Minggu, 08 Februari 2015

Akhirnya kita bertemu, nak

Sejak jam 12 malam, aku mulai kembali merasakan kontraksi yang cukup teratur. Tapi, walaupun kontraksi ini memang terasa lebih kencang, aku masih bisa menahannya sampai shubuh. Hari ini usia kehamilanku sudah mencapai minggu ke 39 hari ke 7 dan besok adalah hari perkiraan lahir (HPL) bayi laki-laki ku. Apakah bayi ini akan lahir hari ini? Entahlah, sejak 2 minggu yang lalu, aku sudah sering merasakan kontraksi yang teratur dan flek pun sudah sering keluar, tapi ternyata, bukaan jalan lahirnya baru sebesar 1 cm (bukaan satu). Ya, sejak minggu ke 38, aku sudah sering merasakan kontraksi-kontraksi yang cukup teratur ini. Bahkan, ibu dan kakakku sudah berangkat ke Bandung karena mengira aku akan melahirkan. Aku pun sudah cukup sering bolak-balik kontrol ke rumah sakit karena merasakan kontraksi yang lumayan kencang. Tapi, selama hampir 2 minggu itu, bukaanku tidak juga naik dan aku hanya disuruh kembali pulang ke rumah, menunggu datangnya kontraksi yang tidak bisa lagi ku tahan. Gemas rasanya menanti kelahiran putra kecilku ini. Setiap hari, aku mengajaknya mengobrol, memintanya untuk segera bergerak ke bawah dan membuatku merasakan kontraksi yang hebat. Selama 2 minggu itu pula, ibu dan ibu mertuaku rajin mengecek kondisiku setiap harinya, apakah hari ini ada rasa mulas atau tidak. Benar-benar penantian yang tak akan ku lupakan. Seorang teman yang juga pernah merasakan pengalaman seperti ini (bukaan satu selama hampir 2 minggu) menceritakan padaku, bahwa nanti saat waktunya tiba, naik bukaan jalan lahir akan lebih cepat. Ya, semoga saja, kelak nanti prosesnya akan berjalan dengan cepat.

Setelah shalat shubuh, akhirnya aku memutuskan untuk mengajak suamiku kembali kontrol ke rumah sakit, walaupun aku tidak terlalu berharap bahwa aku akan masuk rumah sakit hari ini. Karena sedang menginap di rumah mertuaku dan ada rencana untuk mengunjungi saudara di daerah Taman Sari, pagi ini, bukan hanya aku dan suamiku yang akan ke rumah sakit, tapi kedua mertuaku, adik iparku, dan kakak iparku bersama istri dan anaknya juga ikut mengantarku ke rumah sakit. Perkiraanku, setelah kontrol ini, aku akan disuruh kembali pulang dan baru kembali masuk rumah sakit di sore harinya, setelah berkunjung ke TamanSari. 

Setibanya di rumah sakit, aku pun langsung mendaftar untuk kontrol dengan dokter spesialis kandungan perempuan yang sedang jaga saat itu, karena dokter yang biasa menanganiku sedang tidak praktik. Sambil menunggu dokter yang ternyata sedang ada operasi, aku disarankan untuk menjalani pemeriksaan CTG untuk mengetahui kondisi janin dalam rahimku dan juga kekuatan kontraksinya. Sebelumnya, aku sudah pernah menjalani pemeriksaan ini, di waktu 2 minggu yang lalu itu, dan hasilnya kontraksi yang kurasakan masih kurang kuat. Namun, hari ini, hasil CTG nya menunjukkan bahwa kontraksiku sudah cukup sering dan kuat. Apakah benar aku akan melahirkan hari ini? Ah, sebaiknya, aku tunggu saja pemeriksaan dengan dokter nanti. 

Begitu masuk ruang dokter, aku menceritakan semua riwayat kontraksi yang sudah kurasakan sejak 2 minggu yang lalu dan kontraksi yang sudah kembali kurasakan sejak jam 12 malam tadi. Awalnya, saat memeriksa bukaan, dokter mengatakan bahwa bukaannya masih saja di ukuran 1 cm. Ya, sepertinya memang bukan hari ini, pikirku saat itu. Tapi, dokter ini penasaran karena kekuatan kontraksiku sudah cukup baik. Akhirnya, dia menelusuri lebih dalam lagi dan ternyata bukaannya sudah masuk ke ukuran 4 cm (bukaan empat) namun posisi mulut rahimku masih belum lurus dengan jalan lahir sehingga agak sulit diraba. Bukaan empat! Aku cukup terkejut. Itu berarti, aku akan langsung masuk ruang bersalin dan kemungkinan hari ini aku akan melahirkan putra pertamaku. Bismillah.

