tumbuh kembang kita sejak SD hingga masa kuliah. Di saat tokoh utamanya berusia SD, kita juga sedang duduk di bangku SD, begitu pula saat tokoh utamanya akan masuk kuliah, kita juga sedang berada di masa-masa perkuliahan. Walaupun seri terakhirnya sudah muncul sejak beberapa tahun lalu tapi bagi anak saya yang baru berusia 2 tahun, film ini adalah film yang baru untuk dia dan cukup pas menjadi tontonan favoritnya.
Saat pertama menonton film ini mungkin saya tidak terlalu menyadari bahwa ternyata ada sebuah pelajaran penting dari film ini, namun karena sering menemani si kecil menonton ulang film ini, akhirnya saya menangkap sebuah pesan penting yaitu tentang memindahkan nilai manfaat. Saat tokoh utamanya (Andi) harus mengikhlaskan mainan kesayangannya (woody dkk) untuk diberikan kepada seorang anak kecil yang juga sangat sayang kepada mainan-mainannya maka di situlah ada sebuah pelajaran bahwa di satu titik waktu tertentu, ada kalanya kita harus bijak memindahkan nilai manfaat sebuah barang yang mungkin sudah tidak kita gunakan kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Keputusan ini memang terkadang terasa begitu berat, bahkan di film ini pun digambarkan bahwa sang tokoh utama sempat galau saat akan menyerahkan mainan kesayangannya namun akhirnya dia menyadari bahwa keputusan tersebut adalah yang terbaik baginya juga bagi mainannya.
Nilai penting dari film ini sangat bisa diaplikasikan di kehidupan kita sehari-hari. Saya sendiri juga pernah memiliki koleksi donal bebek yang begitu saya sayangi. Saya mengoleksi banyak pernak pernik ini sejak duduk di bangku SD. Saat kuliah bahkan boneka-bonekanya masih menemani saya saat tidur. Ketika saya akan menikah, barulah saya mulai memilah kembali apa saja yang masih akan saya simpan dan apa saja yang akan saya berikan kepada orang lain. Akhirnya saat ini tinggal tersisa satu kotak kecil koleksi donal bebek yang kini sudah dijadikan mainan oleh anak pertama saya dan sisanya sudah saya berikan kepada saudara terdekat saya yang masih kecil.
Sebenarnya, pemindahan nilai manfaat ini sudah diajarkan oleh orangtua saya sejak kecil. Saat ada barang yang sudah tidak akan dipakai maka sebaiknya diberikan kepada yang lebih membutuhkan. Prinsip ini berlaku untuk banyak hal, bisa baju, tas, sepatu bahkan buku pelajaran atau buku kuliah. Begitu pula dengan kondisi di saat akan membeli sebuah barang baru. Dengan adanya barang baru maka kemungkinan akan ada barang lama yang menjadi jarang dipakai atau bahkan tidak digunakan lagi. Prinsipnya adalah saat ada barang yang baru dibeli maka harus ada barang yang diberikan kepada orang lain. 1 in 1 out.
Hal ini sebenarnya terlihat sangat sederhana namun jika ingin direnungkan lagi lebih dalam, pemindahan nilai manfaat ini sungguh bisa memberikan kepuasan sendiri dalam hati kita. Selain menjaga agar jumlah barang (harta) kita tidak terus menerus bertambah, di sisi lain, mungkin kita juga bisa memenuhi kebutuhan orang lain terhadap suatu barang. Biasanya saya memberikan barang-barang yang sudah tidak saya pakai ke saudara terdekat atau ART di rumah, bisa saat hari raya atau kapanpun saat ada waktunya. Untuk buku pelajaran atau kuliah, saya juga terkadang memberikannya kepada adik kelas saya di kampus atau saudara terdekat yang membutuhkan. Percayalah, saat melihat barang yang kita berikan itu dipakai oleh orang lain, maka di situlah saya merasa senang karena bisa memindahkan nilai manfaat barang tersebut dari saya kepada orang tersebut.
Jika melihat dari sisi barang yang kita berikan itu, seperti mainan yang ada di dalam film toy's story, saya yakin mereka pun lebih merasa senang saat dirinya bisa dipakai walaupun harus berganti pemilik dibandingkan hanya diletakkan di gudang tanpa bisa memberikan nilai manfaat. Jadi, yuk beres-beres lemari kita dan pilah kembali barang-barang mana yang masih akan dipakai dan mana yang sudah tidak akan dipakai lagi. Berbagilah ! karena dengan berbagi, kita justru akan semakin bahagia.
Rabu, 22 November 2017
Waiting for the twins...
"Wah bu, ada dua ya? ", ucap sang dokter spontan saat menggerakkan alat usg di atas perutku sambil melihat ke monitor usg. Aku dan suami langsung bertatapan dengan wajah yang sama sama terkejut.
"Alhamdulillah ya bu langsung dapat dua", lanjut sang dokter. Aku pun mengucap hamdallah dengan wajah yang masih saja tidak percaya. Janinku kembar?
Alhamdulillah beberapa minggu yang lalu, saat aku sudah telat haid selama 1 minggu lebih, hasil testpack menyatakan bahwa aku positif mengandung. Beberapa minggu setelahnya, aku dan suami mencoba memastikan kehamilan ini dengan kontrol ke dokter kandungan dan ternyata kantung kehamilan itu memang sudah ada namun saat itu baru terlihat hanya 1 kantung kehamilan saja. Alhamdulillah, kami pun mulai yakin bahwa kini anak pertama kami benar-benar akan punya adik.
Di saat usia kehamilan mencapai usia 11 minggu, kami memutuskan untuk kontrol kembali ke dokter sambil mengonsultasikan masalah morning sickness yang ku alami persis seperti di kehamilan keduaku dulu (kehamilan pertamaku keguguran di usia 5 minggu). Tiba-tiba dokter memberikan kabar yang sangat mengejutkan. Ya, janin yang sedang bertumbuh di dalam rahimku ternyata ada dua.
"Alhamdulillah, plasentanya juga dua bu, jadi insya Allah dapurnya punya masing-masing, bayinya gak akan saling berebut makanan", dokter masih melanjutkan penjelasannya sambil terus memeriksa dengan usg. Aku dan suami kembali mengucap hamdallah.
