Selasa, 28 Juni 2011

cheating?

"Mencontek itu haram disini! kalo kalian tidak percaya, kalian lihat saja sendiri nanti, apa akibatnya kalo kalian sampai mencontek!"

Itulah kata-kata yang kudengar dari seniorku di awal Masa Orientasi Siswa di sekolah tercinta, Insan Cendekia. Saat mendengarkan kalimat itu, aku berpikir bahwa memang sejak kecil, aku Rata Penuhpun dididik untuk tidak mencontek atau membantu teman untuk mencontek, tapi pada kenyataannya, sejak aku duduk di bangku SD sampai SMP, aku cukup sering menemui hal contek mencontek ini biasa terjadi. Oleh karena itu, aku sempat menganggap remeh perkataan seniorku.

Tapi, sekolah ini memang bukan sekolah biasa. Mencontek benar-benar menjadi hal yang sangat haram sekali dilakukan. Mungkin bisa dikatakan, kalau kau berani mencontek, maka kau akan mendapatkan malu karena aib yang sangat besar. Jika ada seorang anak yang mencontek saat ujian, bahkan hanya mencontek ke buku, lalu ketauan guru, maka berita kasus pencontekan ini akan sampai dengan cepat ke angkatan di atasnya bahkan sampai kepada para alumni. Rasa malu tidak hanya dirasakan oleh orang yang bersangkutan tapi dirasakan oleh satu angkatan. Dan disinilah, akhirnya aku memahami betapa haramnya mencontek di sekolah ini.

Saat-saat ujian adalah saat-saat paling menegangkan untuk para murid dan saat-saat paling santai untuk para guru. Kenapa? Karena mereka tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk mengawasi murid-muridnya. Bahkan, jadwal mengawas ujian adalah jadwal yang paling sering digunakaan para guru untuk izin jika ada keperluan mendampingi muridnya pergi mengikuti lomba di luar sekolah.

Biasanya para guru hanya membawa kertas soal dan LJK ke ruang kelas lalu menginstruksikan ketua kelas untuk membagikan keduanya. " Waktunya 2 jam perlajaran, kerjakan dengan teliti, kalau sudah, tolong ketua kelas mengumpulkan LJK nya dan taro di meja saya ", itulah kata-kata yang sering sekali diucapkan para guru di sekolahku. Kalaupun ada guru yang mau mengawas di kelas, mereka hanya duduk di kursi depan, sambil membaca buku atau mengoreksi pekerjaan muridnya yang lain.

Walaupun kondisinya seperti itu, aku dan teman-teman tidak ada satu pun yang berani untuk mencontek, baik bertanya jawaban ke teman atau melihat ke buku. Semuanya sibuk dengan soalnya masing-masing. Kalaupun kami mengobrol di kelas saat ujian, itu hanya membicarakan hal-hal lain karena kami sudah selesai mengerjakan soal atau sudah menyerah dengan soal tersebut tapi masih harus di dalam kelas sampai waktunya habis. Hasilnya, untuk pelajaran MAFIKIBI ( Matematika, Fisika, Biologi, Kimia ), di papan pengumuman nilai, pasti akan banyak tanda2 merah yang menunjukkan nilai dibawah 7,00 dan harus mengikuti remedial. Tapi kami bangga, karena kami menjalani ujian tanpa mencontek.

Saat ujian nasional, pengawas yang ada di kelas kami bukanlah guru-guru kami, melainkan guru dari sekolah lain. Ruangan kelas terlihat berbeda. Biasanya saat ujian sekolah, guru kami tidak ada di kelas atau kalaupun ada guru , beliau hanya duduk di kursi guru. Tapi, saat ujian nasional, ada dua guru dari sekolah lain yang terus mengawasi kami satu persatu, berkeliling di kelas sambil memperhatikan setiap gerak gerik kami. Sungguh, ini sangat aneh dirasakan olehku dan teman-teman. Kami tidak terbiasa diawasi seperti ini.

Melihat kasus pencontekan yang marak dibicarakan di media massa, aku pun langsung berucap alhamdulillah karena pernah menjadi siswa di Man Insan Cendekia yang memiliki prinsip "mencontek itu haram". Tapi, aku pun ikut prihatin dengan kondisi moral bangsa ini, terlebih lagi moral para pendidik. Miris rasanya. Pemerintah menaikkan standar kelulusan untuk kemajuan pendidikan bangsa namun efeknya malah menurunkan moral bangsa.