Setelah memberitahu keluarga yang mengantarku ke rumah sakit, pukul 10 pagi,  aku langsung masuk ke ruang bersalin ditemani suami dan ibu mertuaku. Aku pun mengabari ibu dan kakakku yang masih berada di Jakarta. Di dalam ruangan bersalin, aku diminta untuk berganti baju dan mulai melakukan beberapa persiapan untuk proses persalinan. Rasa-rasanya masih belum percaya bahwa akhirnya hari ini datang juga. Saat ini, aku masih bisa berjalan-jalan, makan siang dan mengobrol dengan beberapa teman via ponselku. Ditemani mertuaku, aku masih menikmati kontraksi yang belum terlalu hebat ini dengan menonton televisi, walaupun sesekali, ibu mertuaku membantu mengelus punggungku saat kontraksi itu tiba. Setelah shalat jumat, suamiku yang sejak tadi mengurus administrasi rumah sakit, kini sudah berada di ruang bersalin, ikut menemani dan mengusap punggungku untuk sedikit mengurangi sakitnya kontraksi.

Pukul 14, bidan masuk dan kembali mengecek pembukaan. Alhamdulillah, ternyata bukaanya naik dengan cukup lancar. Menurut bidan, prosesnya akan cepat. Bidan pun langsung menghubungi dokter spesialis kandungan yang akan membantuku melahirkan. Kontraksi yang kurasakan memang semakin kencang dan sering namun aku masih bisa menahannya dengan mengatur pernapasanku. Rasa deg-degan akan menghadapi persalinan masih belum terlalu mengganggu pikiranku. Keluargaku yang dari Jakarta mengabari bahwa mereka mungkin akan tiba di Bandung malam hari. Bismillah, semoga semuanya berjalan lancar.

Sejak kontraksi semakin sering dan kuat, aku sering sekali melihat jam dan berharap waktu pengecekan pembukaan oleh bidan sudah dekat. Dan setiap pembukaan dicek, aku selalu berharap, bukaanya sudah naik dengan cepat. Semakin sore, bukaanku memang naik dengan lancar, dan itu berarti kontraksi yang kurasakan pun sudah semakin sering dan kuat. Tapi, aku masih bisa menghadapi rasa sakit ini dan aku benar-benar sangat menantikan bukaan ini menjadi lengkap.

Mendekati maghrib, bukaanku sudah mencapai bukaan delapan dan ternyata ini adalah saat yang paling sulit buatku. Di bukaan delapan ini, air ketubanku akhirnya pecah dan kepala bayi bergerak semakin ke bawah. Kontraksi yang kurasakan semakin kuat lagi dan yang paling sulit adalah menahan diri untuk tidak mengejan. Sungguh ini adalah hal yang sangat sulit. Coba saja dibayangkan, ada sesuatu sebesar kepala bayi yang sudah berada di bawah dan menunggu untuk didorong keluar namun pintu keluarnya masih belum terbuka sempurna. Menahan buang air besar saja sudah sulit apalagi ini menahan untuk tidak mendorong kepala bayi. Aku cukup stres di masa ini karena semakin aku ingin menahan mengejan, aku malah secara refleks mengejan sehingga terjadi pembengkakan di jalan lahir dan bukaanku akan semakin sulit untuk naik. Kontraksi yang kurasakan ternyata dirasa masih kurang oleh dokter sehingga aku pun diberi obat tambahan untuk mempercepat kontraksinya dan melunakkan pembengkakan yang ada di jalan lahir. Suamiku yang juga seorang dokter benar-benar sangat membantuku sejak awal. Aku benar-benar tidak ingin ditinggal olehnya, bahkan saat dia ingin mengambil minum sekalipun, maaf ya sayang. Selama proses kontraksi setelah bukaan delapan ini, suamiku selalu membantuku untuk mengatur napas dan berkonsentrasi untuk tidak mengejan. Sambil memegang perutku, suamiku bisa merasakan kapan kontraksi itu datang dan hilang dan dia memanduku untuk mengatur napas agar aku tidak mengejan. Bahkan, dia yang mencontohkannya kepadaku cara mengatur napas. Setelah obat masuk, kontraksiku menjadi semakin sering sehingga aku pun menjadi semakin sering harus menahan untuk tidak mengejan dan itu membuatku semakin stres. Bagaimana kalau aku tidak bisa menahan untuk tidak mengejan? Apakah aku masih bisa melahirkan? Sungguh, aku benar-benar sudah sampai pada tahap pasrah. Kalaupun aku harus berakhir di meja operasi untuk operasi caesar, aku sudah pasrah, yang penting bayi ini bisa keluar dengan selamat. Saat itu, aku terus menerus bertanya pada suamiku "sampai kapan aku harus menahan untuk tidak mengejan ini?". Aku benar-benar terlihat hampir menyerah, namun ibu, ibu mertua dan suamiku terus menerus menyemangati dan meyakinkan bahwa aku pasti bisa. Beberapa kali aku ditawari untuk makan malam karena aku terakhir makan jam 12 siang tadi, sedangkan waktu sudah semakin malam dan untuk proses melahirkan ini aku memang butuh tenaga yang cukup. Tapi, aku berkali-kali menolak untuk makan karena sepertinya aku tidak akan sanggup menahan kontraksi ini sambil makan. Menjalani proses menahan mengejan ini membuat ibuku akhirnya keluar ruangan bersalin karen tidak tega melihat kondisiku yang sepertinya sudah hampir menyerah.