Jujur saja, kami sangat terkejut dengan hadiah dari Allah ini. Di satu sisi, kami sangat bahagia karena langsung akan diberikan dua penyejuk hati yang akan menambah keramaian keluarga kecil kami namun di sisi lainnya, ada sebuah kekhawatiran di dalam pikiran kami. Akankah kami siap dan sanggup memiliki anak kembar di saat anak pertama kami pun baru akan berusia 3 tahun di akhir tahun ini? Namun akhirnya kami yakin bahwa jika Allah menganugerahkan dua bayi ini maka insya Allah kami pun akan siap mendidik mereka berdua bersamaan dengan aa nya. Aamiin.
Berbicara soal kembar, dulu aku memang sempat berkeinginan memiliki anak kembar, terlebih lagi saat mengetahui bahwa sepupu suamiku ada yang kembar sama seperti sepupuku yang juga kembar namun sudah meninggal tidak lama setelah dilahirkan. Ya, bisa dibilang, kami sama-sama memiliki sepupu kembar sehingga mungkin saja gen kembar itu memang ada di kedua keluarga kami. Hal ini menambah kemungkinan bahwa kami bisa memiliki keturunan kembar. Namun setelah menikah dan memiliki anak pertama, keinginan memiliki anak kembar ini seperti hilang ditelan waktu, aku tidak pernah lagi memikirikannya sampai ketika saat kontrol kehamilan ini yang pertama kalinya, kami bertemu dengan salah seorang teman yang ternyata istrinya sedang mengandung anak kembar. Saat itu, aku sempat berpikir dalam hati " sepertinya lucu ya kalau memiliki anak kembar". Akhirnya di kontrol selanjutnya, berita mengejutkan ini pun akhirnya kami dapatkan.
Begitu mendapat berita bahagia ini, aku langsung mencoba berkonsultasi dengan beberapa teman yang sudah berpengalaman memiliki anak kembar. Tanpa disangka ternyata responnya cukup membuat bersemangat. Seorang teman hanya mengatakan "hamilnya berat teh", seorang kawan lagi mengatakan "gk usah jauh-jauh mikirin cara merawat anak kembarnya nanti, perhatiin aja dulu pas hamilnya". Wah ternyata perjuangan baru sudah menanti kami berdua.
Beberapa orang mengatakan bahwa pengalaman kehamilan tiap anak berbeda-beda. Sepertinya begitupun dengan kehamilan ketigaku yang kini diisi dua janin kembar. Morning sickness masih akrab menemani di kehamilan kali ini, walaupun frekuensi muntahnya tidak sesering di kehamilan sebelumnya. Berat badanku pun tidak perlu turun sampai 2 kg karena sudah menerapkan pola makan yang pernah dianjurkan dokter terdahulu. Namun, walaupun tidak turun, berat badanku sangat sulit naik. Selama 1 bulan berat badanku diam di tempat padahal frekuensi makan sudah jelas lebih banyak dan ternyata kemungkinan penyebabnya adalah karena ada dua janin yang menyerap sari makanannya. Selain mual dan muntah, di kehamilan kali ini aku juga cukup sering merasakan kembung dan sebah. Ya, lagi-lagi kemungkinan peran hormon sangat berpengaruh di sini.
Yang terlihat jelas berbeda dari kehamilan kembar adalah ukuran perut yang cepat sekali bertambah besar dibandingkan kehamilan tunggal. Hal ini tentu disebabkan karena di dalam satu rahim ini kini terisi dua janin dengan dua plasenta. Usia kehamilan pun seringkali menjadi salah jika ditebak oleh orang lain yang tidak mengetahui kondisi kembar ini. Biasanya bisa berbeda 2 bulan antara tebakan orang dengan kondisi yang sebenarnya. Hal ini pula lah yang membuat aku merasa seperti tidak mengalami trimester 2. Karena di saat usia kehamilan 4 bulan, tampilan dan beratnya sudah seperti yang hamil 6 bulan. Bahkan gerakan bayi pun terasa lebih awal dirasakan dibandingkan saat kehamilan tunggal. Kondisi ini pula lah yang membuat beberapa gejala seperti nyeri punggung, nyeri tulang pubis, nyeri pinggang dan rasa berat melanda lebih awal, yaitu sekitar sejak kehamilan memasuki usia 5 bulan. Di pertengahan trimester dua, aku dan suami juga sudah diberitahu mengenai jenis kelamin si kembar. Ternyata aku masih belum mendapat teman. Ya, dua janin ini insya Allah berjenis kelamin laki-laki. Bismillah, kelak rumah kami akan semakin ramai dengan tiga anak laki-laki. Aamiin. (Semangat bu!!^^) Memasuki akhir trimester 2, gerakan dua janin ini semakin ramai dan heboh memenuhi perutku. Terkadang yang satu menendang di kanan, yang satu lagi sedang cegukan di kiri, atau bahkan yang satu sedang mengulet di bagian bawah, yang satunya lagi sedang asik meninju-ninju di bagian atas. Rasanya sungguh lucu walaupun terkadang terasa cukup nyeri. Gerakannya pun cukup terasa jika diraba dengan tangan bahkan jika dilihat dengan mata kosong pun bisa terlihat dengan jelas.
Di awal trimester 3, semakin banyak yang menyangka bahwa aku sudah mendekati waktu melahirkan padahal saat itu baru masuk bulan ke 7. Berat badanku yang hanya naik sedikit membuat perut ini benar-benar terlihat besar sendiri. Memang di kehamilan kembar ini, kemauanku untuk makan banyak tidak seperti di kehamilan sebelumnya. Alarm lapar itu seperti hilang karena lambungku yang mungkin tertekan oleh dua janin. Hal ini membuatku menjadi jarang sekali merasa lapar sehingga alarm untuk makan pun biasanya kurasakan saat kepala sudah mulai pusing dan badan terasa lemas. Sampai saat ini pun, di usia kehamilan 8.5 bulan, total kenaikan berat badanku hanya sekitar 10 kg dengan berat janin yang sudah mencapai hampir 5 kg untuk dua janin. Di kehamilanku sebelumnya aku juga hanya mengalami peningkatan berat badan sebanyak 7 kg. Sepertinya setiap hamil, semua makanan yang ku makan langsung diserap oleh janin yang kukandung sehingga kenaikan berat badannya selalu sedikit. Dengan kondisi perut yang semakin besar, di usia 7 bulan kehamilan, aku sudah kesulitan untuk sujud saat sholat karena perut ini membuatku merasa sesak ketika sujud sehingga aku pun mulai sholat sambil duduk. Di usia 8 bulan kehamilan bahkan aku sudah mulai cuti praktik karena perut ini sudah cukup menghalangi posisi kerjaku di dental unit. Berbeda dengan kehamilan sebelumnya yang masih mengijinkanku untuk praktik hingga 9 bulan. Baju-baju hamil yang dulu juga cukup hingga usia kehamilan 9 bulan, kini di usia 7 bulan saja sudah tidak cukup lagi. Alhamdulilllah, memang beda sekali ya rasanya mengandung dua janin kembar.