Semoga prinsip "mencontek itu haram" bisa terus disebarluaskan melalui sekolahku dan para alumninya. Aamiin...

Rabu, 15 Juni 2011

Ibu pertiwiku kini

Jika mungkin bisa kuungkapkan dengan kata-kata, saat ini Ibu pertiwi sedang merasakan perasaan yang begitu bercampur, antara cemas, sedih dan marah. Namun dia hanya bisa diam dalam doa.

Ibu cemas melihat perilaku anak-anaknya yang semakin menjauhi tata krama. Disaat hukuman bukan lagi diberikan kepada pencontek melainkan kepada manusia- manusia jujur yang menolak untuk mencontek. Disaat menyuap telah menjadi rutinitas dan suatu hal yang biasa, bahkan di kalangan pemimpin bangsa. Disaat berita pembunuhan dan penembakan telah menjadi berita rutin yang setiap hari dikabarkan di media.
Cemas. Ibu semakin cemas memikirkan masa depan anak- anaknya kelak.

Ibu sedih melihat anak-anaknya semakin sedikit yang mau mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Pergaulan bebas telah dilegalkan dimana- mana bahkan difasilitasi oleh orangtua. Kata- kata Ilahi telah digunakan semena-mena bahkan untuk menutupi kebohongan besar. Jilbab dan pakaian takwa telah dijadikan aksesoris fisik semata untuk kepentingan tertentu saja.
Sedih. Ibu selalu sedih melihat begitu jauhnya Sang Pencipta dari hati anak- anaknya.

Ibu juga marah. Karena semakin sedikit anak-anaknya yang mau merawat Ibu dan menjaga nama baiknya. Semakin sering nama baik Ibu dicoreng dihadapan ibu pertiwi lainnya karena ulah anak-anaknya. Semakin banyak rasa sakit yang Ibu rasakan atas perlakuan anak-anaknya. Ibu sudah sering menegur, tapi sepertinya teguran Ibu hanya didengar dan direnungi selama 1 bulan, setelah itu semuanya akan lpa dan kembali mengulang kesalahannya.

Kulihat Ibu pertiwi, sedang bersusah hati, airmatanya berlinang,,,,,



Lagu ini kudengar sejak aku kecil dulu, jika saat itu saja, Ibu pertiwi sudah bersedih, tak bisa kubayangkan betapa sedihnya ibu pertiwiku kini....

'Ya Allah, berikanlah kekuatan kepada kami, seluruh rakyat Indonesia, agar kami dapat terus berusaha memperbaiki negeri kami ke arah yang lebih baik dan berikanlah kesabaran kepada kami dalam menghadapi segala ujian dan cobaan yang melanda negeri kami.. Aamiin...'

Jumat, 03 Juni 2011

Cepat Sembuh Pak

Kemarin, aku dan beberapa teman akhirnya dapat menjenguk guru kami tercinta yang saat ini sedang diberikan cobaan olehNya. Setelah melalui perjalanan yang panjang , karena harus memutari daerah Senen sampai 2 kali, akhirnya aku dan teman-teman tiba di sebuah rumah yang terletak di Jl.Bungur Besar Gang 8 C no 191, Jakarta Pusat.

Setiba disana, kami disambut hangat oleh keluarga besar Guru kami yang saat itu sedang berkumpul disana. Begitu melangkahkan kaki memasuki rumah, entah kenapa, hatiku berdebar dan bertanya-tanya, Bagaimanakah Kabar Pak Zul? ( sapaan kami kepadanya) . Foto terakhir yang kulihat di grup BBM, menunjukkan kondisi yang kurang baik, senyum Pak Zul sudah tidak lagi hadir di wajahnya yang semakin tirus. Aku khawatir. Dan ternyata, Ibu Yuli ( istri Pak Zul ) mengajak kami ke kamarnya dan menunjukkan kondisi Pak Zul yang hanya bisa terbaring lemas di atas kasur yang berada di atas lantai kamar dengan sebuah selang yang terhubung ke hidungnya. Mata bapak terpejam karena sedang menikmati tidurnya. Seketika, aku merasa lemas dan airmata ini hampir memberontak untuk jatuh , namun aku masih bisa menahannya. Terlebih lagi, saat melihat kondisi Ibu Yuli yang sangat sabar bahkan beliau sangat ceria menyambut kedatangan kami.