 Sekitar jam 10 malam, setelah melewati beberapa jam menahan diri untuk tidak mengejan sambil terus berkonsentrasi mengatur napas, tiba-tiba beberapa bidan masuk ruangan dan mengatakan akan berganti shift jaga. Setelah itu, bidan yang jaga malam mencoba mengecek pembukaanku. Dan, ternyata, sudah bukaan lengkap! Aku sudah boleh mengejan. Alhamdulillah, akhirnya waktu yang dinanti ini datang juga. Aku sempat berpikir bahwa aku tidak akan sampai ke bukaan lengkap karena aku masih saja gagal untuk menahan mengejan, tapi ternyata aku bisa. Sungguh, rasanya sangat lega sekali. Akhirnya aku boleh mengejan dan insya Allah sebentar lagi aku akan melihat bayiku. Setelah itu, bidan dan dokter spesialis langsung memanduku untuk mengejan setiap kontraksi itu datang, tentu saja, suamiku masih berada di sampingku dan memanduku selama proses melahirkan, dialah yang mengingatkanku semua instruksi selama mengejan. Alhamdulillah, pukul 22.18 , setelah kurang lebih 4 kali rangkaian mengejan, dibantu episiotomi, aku berhasil mengeluarkan bayi laki-lakiku dari dalam rahim. Alhamdulillah, sungguh lega dan bahagia rasanya. Jujur saja, setelah melahirkan, aku malah menjadi lebih segar dibandingkan saat-saat harus menahan mengejan itu, walaupun kakiku masih saja bergetar karena menahan rasa sakit. Setelah bayiku dikeluarkan, dokter dan bidan mulai mengeluarkan plasenta dan menjahit luka episiotomi. Dan, akhirnya tibalah saatnya bagiku untuk melakukan inisiasi menyusui dini (IMD). Sungguh, rasa bahagia itu tidak terkira saat bayiku diletakkan di dadaku dan ku peluk dengan sangat hangat. Akhirnya kita bertemu, anakku. Inilah janji ibu kepadamu nak, bahwa setelah kau lahir, ibu akan memelukmu dengan penuh cinta. Alhamdulillah, akhirnya aku sudah menjadi seorang ibu.

Pengalaman melahirkan normal sungguh tak akan pernah terlupakan, mulai dari bukaan satu yang bertahan selama hampir dua minggu, sulitnya menahan mengejan di bukaan delapan, betapa pasrahnya diriku saat masa sulit itu dan betapa luarbiasanya suamiku yang terus mendampingiku selama proses itu. Aku merasa sangat beruntung memiliki suami seorang dokter yang banyak sekali membantu proses kehamilan dan persalinanku. Terimakasih suamiku sayang, kamu benar-benar sudah menjadi suami siaga, dokter pribadi yang sabar dan ayah yang hebat. Setelah melahirkan, aku juga semakin menyadari bahwa Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Sejujurnya, aku masih belum percaya bisa mengeluarkan bayi seberat 3 kg dari dalam rahimku melalui jalan yang hanya berukuran 10 cm, terlebih lagi, selama hamil dan bahkan sebelum menikah, aku yang jarang berolahraga ini, sering mengalami hipoglikemi dan hampir pingsan di tempat umum. Suami, ibu dan kakakku saja sempat mengkhawatirkan kemampuanku untuk persalinan normal karena hal itu, namun ternyata Allah mengizinkanku untuk bisa melewati proses yang hampir membuatku menyerah. Hal lain yang kusadari adalah perjuangan seorang ibu benar-benar pantas dihargai sehingga Rasulullah pun menempatkan posisi ibu tiga kali lebih utama daripada ayah. Ya, aku semakin mencintai ibuku, terima kasih ma, semoga aku pun bisa menjadi ibu yang hebat sepertimu. Terima kasih Allah,untuk segala berkahMu ini. Alhamdulillah.

"Selamat datang di dunia Allah, anakku sayang, Kenzie Muhammad Azzamul Ilmi"

Untuk para ibu hamil yang sedang menantikan kelahiran buah hatinya, semangat ya, persiapkan lahir batin untuk masa pertemuan dengan bayi kita dan serahkan segalanya kepada Allah, yakinlah kalau prasangka Allah itu sesuai prasangka hambaNya. Jadi, berpikirlah positif bahwa kita pasti bisa melewatinya. Dan percayalah, rasa sakit yang dirasakan selama proses melahirkan itu akan hilang seketika saat bayi kita yang lucu lahir dengan selamat. Semangat!!


Kenzie, Ibu & Abi