Satu hal yang jelas membedakan antara kehamilan kali ini dengan kehamilan sebelumnya adalah adanya seorang anak balita yang mengiringi perjalanan kehamilanku kini. Ya, kehadiran anak pertamaku yang kini baru akan berusia 3 tahun cukup menjadi tantangan tersendiri. Di saat perutku sudah membesar dan masuk trimester 3, terkadang anak pertamaku ini masih minta dipangku saat duduk di mobil. Bahkan saat aku mulai kesulitan untuk berjongkok atau membungkuk, terkadang si kecil ini masih dengan manjanya memintaku membantunya untuk ke kamar mandi. Namun, seiring berjalannya waktu, balita ini pun mulai memahami kondisi ibunya. Kini dia sudah lebih mandiri. Di mobil sudah mau duduk sendiri bahkan sampai tertidur sendiri. Saat mau ke kamar mandi pun, kini dia sudah mau dibantu oleh Abi nya, neneknya atau pengasuhnya saja. Walaupun terkadang dia masih terlihat sedikit cemburu dengan rencana kehadiran dua adik baru tapi tidak jarang juga dia mengelus sayang perutku yang sudah besar ini (atau tiba-tiba mengelus gemas ><). Bahkan saat aku sudah mulai sering mengalami kontraksi palsu, dia akan memegang perutku dan berkomentar "ih, perut ibu ko keras kaya batu". Ya, semoga kelak kamu akan jadi aa yang sholeh dan hebat ya nak. Aamiin..
Kini usia kehamilanku sudah menginjak usia 35 minggu. Aku sudah berada di tahap lemah yang bertambah-tambah seperti yang digambarkan dalam Alquran. Tidur semakin tidak nyaman, beraktivitas di luar rumah pun terasa sangat mudah merasa lelah. Namun, insya Allah, aku yakin Allah memberikan kekuatan tersendiri dalam kehamilanku ini. Menurut dokter, posisi kedua bayi ini masih melintang sehingga akan sulit jika ingin melahirkan normal. Oleh karena itu, kemungkinan di saat usia kehamilan sudah mencapai 36 minggu dan kondisinya sehat maka dokter akan merencakan untuk operasi. Bismillah. Walaupun sempat berharap untuk bisa melahirkan tanpa operasi seperti di kelahiran anak pertamaku namun kini aku lebih menyerahkan segala sesuatu yang terbaik kepada Allah Yang Maha Mengetahui. Jika memang operasi adalah jalan yang terbaik, maka semoga aku dan suami sudah siap secara mental dan fisik dalam menghadapinya. Semoga kelak dua bayi ini lahir dengan sehat dan lancar dan kami sekeluarga bisa merawat kedua bayi ini dengan sebaik-baiknya. Aamiin..
- *ps : terima kasih banyak kepada suami dan si kecil yang selalu mendukung dalam kehamilan kali ini. Kita sama-sama tunggu kehadiran dua anggota baru keluarga kita ya.. mohon doanya.. ^^
Senin, 06 November 2017
Mengasuh si kecil anugerah dari Allah
Memasuki usia kehamilan 30 minggu, saya mulai kembali membaca buku-buku tentang melahirkan, menyusui dan mengurus bayi. 3 tahun memang belum bisa dikatakan cukup lama untuk membuat saya melupakan hal-hal tersebut, namun selain kondisi yang sedikit berbeda di kehamilan kali ini, tidak ada salahnya saya me refresh kembali ingatan saya mengenai hal ini.
Alhamdulillah, saat berusia 25 tahun, saya mendapatkan hadiah buku dengan judul Panduan Terlengkap Pasca Melahirkan karya penulis Nurul Chomaria, S.Psi yang diberikan oleh sahabat-sahabat terdekat saya dan di saat anak pertama saya berusia 2 bulan, saya juga mendapatkan sebuah buku dengan judul Buku pintar ASI dan Menyusui dari penulisnya langsung yaitu mba Fatimah Berliana Monika, seorang konselor ASI dengab sertifikat internasional yang di tahun 2015 silam mengisi materi bersama dengan suami saya mengenai 1000 hari pertama kehidupan di Masjid Salman ITB. Dua buku ini lah yang menjadi pedoman saya dalam memulai perjalanan baru sebagai ibu.
Kali ini saya akan sedikit berbagi apa-apa saja yang menjadi perhatian saya dalam mengurus bayi. Selain dari 2 buku ini, saya juga mendapatkan ilmu dari berbagai sumber lain seperti dari pengalaman orang terdekat, diskusi dengan teman-teman maupun sumber-sumber lain dari internet. So, here we goo..
1. Perah memerah ASI
Bagi semua ibu baru, ASI pasti menjadi perhatian utama. Terlebih lagi di masa sekarang kampanye mengenai ASI begitu marak dilakukan. Hampir semua ibu merasakan sedikit kekhawatiran mengenai ASI ini, begitu juga dengan saya. Namun alhamdulillah banyak dukungan di sekitar yang meyakinkan saya bahwa insya Allah, saya pasti bisa memberikan ASI eksklusif kepada anak saya.
Di hari persalinan, saya cukup menyesal karena lupa membawa pompa ASI ke rumah sakit, padahal walaupun ASI nya belum banyak yang keluar tapi dengan diperah, maka ASI tersebut akan terangsang untuk keluar. Prinsipnya adalah semakin sering diperah maka ASI akan semakin terangsang untuk keluar. Jadi sebisa mungkin sering seringlah memerah walaupun ASI yang dihasilkannya sedikit. Menurut mba Monik (konselor ASI), minimal memerah itu 15-20 menit dan usahakan tiap 2-3 jam sekali.