Yah, kondisi Pak Zul memang memburuk saat ini. Di Bulan April lalu, Alhamdulillah, Pak Zul dan istrinya sempat melakukan ibadah umrah ke rumah Allah. Namun, 2 minggu setelah pulang dari umrah, kondisi Bapak langsung menurun. Bapak mulai kesulitan untuk menggerakkan anggota badannya dan juga berbicara. Namun, bapak masih bisa membuka matanya dan duduk di atas kursi roda. Tetapi , sejak beberapa hari yang lalu, kondisi bapak menjadi seperti saat ini. Terbaring di kasur dengan mata terpejam. Untuk makan pun, Bapak menggunakan selang yang dihubungkan ke hidungnya. Bapak memang sudah tidak lagi rutin ke dokter. Ibu memutuskan untuk merawat Bapak dengan terapi sengat lebah dan obat-obatan herbal sesuai saran seorang profesor neurologi ( ahli syaraf ) di Medan.

Ibu menceritakan pendapat beberapa orang mengenai kondisi Bapak, ada yang bilang, usia Bapak hanya tinggal 5 tahun, 'ada juga yang bilang kalau Bapak sudah seperti orang yang mati suri, sudah koma , atau bahkan ada yang mengatakan bahwa ketidaksukaan seseorang kepada Bapaklah yang membuat kondisi Bapak menjadi seperti ini. Hebatnya, Ibu menceritakan semua ini dengan penuh senyum dan semangat yang membuatku kembali kagum kepadanya. Ibu mengatakan dengan lantang " Ibu g percaya omongan orang-orang itu, Ibu hanya akan menyerahkan semuanya sama Allah sambil terus berusaha. Lagian, belum tentu juga, Bapak yang pergi duluan, kita semua kan waiting list?". Perkataan Ibu benar-benar membuatku semakin terharu.

Beberapa kali, kami melihat, Bapak menggerakkan tangan dan kakinya. Dan itulah yang membuatku berpikir bahwa ini bukanlah koma. Ibu terus mengucapkann terima kasih kepada kami atas kunjungan hari itu. Lalu, Ibu mulai menanyakan kondisi kami satu persatu, siapa saja yang sudah lulus, kerja dimana sekarang. Setelah itu, Ibu akan berbicara kepada Bapak " Bang, ini anak-anak kita datang, bangun dong Bang, ini udah ada yang lulus lho, sudah bekerja". Namun, Pak Zul tetap memejamkan matanya tanpa ada respon sedikitpun. Aku kembali terharu.

Kunjungan kami cukup lama dan cerita terus mengalir di sore itu. Ibu menceritakan bagaimana awal bertemu dengan Bapak, bagaimana Bapak mendaftar menjadi guru di IC, dan betapa senangnya Bapak setiap kali mendengar berita bahwa anak didiknya di IC sudah menyelesaikan sekolahnya. Kata Ibu, setiap Bapak mendengar berita anak didiknya lulus, bapak sangat senang seperti mendapat undian. Bapak memang guru yang sangat menyenangkan, beliau cukup tegas untuk anak-anak yang kurang disiplin namun beliau juga tidak ragu untuk bersenda gurau dengan murid-muridnya. Di akhir kunjungan, kami menulis pesan untuk Pak Zul di sebuah kertas. Pesan rindu kami sebagai anak didiknya. Sejujurnya, selama kunjungan itu, aku sering sekali merasa ingin menangis melihat kondisi guruku tercinta dan kehebatan istrinya.

"Pak Zul, semoga cepat sembuh ya Pak. Tetap semangat! kami semua merindukan obrolan penuh tawa dengan bapak. Kami semua ingin menceritakan bahwa kami sudah lulus menjadi sarjana karena didikan Bapak. Cepat Sembuh Pak.. "

Sebelum meninggalkan rumah itu, kami semua berdoa bersama demi kesembuhan Pak Zul.
"Ya Allah, Engkau Yang Maha Memberi Pertolongan, Engkau Yang Maha Berkehendak, Engkau Yang Maha Mengabulkan Permintaan, Sembuhkanlah guru kami, Angkatlah penyakitnya, Kuatkan dan Berikanlah kesabaran kepadanya dan keluarganya dalam menghadapi cobaan dariMu. Aamiin."