Karena selama 3 bulan pertama saya benar-benar di rumah saja mengurus si kecil, maka bayi saya lebih sering menyusu langsung sehingga kadang saya tidak berkesempatan untuk memerah. Padahal sebenarnya bisa saja lho memerah sambil menyusui langsung. Hal ini baru saya lakukan di bulan ke 3 pasca melahirkan. Kurangnya frekuensi saya memerah dan juga karena sering menyusui langsung, stok ASIP saya terhitung sangat sedikit sehingga ketika sudah mulai praktik dokter gigi dan harus meninggalkan bayi di rumah, stok ASIP saya benar-benar kejar tayang. Terlebih lagi, terkadang bayi saya masih merasa kurang setelah menyusu langsung sehingga biasanya walaupun ada saya di rumah, bayi kecil ini masih meminta ASIP.
Produksi ASI saya memang tidak banyak. Kalau sedang di rumah saja, karena sering menyusui langsung, kadang saya hanya bisa memerah sebanyak 60-70 ml. Oleh karena itulah, stok ASIP saya lebih banyak dalam takaran 60-70 ml per botolnya. Kalau saya pergi praktik selama kurang lebih 3 jam, maka saat pulang barulah ASI hasil perah saya bisa mencapai 100-120 ml. Hal inilah yang membuat kulkas freezer 1 pintu yang sudah ada di rumah hanya terisi penuh 1 kolom saja. ^^
Namun, alhamdulillah, dengan kondisi yang seperti itu, anak saya, Kenzie, berhasil melalui ASI eksklusifnya hingga usia 2 tahun 1 bulan. Jadi , jangan patah semangat!! Insya Allah kalau kita yakin, Allah pun akan ikut memberikan ridhoNya. Jangan lupa juga untuk selalu "happy", karena semakin stress si ibu saat ASI nya kurang maka produksi ASI nya pun akan menjadi semakin sedikit.
2. Donor ASI?
Saat ini, donor ASI memang sudah sering ditemukan di tengah kehidupan para ibu-ibu muda, dengan pertimbangan bahwa ASI hasil donor itu lebih baik dibandingkan pemberian susu formula. Saya sendiri menerima donor ASI dari kakak saya yang di saat saya baru melahirkan, anaknya baru berusia 5 bulan. Alhamdulillah, produksi ASI kakak saya cukup melimpah sehingga masih bisa memberikan 16 botol ASIP nya untuk mendukung program ASI eksklusif keponakannya. Di awal2 masa menyusui memang banyak ibu yang mengeluhkan bahwa produksi ASInya masih sedikit, hal ini wajar saja karena proses stimulasi dari pompa ASI maupun dari sang bayi pun masih baru sedikit dilakukan. Oleh karena itulah, biasanya di awal masa kelahirannya, banyak bayi yang mengalami jaundice atau kuning yang ditandai dengan nilai bilirubin yang di atas 20 mg/dL untuk bayi di atas usia 3 hari. Hal ini bisa disebabkan salah satunya karena kurangnya asupan ASI. Alhamdulillah, anak pertama saya tidak mengalami fase ini karena mendapat donor ASI dari kakak saya.
Masalah donor ASI ini memang harus sangat diperhatikan terlebih bagi kaum muslim yang mengenal adanya saudara sepersusuan. Menurut saya, yang bisa menjadi ibu susu bagi anak saya kelak haruslah seseorang yang benar-benar saya kenal baik dan diketahui jelas identitasnya, bukan orang yang baru saya kenal. Saya sendiri pun memutuskan untuk menerima donor ASI karena sang ibu adalah kakak saya sendiri. Tapi hal ini dikembalikan lagi ke pribadi masing-masing ya.
3. Memberikan ASIP untuk pertama kalinya kepada si kecil
Untuk menghindari bingung puting, memang sebaiknya bayi tidak langsung diberikan ASIP melalui dot. Walaupun teknologi dot saat ini sudah banyak macamnya tapi tetap saja konsistensi dot yang terbuat plastik dengan yang dimiliki Ibu sungguh berbeda sehingga bisa membuat bayi merasa bingung puting.
Oleh karena itu, di awal-awal masa memberikan ASIP (pertama kalinya adalah saat saya harus kontrol 1 pekan pasca persalinan ke rumah sakit), ibu saya yang menjaga bayi di rumah menggunakan sendok untuk menyuapi ASIPnya. Bisa juga menggunakan pipet atau suntikan tanpa jarum. Memang agak sedikit kewalahan karena terkadang bayi menjadi sangat tidak sabaran ketika disuapi dengan sendok. Namun alhamdulillah lama-lama bayi mulai terbiasa. Setelah kurang lebih 1 bulan, di saat anak saya sudah semakin akrab dan kenal dengan menyusui langsung dari ibunya, barulah saya menggunakan dot untuk memberikan ASIP.
Sebenarnya, pemberian ASIP memang sebaiknya tidak menggunakan dot sama sekali, karena ada alat yang lebih baik yaitu cup feeder. Tapi saat itu, saya merasa selama bayi saya tidak bingung puting dan frekuensi pemberian ASIPnya juga tidak terlalu sering, maka saya tetap menggunakan dot. (Salah satu alasan lain tidak menggunakan cup feeder adalah karena penggunaannya lebih rumit menurut saya, hehehe)
4. Kualitas ASI
Yang harus diperhatikan dari ASI bukan hanya kuantitasnya yang mencukupi kebutuhan bayi, namun juga termasuk kualitasnya. Di saat bayi saya berusia 1 bulan dan kontrol ke dsa untuk sekalian vaksin, dokter mengatakan bahwa kenaikan BB bayi saya masih kurang padahal ASI saya dirasa cukup memenuhi kebutuhannya. Dokter mengatakan bahwa mungkin bukan di kuantitas ASI nya yang menjadi masalah, melainkan dari kualitasnya. Lalu apa yang mempengaruhi kualitas ASI ini? Tentu saja makanan yang dimakan oleh sang ibu. Saat itu, untuk meningkatkan kualitas ASI saya, dokter menganjurkan agar saya mengonsumsi telur ayam sebanyak 2 kali dalam satu hari. Hal ini juga masih dibarengi dengan sayur-sayuran hijau dan makanan bergizi lainnya.
Alhamdulillah, setelah menerapkan anjuran dokter, BB bayi saya pun naik dengan baik dan sesuai dengan standar BB per usia dari WHO. Jadi, bagi para ibu-ibu menyusui, selalu perhatikan asupan makanannya ya, karena ASI masih menjadi satu-satunya sumber nutrisi bagi bayi kita.
5. Popok kain, pospak atau cloth diaper?
Jika ada yang menanyakan hal di atas, maka jawaban saya adalah ketiga-tiganya. Di awal kelahiran, saya menggunakan popok kain agar bisa memantau kondisi kecukupan ASI dari frekuensi BAB dan BAK si kecil, selain itu , saat tali pusarnya belum lepas, rasanya lebih aman menggunakan popok kain.
Setelah berusia 1 bulan, barulah saya mulai mengganti popok kain ini dengan kombinasi cloth diaper dan pospak (popok sekali pakai). Kombinasi ini saya lakukan karena dengan menggunakan cloth diaper, selain mengirit biaya pospak, saya melatih dan membiasakan diri saya sendiri untuk mengecek kondisi bayi dan mengganti cloth diapernya setiap 4 jam sekali karena biasanya jika sudah lebih dari 4 jam, cloth diaper ini akan mulai bocor. Kalau menggunakan pospak seharian, saya bisa lupa mengecek atau mengganti per 4 jam karena biasanya pospak bisa menahan air pipis bayi hingga 8 jam, sedangkan memang sebaiknya untuk bayi baru lahir, popok harus diganti per 4 jam untuk menghindari ruam popok. Saat sudah mulai malam dan sudah waktunya tidur, barulah saya ganti menggunakan pospak hingga pagi agar tidak mengganggu tidur bayi. Selain itu, frekuensi BAK bayi saat tidur pun lebih sedikit.
Saya bertahan menggunakan kombinasi ini hingga anak saya berusia 6 bulan. Setelah 6 bulan, saya hanya menggunakan pospak saja karena pup bayi yang mulai padat karena sudah mulai makan akan cukup menyulitkan saat harus mencuci cloth diapernya.
6. Bedak bayi & minyak telon perlukah?
Sejak sebelum melahirkan, saya memang pernah membaca bahwa penggunaan bedak bayi sebenarnya tidak disarankan karena dapat terhirup bayi dan menimbulkan gangguan di paru-parunya. Kakak saya juga memberitahu saya mengenai hal ini sehingga saya memang tidak pernah menggunakan bedak bayi kepada anak saya kecuali saat anak saya terkena penyakit roseola dan diresepkan bedak oleh dokternya di usia 1 tahun. Namun untuk minyak telon, saya masih menggunakannya bahkan hingga anak saya berusia 2 tahun. Kondisi cuaca yang cukup dingin di Bandung menjadi alasan utama saya untuk memberikan minyak telon kepada bayi.
Namun ternyata, menurut mba Monika, penggunaan bedak bayi, minyak telon dan krim atau lotion lain untuk bayi tidaklah diperlukan. Satu-satunya yang bisa diberikan kepada bayi adalah krim ruam popok yang mengandung zinc dan hanya diberikan ketika bayi mulai ruam popok. Memang terkadang, para ibu tergoda dengan iklan di televisi dengan adanya bedak, minyak telon, baby lotion, baby oil, cologne dan bahkan hair lotion yang seolah memang dibutuhkan oleh bayi. Pada kenyataannya, kosmetik-kosmetik tersebut tidak diperlukan, bahkan penggunaannya dapat menyebabkan dermatitis pada kulit bayi yang masih sangat sensitif. Untuk memberikan kehangatan kepada bayi bisa dengan memakaikan baju panjang saja. Jadi ternyata memang lebih baik untuk membiarkan bayi kita apa adanya saja tanpa diberikan krim dan bedak disana sini kecuali memang ada instruksi khusus dari dokter anak.
7. Sarung tangan kaki dan bedong
Saat membeli perlengkapan kebutuhan bayi di usia kehamilan 7 bulan ke atas, biasanya sarung tangan dan sarung kaki menjadi satu hal yang dimasukkan ke dalam list kebutuhan bayi yang diperlukan. Saya pun membeli sekitar 3 pasang saat hamil anak pertama dulu. Dari rumah sakit pun, selama 2 hari dirawat di sana pasca persalinan, bayi kecil saya pun selalu dipakaikan sarung tangan.
Setelah sampai rumah, selama beberapa hari awal, saya masih sering memakaikan sarung tangan ini sedangkan sarung kaki sangat jarang karena biasanya kaki bayi sudah tertutup bedong. Namun ternyata sebenarnya lebih baik agar tangan bayi lebih sering dibiarkan bebas tanpa tertutup sarung tangan sehingga tangannya bisa bebas bereksplorasi. Penggunaan sarung tangan bisa saja diperlukan jika khawatir bayi akan mencakar wajahnya sendiri tapi selama kukunya dipotong dengan rutin, hal ini bisa dicegah tanpa harus bergantung pada penggunaan sarung tangan. Oleh karena itulah, di kehamilan kedua ini saya tidak terlalu mementingkan untuk membeli sarung tangan dan kaki ini.
Lalu soal bedong membedong, sepertinya sudah cukup banyak artikel yang menjelaskan mengenai bahayanya membedong bayi dengan ikatan yang terlalu kencang seperti yang sering dilakukan orang-orang terdahulu. Dengan alasan agar kakinya lurus maka pemakaian bedong bayi seperti menjadi keharusan di awal masa kelahiran. Saya sendiri pun membedong anak pertama saya selama kurang lebih di 3 minggu awal.
Di beberapa hari awal, bedongnya menutupi sampai tangan tapi lama kelamaan hanya untuk menutupi bagian kaki saja agar tangannya bisa bergerak bebas. Namun ternyata penggunaan bedong ini tidak terlalu diperlukan. Saat ada kunjungan pasca persalinan dari bidan rumah sakit ke rumah saya, bu bidan sedikit menegur saya karena saat itu saya masih membedong anak saya yang sudah berusia 3 minggu. Menurutnya hal itu membatasi gerak anak dan kalau mau memberikan kehangatan, cukup pakaikan saja celana panjang dan kaus kaki. Jadi, sepertinya kalau memang mau membedong anak di awal masa kelahirannya, mungkin cukup di 1 minggu pertama saja, hanya untuk proses adaptasi awal sang ibu saat menggendong bayi yang baru lahir dan juga untuk proses adaptasi awal si kecil dengan dunia di luar rahim. Tapi jangan lupa dilonggarkan ya bedongnya ^^
8. Tidur tengkurap dan SIDS
Di awal masa kelahirannya, saat tidur, anak saya selalu diposisikan tidur telentang menggunakan bantal peang dan dikelilingi oleh guling kecil dan selimutnya. Selama kurang lebih 1 minggu awal, posisi tidur anak saya akan selalu seperti ini, baik tidur siang maupun malam. Ketika menjelang hari akikah, alhamdulillah, saya dan si kecil mendapat kunjungan dari rekan-rekan di klinik tempat saya bekerja. Saat itulah, dokter pemilik klinik menyarankan saya untuk menidurkan bayi dalam posisi tengkurap, insya Allah bayi akan lebih nyenyak. Hal ini disebabkan karena saat bayi mengalami refleks moro ( refleks seperti terkejut dan mengangkat kedua tangannya ), jika tidur tengkurap, bayi akan tetap merasa nyaman karena dadanya seperti masih di dalam pelukan ibu, berbeda jika tidur telentang.
Cara menidurkan tengkurap adalah setelah bayi tertidur, letakkan di tempat tidurnya lalu perlahan miringkan badan bayi dan ubah posisinya menjadi tengkurap dengan terlebih dulu menjaga tangannya agar tidak sampai terlipat. Karena saat tidur tengkurap jika bayi pipis maka pipisnya bisa menyebar sampai ke perut jika menggunakan popok kain, maka untuk mengakalinya bisa menggunakan popok kain tambahan yang dilipat menyerupai pembalut dan diletakkan di dalam popok kain yang dipakai sehingga pipisnya akan terserap ke bagian itu, atau kalau memang sudah pakai cloth diaper atau pospak, insya Allah lebih aman.
Sepulangnya rombongan klinik dari rumah, saya langsung mempraktikkan anjuran dari dokter ini. Alhamdulillah, tidur anak saya memang menjadi lebih nyenyak dan saya terus memakai cara ini hingga si kecil sudah bisa berguling-guling sendiri saat tidur. Namun, ada yang harus diwaspadai orangtua jika menggunakan cara ini yaitu Sudden Infant Death Syndrome (SIDS). SIDS ini adalah kondisi saat bayi tiba-tiba meninggal tanpa penyebab yang jelas di usia kurang dari 1 tahun. Biasanya terjadi saat tidur dan sering dikaitkan dengan kondisi bayi saat tidur seperti tidur tengkurap, terkena asap rokok, kepanasan, tertutup selimut ataupun bantal tidurnya, dan lainnya. Untuk mencegah hal ini, ada baiknya, ibu selalu mengecek kondisi bayi saat tidur tengkurap setiap 2 jam. Walaupun ini mengganggu tidur sang ibu tapi setidaknya si kecil bisa lebih nyenyak.
9. Bouncer dan car seat
Saat hamil anak pertama, saya memang tidak mempersiapkan untuk membeli bouncer karena di klinik tempat saya praktik ada sebuah poster yang menjelaskan bahwa penggunaan bouncer dan carseat di usia kurang dari 4 bulan ternyata kurang baik untuk pertumbuhan tulang belakang bayi. Menurut poster tersebut, bentuk bouncer dan carseat akan membuat bayi berada pada posisi duduk dan membuat berat badannya tertumpu pada salah satu sisi saja sehingga tulang punggungnya bisa bengkok. Oleh karena itu, menurut penjelasan di poster, paling cepat menggunakan bouncer atau carseat adalah saat bayi sudah bisa bertumpu pada dua lengannya.
Walaupun tidak membeli bouncer sendiri, ternyata saya mendapatkan hadiah bouncer dari beberapa teman. Pada akhirnya bouncer ini tidak saya gunakan di awal kelahiran. Kira-kira di usia 3 bulan, saya mencoba memakai bouncer ini untuk mengajak si kecil bermain tapi ternyata dia tidak betah berada di atas bouncer ini dan akhirnya bouncer ini pun tidak saya gunakan lagi. Kalau untuk carseat, saya pernah mencoba menggunakannya saat si kecil berusia 4-5 bulan namun lagi-lagi bayi kecil saya tidak betah.
Untuk penggunaan carseat dan bouncer memang sebaiknya lebih diperhatikan lagi kebutuhannya bagi setiap orangtua. Jika memang akan menggunakan, maka jangan lupa perhatikan jenis dudukan bouncer atau carseat yang sesuai dengan usia bayi. Dan jangan lupa untuk selalu memperhatikan kondisi bayi saat sedang di dudukkan di carseat atau bouncer.
10. Hobi "makan tangan"
Sejak usia 3-4 bulan, bayi akan mulai sering memasukkan tangannya ke dalam mulutnya sendiri. Banyak orangtua yang akhirnya sering melarang bayi melakukan hal ini karena alasan kebersihan. Namun ternyata, dalam sebuah artikel pernah dijelaskan bahwa hal tersebut adalah hal yang normal bagi bayi karena dia sedang mengeksplorasi segala sesuatu di sekitarnya menggunakan tangannya termasuk mulutnya sendiri. Selain itu, hal ini juga akan membiasakan mulut bayi untuk dimasuki sesuatu benda asing sehingga kelak saat waktu MPASI tiba, mulut bayi akan menjadi lebih siap. Salah satu contohnya adalah bayi menjadi tidak mudah muntah saat dalam fase MPASI.
Setelah membaca artikel tersebut, saya pun mencoba untuk membiarkan bayi saya memasukkan tangan ke dalam mulutnya, yang penting kondisi tangannya bersih dan tidak habis memegang sesuatu yang kotor. Alhamdulillah, saat memasuki fase MPASI, anak saya tidak pernah tiba-tiba muntah saat disuapi makanan. Jadi, yang penting perhatikan saja kebersihan tangan bayi setiap saat. ^^
Kira-kira itulah 10 hal sederhana mengenai asuh mengasuh si kecil yang ingin saya bagikan di tulisan ini. Semoga bermanfaat :)
Selasa, 16 Agustus 2016
Dormi(s)tory. Cerita Kita di Jalan Cendekia
Assalamualaykum, selamat berjumpa lagi bloggers! Tidak terasa ternyata saya sudah meninggalkan blog ini cukup lama. Yah, mengurus anak memang cukup menyita waktu saya selama 1 tahun terakhir. Alhamdulillah, kini jagoan kecil saya udah menginjak usia 19 bulan, sudah semakin besar, semakin sholeh dan semakin pintar, aamiin.
Sebenarnya saya sudah lama ingin sekali kembali menulis. Namun ternyata mendapatkan ide untuk menulis itu cukup sulit terlebih jika saat ini kehidupan saya hanya berkisar antara mengurus suami dan anak di rumah. Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu, tanpa sengaja saya membaca di halaman Facebook bahwa alumni sekolah saya (MAN Insan Cendekia) sudah membentuk sebuah komunitas blogger dan berencana untuk menerbitkan sebuah buku bersama. Wah, sepertinya ini merupakan sebuah kesempatan agar saya bisa kembali aktif di dunia menulis ini.
Alhamdulillah , salah satu teman angkatan saya menjadi contact person di komunitas tersebut. Tanpa ragu, saya pun langsung menyatakan ketertarikan saya untuk ikut bergabung di komunitas itu. Awalnya saya kira saya harus mengirimkan karya saya kepada komunitas itu untuk nantinya diseleksi apakah layak atau tidak untuk dimasukkan ke dalam buku yang akan mereka cetak. Namun, ternyata saya langsung dimasukkan ke dalam grup whatsapp komunitas blogger IAIC (Ikatan Alumni Insan Cendekia) yang saat itu sedang sibuk membicarakan proyek pertama mereka.
Seru sekali rasanya bisa bergabung di dalam satu grup yang terdiri dari sekitar 19 angkatan. Selain membicarakan topik tulisan, kadang grup ini juga menjadi ajang curhat teman-teman blogger IAIC mengenai seluruh seluk beluk pembuatan buku ini. Selain itu, grup ini juga menjadi sarana untuk berbagi banyak hal. Mulai dari ilmu parenting, teknologi dan lainnya. Alhamdulillah, walaupun kami tidak bertatap muka, namun rasa kekeluargaan sesama alumni IC pun tetap terasa.
Kini, buku dengan judul Dormi(s)tory : Cerita Kita di Jalan Cendekia, sudah selesai dicetak dan mulai dibagikan kepada guru-guru kami tersayang. Ketika saya kembali membaca satu persatu tulisan senior maupun junior saya di buku tersebut, tiba-tiba saya merasa sedang kembali ke masa 11 tahun yang lalu, saat saya masih menjadi siswa di sekolah itu. Ya, saya memang selalu merindukan masa-masa itu. Semua memori benar-benar seperti terputar kembali.
Alhamdulillah, respon dari para guru juga testimonial dari para petinggi sekaligus orangtua alumni IC membuat kami merasa sangat terharu. Kami tidak menyangka bahwa tulisan yang kami kumpulkan ini bisa memberikan kesan dan kenangan yang cukup baik. Respon baik inilah yang membuat kami menjadi lebih semangat untuk menyelesaikan proyek kedua kami. Selain dibagikan kepada guru, buku ini juga dijual kepada adik-adik calon siswa/siswi IC saat proses penerimaan siswa baru beberapa waktu yang lalu dan kepada para alumni ( tentunya ) juga siapapun yang ingin mengetahui kehidupan kami di sekolah tercinta.
Bagi yang ingin memesan, silakan buka http://bit.ly/PesanDormistory2.
Selamat Membaca!!
*very late post. Sorry :)
Sebenarnya saya sudah lama ingin sekali kembali menulis. Namun ternyata mendapatkan ide untuk menulis itu cukup sulit terlebih jika saat ini kehidupan saya hanya berkisar antara mengurus suami dan anak di rumah. Alhamdulillah, beberapa waktu yang lalu, tanpa sengaja saya membaca di halaman Facebook bahwa alumni sekolah saya (MAN Insan Cendekia) sudah membentuk sebuah komunitas blogger dan berencana untuk menerbitkan sebuah buku bersama. Wah, sepertinya ini merupakan sebuah kesempatan agar saya bisa kembali aktif di dunia menulis ini.
Alhamdulillah , salah satu teman angkatan saya menjadi contact person di komunitas tersebut. Tanpa ragu, saya pun langsung menyatakan ketertarikan saya untuk ikut bergabung di komunitas itu. Awalnya saya kira saya harus mengirimkan karya saya kepada komunitas itu untuk nantinya diseleksi apakah layak atau tidak untuk dimasukkan ke dalam buku yang akan mereka cetak. Namun, ternyata saya langsung dimasukkan ke dalam grup whatsapp komunitas blogger IAIC (Ikatan Alumni Insan Cendekia) yang saat itu sedang sibuk membicarakan proyek pertama mereka.
Seru sekali rasanya bisa bergabung di dalam satu grup yang terdiri dari sekitar 19 angkatan. Selain membicarakan topik tulisan, kadang grup ini juga menjadi ajang curhat teman-teman blogger IAIC mengenai seluruh seluk beluk pembuatan buku ini. Selain itu, grup ini juga menjadi sarana untuk berbagi banyak hal. Mulai dari ilmu parenting, teknologi dan lainnya. Alhamdulillah, walaupun kami tidak bertatap muka, namun rasa kekeluargaan sesama alumni IC pun tetap terasa.
Kini, buku dengan judul Dormi(s)tory : Cerita Kita di Jalan Cendekia, sudah selesai dicetak dan mulai dibagikan kepada guru-guru kami tersayang. Ketika saya kembali membaca satu persatu tulisan senior maupun junior saya di buku tersebut, tiba-tiba saya merasa sedang kembali ke masa 11 tahun yang lalu, saat saya masih menjadi siswa di sekolah itu. Ya, saya memang selalu merindukan masa-masa itu. Semua memori benar-benar seperti terputar kembali.
Alhamdulillah, respon dari para guru juga testimonial dari para petinggi sekaligus orangtua alumni IC membuat kami merasa sangat terharu. Kami tidak menyangka bahwa tulisan yang kami kumpulkan ini bisa memberikan kesan dan kenangan yang cukup baik. Respon baik inilah yang membuat kami menjadi lebih semangat untuk menyelesaikan proyek kedua kami. Selain dibagikan kepada guru, buku ini juga dijual kepada adik-adik calon siswa/siswi IC saat proses penerimaan siswa baru beberapa waktu yang lalu dan kepada para alumni ( tentunya ) juga siapapun yang ingin mengetahui kehidupan kami di sekolah tercinta.
Bagi yang ingin memesan, silakan buka http://bit.ly/PesanDormistory2.
Selamat Membaca!!
*very late post. Sorry :)
Anak dan dokter gigi
Mengenalkan anak kepada dokter gigi memang sebaiknya dilakukan sejak dini. Beberapa mengatakan bahwa usia yang paling tepat adalah saat anak berusia 2 tahun. Hal ini dilakukan agar kelak ketika anak memiliki masalah dengan giginya maka anak akan terbiasa untuk berada di lingkungan ruang dokter gigi dan tidak memiliki pandangan bahwa dokter gigi itu menakutkan. Tidak bisa dipungkiri, dokter gigi mungkin memang cukup sering ditakuti oleh anak-anak, padahal beberapa dari mereka belum pernah merasakan perawatan di dokter gigi. Mungkin hal ini disebabkan oleh suara bising dari alat di runag dokter gigi, alat-alat yang terlihat tajam di atas meja atau mungkin karena anak-anak juga sering ditakut-takuti oleh orangtuanya tentang sosok dokter gigi yang menyeramkan.
Dalam perawatan gigi anak, peran orangtua sangat dibutuhkan. Yang dimaksud peran di sini bukan berarti bahwa orangtua harus ikut membantu dokter gigi agar anak mau duduk di kursi gigi dan membuka mulutnya dengan cara memaksa dan mengancam. Perawatan tidak akan berjalan lancar jika anak merasa dipaksa. Peran orangtua yang diharapkan oleh para dokter gigi adalah membantu meyakinkan anak bahwa perawatan dengan dokter gigi akan berjalan dengan baik dan kondisi giginya akan segera membaik. Ajak anak untuk berkomunikasi dengan bahasa mereka tapi jangan ada unsur kebohongan di dalamnya. Biarkan dokter gigi yang menjelaskan kepada anak mengenai perawatan yang akan dilakukan. Orangtua sangat diharapkan dapat mendukung suasana di dalam ruang dokter gigi dengan pendampingan yang menenangkan, tanpa ada unsur paksaan, nada mengancam atau mencoba membantu dokter gigi menjelaskan prosedur perawatan kepada anak yang terkadang malah salah.
Pada kunjungan pertama seorang anak ke dokter gigi, diharapkan orangtua dapat bersabar, karena dokter gigi secara perlahan akan mencoba memberi perkenalan awal kepada anak. Jangan terlalu berharap bahwa tujuan datang ke dokter gigi di kunjungan pertama dapat berjalan dengan lancar. Untuk menghindari rasa "kapok ke dokter gigi", sebaiknya di kunjungan pertama, perawatan yang dilakukan lebih kepada perawatan perkenalan, jadi tidak asal cabut yang akhirnya nanti mungkin membuat anak menjadi takut ke dokter gigi.
Hal yang cukup sering membuat anak takut adalah suntikan. Dalam prosedur pencabutan, dokter gigi memiliki beberapa cara agar anak dapat melewati prosedur tersebut dengan sakit yang minimal. Orangtua sangat diharapkan agar tidak memberikan cerita bohong kepada anak mengenai rasa sakit. Jangan janjikan kepada anak bahwa perawatan tidak sakit sama sekali. Walaupun pada beberapa kasus, ada anak yang merasa tidak sakit sama sekali saat proses pencabutan, namun ada juga yang masih merasa sedikit sakit saat proses pembaalan (anestesi). Jika anak sudah dibekali cerita bahwa proses pencabutan tidak akan terasa sakit namun pada kenyataannya dia harus mengalami pengalaman yang tidak nyaman, dikhawatirkan anak akan kapok ke dokter gigi dan menganggap bahwa semua perawatan di dokter gigi itu menyakitkan serta timbulnya ketidakpercayaan anak terhadap dokter gigi dan orangtuanya.
Dalam perawatan gigi anak, peran orangtua sangat dibutuhkan. Yang dimaksud peran di sini bukan berarti bahwa orangtua harus ikut membantu dokter gigi agar anak mau duduk di kursi gigi dan membuka mulutnya dengan cara memaksa dan mengancam. Perawatan tidak akan berjalan lancar jika anak merasa dipaksa. Peran orangtua yang diharapkan oleh para dokter gigi adalah membantu meyakinkan anak bahwa perawatan dengan dokter gigi akan berjalan dengan baik dan kondisi giginya akan segera membaik. Ajak anak untuk berkomunikasi dengan bahasa mereka tapi jangan ada unsur kebohongan di dalamnya. Biarkan dokter gigi yang menjelaskan kepada anak mengenai perawatan yang akan dilakukan. Orangtua sangat diharapkan dapat mendukung suasana di dalam ruang dokter gigi dengan pendampingan yang menenangkan, tanpa ada unsur paksaan, nada mengancam atau mencoba membantu dokter gigi menjelaskan prosedur perawatan kepada anak yang terkadang malah salah.
Pada kunjungan pertama seorang anak ke dokter gigi, diharapkan orangtua dapat bersabar, karena dokter gigi secara perlahan akan mencoba memberi perkenalan awal kepada anak. Jangan terlalu berharap bahwa tujuan datang ke dokter gigi di kunjungan pertama dapat berjalan dengan lancar. Untuk menghindari rasa "kapok ke dokter gigi", sebaiknya di kunjungan pertama, perawatan yang dilakukan lebih kepada perawatan perkenalan, jadi tidak asal cabut yang akhirnya nanti mungkin membuat anak menjadi takut ke dokter gigi.
Hal yang cukup sering membuat anak takut adalah suntikan. Dalam prosedur pencabutan, dokter gigi memiliki beberapa cara agar anak dapat melewati prosedur tersebut dengan sakit yang minimal. Orangtua sangat diharapkan agar tidak memberikan cerita bohong kepada anak mengenai rasa sakit. Jangan janjikan kepada anak bahwa perawatan tidak sakit sama sekali. Walaupun pada beberapa kasus, ada anak yang merasa tidak sakit sama sekali saat proses pencabutan, namun ada juga yang masih merasa sedikit sakit saat proses pembaalan (anestesi). Jika anak sudah dibekali cerita bahwa proses pencabutan tidak akan terasa sakit namun pada kenyataannya dia harus mengalami pengalaman yang tidak nyaman, dikhawatirkan anak akan kapok ke dokter gigi dan menganggap bahwa semua perawatan di dokter gigi itu menyakitkan serta timbulnya ketidakpercayaan anak terhadap dokter gigi dan orangtuanya.
Perawatan gigi anak akan maksimal saat kerjasama antara anak, dokter gigi dan orangtua dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu, untuk para orangtua, mari bangun kerjasama yang baik dengan dokter gigi saat mengantar anak untuk menjalani perawatan giginya. Kuncinya adalah tanpa paksaan, tidak berbohong dan bersikap tenang. Salam gigi sehat!
Langganan:
Postingan (Atom)